close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kedua film dokumenter tersebut sudah bisa dinikmati secara online melalui situs Rangkai.id dengan biaya Rp10.000 per film. Foto: Twitter Ekpedisi Indonesia Baru (@idbaruid)
icon caption
Kedua film dokumenter tersebut sudah bisa dinikmati secara online melalui situs Rangkai.id dengan biaya Rp10.000 per film. Foto: Twitter Ekpedisi Indonesia Baru (@idbaruid)
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 11 Oktober 2022 23:43

Film dokumenter Silat Tani dan Angin Timur sudah bisa ditonton online

Strategi ini agar audiens dan komunitas film dokumenter ikut berpartisipasi dalam membiayai produksi film dokumenter.
swipe

Film dokumenter Silat Tani dan Angin Timur merupakan dokumenter dari Ekspedisi Indonesia Baru. Keduanya sama-sama memotret tentang kondisi masyarakat kekinian.

Film dokumenter Silat Tani berusaha memotret masalah petani di Pulau Jawa yang kompleks. Film yang berdurasi 70 menit tersebut menceritakan ancaman krisis pertanian di Indonesia pada 40 tahun ke depan, akibat tekanan internal maupun eksternal, yaitu, lahan yang menyusut, pendapatan dari pertanian mengecil, serta kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani secara adil.

Sementara Angin Timur berkisah tentang nelayan di tengah tekanan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Film berdurasi 1 jam 41 menit tersebut juga menyorot masalah kerusakan alam dan bisnis oligarki yang nelayan hadapi.

Kedua film dokumenter tersebut sudah bisa dinikmati secara online melalui situs Rangkai.id dengan biaya Rp10.000 per film. Padahal awalnya Ekspedisi Indonesia Baru memiliki konsep bioskop warga dalam mendistribusikan film dokumenter mereka.

Salah satu orang dibalik ekspedisi ini Dandhy Laksono mengatakan, bioskop warga sebagai platform untuk mendiskusikan film kepada para penikmatnya, agar tidak hanya menjadi tontonan.

Sementara, dalam merayakan 100 hari perjalanan Ekpedisi Indonesia Baru yang sudah melahirkan dua film dokumenter tersebut, Dandhy akhirnya merilis film dokumenter secara online melalui Rangkai.id agar tetap bisa mendukung berjalannya ekspedisi tersebut. 

“Setelah 100 hari, tentu persediaan logistik harus dijaga kontinuitasnya untuk satu tahun ke depan. Salah satu sumber pembiayaan ekspedisi adalah film-film ini, dalam bioskop warga teman-teman sudah berpartisipasi sukarela, kami tidak mematok tarif tertentu,” tutur Dandhy pada press conference di Space Twitter, Selasa (10/11).

Dandhy mengatakan, strategi ini merupakan bagian dari bagaimana audiens dan komunitas film dokumenter ikut berpartisipasi dalam membiayai produksi film dokumenter, agar substansi atau kontennya tetap bisa dijaga independensinya dibanding film yang dibiayai oleh sponsor atau pihak-pihak tertentu.

Film dokumenter di Indonesia sendiri masih sangat jarang sekali. Baru ada 12 judul yang didistribusikan pada jaringan bioskop komersial reguler, dan tiga di platform streaming Netflix. Hal ini dikarenakan penikmat film dokumenter masih termasuk ke dalam kategori niece market di bioskop Indonesia.
 

img
Alfaridzi Putra Dwi
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan