close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pekerja kantoran. Unsplash/Marten Bjork
icon caption
Ilustrasi pekerja kantoran. Unsplash/Marten Bjork
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 06 Februari 2025 14:39

Tren dunia kerja 2025: Dari catfishing hingga revenge quitting

Ada pekerja dari kalangan gen Z yang mengundurkan diri pada hari pertama kerja karena sekadar 'gagah-gagahan'.
swipe

Sejumlah tren bakal mewarnai dunia kerja pada tahun ini. Future of Jobs Report 2025 yang dirilis World Economic Forum (WEF) pada 8 Januari 2025 memprediksi bidang-bidang pekerjaan yang bakal makin dibutuhkan dan kian terlupakan  hingga 2030. 

Pekerjaan yang masih akan tetap penting ialah profesi-profesi di garis depan (frontline job roles). Contoh pekerjaan semacam itu, semisal di bidang pertanian, pengemudi pengiriman, pekerja konstruksi, tenaga penjualan, dan pekerja pengolahan makanan. 

Bidang-bidang pekerjaan lain yang potensial tumbuh signifikan, terkait perawatan kesehatan dan teknologi, semisal perawat, dokter, spesialis big data, insinyur teknologi finansial, spesialis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), serta pengembang perangkat lunak dan aplikasi.

Adapun jenis pekerjaan yang bakal kian terlupkan semisal yang terkait aktivitas klerikal dan yang terkait dengan kesekretariatan, termasuk di antaranya kasir, penjaga toko, penjual tiket, asisten administasi, dan sekretaris. 

Pada aspek perilaku pekerja, berbasis riset, sejumlah tren mengemuka. Pertama, ialah career catfishing atau "menghilang" dan mengundurkan diri pada hari pertama kerja. Riset yang dilakoni PapersOwl menunjukkan bahwa sepertiga pekerja muda dari kalangan gen Z  potensial melakukan catfishing

Kaum milenial muda juga diprediksi bakal ikut tren itu. Alasannya beragam, mulai dari hanya sekadar gagah-gagahan atau merasa tak cocok dengan bidang pekerjaan yang dilamar. 

“Alasan kalangan gen Z seperti merasa tak cocok atau tak suka dengan atmosfer kerja di kantor mengindikasikan bahwa mereka lebih fokus memenuhi idealisme atau kebutuhan personal," kata Michiell Malit, salah satu peneliti dalam studi itu, seperti dikutip dari Fortune. 

Dari 2.000 pekerja yang disurvei PapersOwl, mengakui rutin absen tanpa alasan yang jelas dan mengambil libur tanpa melapor kepada bos mereka. Sebanyak 42% pekerja dari kalangan gen Z mengatakan mereka mengambil libur "ilegal" setidaknya tiga kali sepanjang 2024. 

Alasannya karena burnout atau kelelahan (52%), tak sempat cuti selama musim liburan (30%), persoalan keluarga (36%), atau kebijakan kantor yang sama sekali tak memberikan jatah cuti bagi mereka (32%). Tren ini diprediksi bakal terus berlanjut di 2025. 

Menurut survei PapersOwl, para pekerja muda menganggap aktivitas mencurangi bos mereka, semisal dengan pulang lebih awal, tidur siang saat jam kerja, atau menggunakan bantuan AI dalam pekerjaaan merupakan hal yang wajar. "Kecurangan di lingkungan kerja kini jadi new normal," jelas Malit. 

Tren lainnya yang bakal berkembang ialah revenge quitting atau mengundurkan diri dari pekerjaan dengan motif membalas dendam ke perusahaan. Tren itu salah satunya dipicu potensi pertumbuhan lapangan kerja pada 2025. 

Survei yang dilakukan Software Finder baru-baru ini menemukan setidaknya sekitar 4% pekerja tetap tengah merencanakan revenge quitting pada tahun ini. Setidaknya ada dua alasan utama yang dipertimbangkan, yakni frustasi karena upah yang tak kunjung naik dan minimnya peluang untuk menapaki jenjang karier yang lebih tinggi. 

Para pegawai tetap yang disurvei mengaku sudah mempertimbangkan untuk berhenti bekerja sejak 13 bulan lalu. Setidaknya ada 7% pegawai yang berniat melakukan revenge quiting ialah pekerja dengan lokasi kerja hybrid.  

"Para pekerja di bidang pemasaran dan iklan, IT dan tekonologi, serta media dan entertainment jadi yang paling mungkin untuk melakukan revenge quitting," tulis para peneliti.

Meskipun angkanya pegawai yang berencana melakukan revenge quitting tergolong kecil, survei Software Finder menemukan keluhan serupa pada mayoritas pekerja. Sebanyak 93% pegawai tetap yang jadi responden survei mengatakan mereka frustasi dengan pekerjaan mereka.

"Sebanyak 48% mengungkap upah yang kecil dan minimnya kenaikan gaji, 34% mengatakan kurang dihargai oleh perusahaan, dan 33% memandang tidak ada prospek untuk jenjang karier yang lebih tinggi," jelas Software Finder. 

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan