Beberapa hari lalu, penyanyi dangdut Sri Cita Rahayu atau yang dikenal sebagai Cita Citata, mengaku mengalami autoimun—kondisi sistem kekebalan tubuh secara keliru justru menyerang tubuh. Anomali kesehatan itu, menurutnya, akibat dahulu sering melakukan suntik vitamin C dan suntik putih. Ia mengatakan, suntik putih dilakukan untuk menunjang penampilannya di layar televisi agar kelihatan putih dan glowing.
Menurut Vinmec Healthcare System, suntikan pemulih kulit pada dasarnya dilakukan dengan memasukkan zat-zat yang memiliki kemampuan menghambat sel pigmen melanosit ke dalam tubuh, sehingga kulit menjadi semakin cerah. Metode kecantikan ini dilakukan banyak orang karena zat pemutih yang masuk ke dalam tubuh lebih cepat dan lebih banyak, sehingga punya efek yang nyata.
Healthwire menyebut, orang-orang di negara-negara Asia—meski tak seluruhnya—ingin mencerahkan warna kulit mereka. Mereka tergila-gila mendapatkan warna kulit yang lebih cerah, namun tidak memikirkan efek yang akan terjadi selanjutnya.
Hermina Hospitals menyebut, dalam suntik putih terdapat zat, seperti asam traneksamat (transamin), glutathione, vitamin C, dan vitamin E.
Situs City Skin Clinic melaporkan, glutathione pertama kali ditemukan pada 1888 oleh seorang ahli biologi, J. de Rey-Pailhade, saat ia sedang mempelajari suatu zat yang berasal dari ragi. Struktur kimianya baru diidentifikasi pada 1921 oleh ilmuwan Frederick Gowland Hopkins.
Glutathione adalah antioksidan alami. Di dalam tubuh, menurut City Skin Clinic, glutathione berperan penting mengurangi stres oksidatif. Glutathione diproduksi secara alami oleh hati, yang juga bisa ditemukan pada buah-buahan, sayuran, dan daging.
“Penemuan manfaat glutathione untuk kulit muncul ketika para ilmuwan mulai mengeksplorasi dampat stres oksidatif dan produksi melanin terhadap kesehatan kulit,” tulis City Skin Clinic.
“Mereka menemukan, glutathione memainkan peran penting dalam melindungi sel-sel kulit dari kerusakan oksidatif dan penuaan dini yang disebabkan faktor lingkungan, seperti sinar ultraviolet dan polusi.”
Penelitian lebih lanjut, dilansir dari City Skin Clinic, mengungkapkan efek penghambatan pada tirosinase, enzim yang terlibat dalam produksi melanin, menyoroti potensinya dalam mengatasi hiperpigmentasi dan warna kulit tak merata.
“Temuan ini membuka jalan baru dalam perawatan kulit, yang mengarah pada integrasi glutathione ke dalam berbagai produk perawatan kulit anti penuaan dan pencerah,” tulis City Skin Clinic.
Metode suntik adalah cara yang paling cepat dan ampuh untuk menyalurkan glutathione ke dalam tubuh. Meski begitu, glutathione tak lepas dari kontroversi dan dampak negatif.
Healthwire menulis, jika seseorang menerima dosis lebih dari lima gram glutathione, efek samping suntikan pemutih yang bakal muncul, antara lain menyebabkan rambut putih atau rontok, infeksi mata, meningkatkan risiko alergi kulit, nyeri payudara, masalah pencernaan, mual, memperparah gejala asma, menyebabkan sedikit kenaikan berat badan, dan mati rasa. Efek samping lainnya, namun jarang terjadi, antara lain menyebabkan sindrom Steven Johnson dan sepsis atau keracunan darah.
Menurut Healthwire, tingkat keparahan efek samping bisa berkisar dari ringan hingga berat. Tergantung pada dosis yang digunakan.
“Jika pasien menerima dosis yang jauh lebih besar dari yang diperlukan, mereka berisiko mengalami efek samping yang sangat buruk, seperti gagal ginjal atau keracunan darah,” tulis Healthwire.
Akibatnya, penggunaan glutathione, terutama dalam bentuk suntikan, telah diawasi dan diatur secara ketat di beberapa negara. Sebab, implikasinya bakal meluas lantaran pemanfaatannya untuk memutihkan kulit.
Misalnya, para peneliti dari Amerika Serikat dalam International Journal of Women’s Dermatology (Maret, 2021) menyebutkan, otoritas di Amerika Serikat dan Filipina secara terbuka melarang suntikan glutathione dan mengeluarkan berbagai peringatan terhadap penggunaannya. Di Malaysia, dikutip dari New Straits Times, pada 2016 otoritas kesehatan setempat memberi peringatan terhadap penggunaan suntik pemutih yang mengandung glutathione.
Kepada New Straits Times, dokter kulit Rumah Sakit Kuala Lumpur, Azura Mohd Affandi mengingatkan, agar tak menggunakan glutathione karena praktik penyuntikan yang tak tepat dan tak aman justru bisa menyebabkan penyakit menular.
“Mereka yang memberikan suntikan ini bisa jadi adalah ahli kecantikan yang tidak terlatih dalam praktik medis,” ujar Azura.
“Yang lebih parah lagi, peralatan yang digunakan bahkan tidak disterilkan dengan benar dan dapat menyebabkan infeksi bakteri, hepatitis, dan HIV.”
Ia menambahkan, kekhawatiran besar lainnya terkait pemberian glutathione secara sembarangan ke dalam tubuh melalui suntikan adalah terjadinya emboli udara, yakni gelembung udara yang masuk ke pembuluh darah atau arteri. Hal ini akan menyebabkan sesak napas, bahkan lebih fatal lagi, kematian.
“Suntikan glutathione yang berkepanjangan ke dalam tubuh, kata dia (Azura Mohd Affandi), juga dapat menyebabkan hati berhenti memproduksi zat tersebut secara alami,” tulis New Straits Times.