Joaquin Phoenix membentuk karakter dan tawa khas sebagai Joker dengan mempelajari korban pengidap Pathological Laughter and Crying (PLC). / Facebook Joker Movie
Pengidap Pathological Laughter and Crying (PLC) seperti Joker memiliki indikasi gangguan emosi yang tak terkontrol.
Film Joker terbaru (2019) akan menggamit perhatian kita dari karakter Joker yang diperankan oleh Joaquin Phoenix. Karakter Joker selama ini melekat sebagai sebagai tokoh jahat yang bertentangan dengan superhero Batman.
Dalam kemasan film Joker produksi terbaru ini, karakter Joker menampakkan perkembangan sebagai orang baik menjadi perangai jahat. Dalam sebuah wawancara terbaru dengan majalah Italia Il Vernerdi, Joaquin Phoenix mengungkapkan proses penciptaan karakter yang dijalani secara khusus. Seperti dilansir dari Indiewire.com, Joaquin membentuk karakter dan tawa khas sebagai Joker dengan mempelajari korban pengidap Pathological Laughter and Crying (PLC).
Disebutkan bahwa Joaquin menonton sejumlah video yang menunjukkan para penderita PLC karena gangguan emosi yang tak terkontrol. Penyakit yang mereka derita diperlihatkan oleh perilaku tawa dan menangis tanpa sebab, yang dihasilkan oleh rangsangan yang berbeda-beda.
Arina Bingelien, dkk. dalam artikel berjudul “Pathological Laughing and Crying Post-stroke: Liaison Psychiatrist Beware”, menguraikan bahwa PLC adalah kondisi klinis yang menyebabkan penderitanya mengalami bermacam gangguan neurologis. PLC pun ditunjukkan dari kondisi tawa atau tangisan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terkendali.
Disebut pula dengan pseudobulbar affect (PBA), “ketidaksadaran emosional”, atau “ketidakseimbangan emosional”, PLC ditandai dengan gejala perilaku tertawa, menangis, atau keduanya dalam waktu hampir bersamaan, tanpa dipengaruhi suasana hati. Sebaliknya, Arina menjelaskan, tawa atau tangisan itu muncul karena ada gangguan sistem saraf.
Hingga kini belum diketahui pasti faktor penyebab PLC. Namun gangguan PLC atau efek pseudobulbar biasanya muncul dialami oleh orang-orang yang mengalami cedera atau kondisi neurologis tertentu pada otak. Beberapa di antaranya ialah karena riwayat stroke, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), multiple sclerosis, dan cedera otak. Selain itu, penyakit tertentu seperti Alzheimer dan Parkinson diketahui juga mendorong penderitanya mengalami gejala efek pseudobulbar.
Sebuah kiriman dibagikan oleh Joker Movie (@jokermovie) pada
Joker dan tawa-pedihnya
Pathological Laughter and Crying atau efek Pseudobulbar tidak hanya terlihat sebatas perilaku tertawa. Pengidap gangguan ini bisa juga dapat tertawa dan menangis tiba-tiba, tanpa sebab, dan pada waktu yang tidak seharusnya.
Hal itu muncul disebabkan gangguan pada otak yang membuat respons pengidapnya terhadap sesuatu akan berlebihan atau bahkan tak tepat sama sekali.
Dalam film Joker terbaru itu, kekhasan karakter Joker Joaquin Phoenix akan sangat mengusik perhatian penonton. Di beberapa film terdahulu yang menampilkan sosok Joker dengan pemeran berbeda, penampilan tokoh ini umumnya berkesan kuat oleh gaya tawa dengan nada tinggi melengking, tawa berderai, disertai lekukan bibir yang melebar ke samping. Setidaknya karakter Joker yang melegenda tampil dalam serial TV Batman (1960), film Batman (1989), Batman: The Dark Knight (2008), dan Suicide Squad (2016).
Kali ini, permainan akting Joaquin Phoenix menjadi menarik dengan kombinasi perubahan mimik, seperti senyum, melotot juga memicingkan mata, hingga tawa yang “pedih”. Dari prosesnya mendalami peran Joker, Joaquin Phoenix mencoba membuat kita penasaran dan hanyut dalam pergulatan emosi Joker di film ini.