Gembos dana BOS untuk makan siang gratis
Kepada CNN Indonesia, juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Haryo Limanseto mengonfirmasi isu liar soal Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengusulkan penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendanai program makan siang gratis calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Haryo menekankan, usul itu berasal dari presentasi mantan Bupati Tangerang (2013-2023) Ahmed Zaki Iskandar, bukan dari Airlangga. Sebelumnya, simulasi makan siang gratis sendiri sudah dilakukan di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten pada Kamis (29/2). Ketika itu, Airlangga hadir dalam simulasi.
Diketahui, pasangan Prabowo-Gibran sendiri membutuhkan dana sebesar Rp450 triliun per tahun untuk mewujudkan program makan siang gratis. Rencananya, jika program ini berjalan, setiap anak bakal mendapat makan siang gratis dengan anggaran Rp15.000 per orang.
Terlepas siapapun yang mengungkapkan program makan siang gratis berasal dari dana BOS, nyatanya wacana ini masih bergulir. Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mendukung pemenuhan gizi untuk anak. Namun, pihaknya menolak penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis. Pangkalnya, dana BOS yang sudah berjalan saja belum bisa menutup pembiayaan di sekolah.
“Anggaran untuk tingkat SD Rp900.000 per siswa per tahun. Itu kurang lebih Rp2.830 per hari untuk satu anak kalau misalkan anggaran makan siang (gratis) Rp15.000 per anak,” ujar Iman kepada Alinea.id, Selasa (5/3).
“Itu kan kenaikannya berarti sekitar 600% kalau hanya mengandalkan dana BOS saja.”
Saat ini, tutur Iman, ada dua jenis dana BOS, yakni BOS kinerja untuk sekolah-sekolah yang kinerjanya baik dan berprestasi, serta BOS reguler untuk semua sekolah. Menurut Iman, dari catatan organisasinya, dana BOS kerap turun dari tahun ke tahun. Pada APBN 2022 dana BOS sebesar Rp54,108 triliun dan tahun 2023 sebesar Rp53,301 triliun. Artinya, dari 2022 ke 2023 dana BOS turun sekitar Rp807 miliar. Sedangkan untuk anggaran tahun 2024 sebesar Rp52,8 triliun.
“Itu turun lagi dan bahkan turunnya tinggi, yakni Rp1,2 trilun. Ini kan artinya ada tren penurunan yang membuat kami pesimis,” tutur Iman.
Bila dihitung-hitung, sebut Iman, dana BOS yang ada saat ini tak proporsional. Misalnya, kata Iman, anak tingkat SD di Indonesia saja ada sekitar 43 juta orang.
“Kalau kami hitung itu ada sekitar Rp200 triliun yang itu sudah sepertiga dari APBN Pendidikan,” ucap Iman.
Terlebih, dari dana BOS belum mampu memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Buktinya, kata dia, saat ini sekitar 66,6% kelas di sekolah di Indonesia berada pada kondisi rusak. “Dan itu masih menjadi hal yang mendasar,” kata Iman.
Iman pun khawatir, program makan siang gratis bakal menambah pekerjaan administrasi bagi guru. Guru akan terserap tenaganya untuk mengurus program itu. Belum lagi ada potensi konflik kepentingan antara pihak sekolah dan luar sekolah.
“Harapan kami adalah ketika hal ini (program makan siang gratis) dikeluarkan dan menjadi sebuah kebijakan, sebelum itu mohon untuk diriset dengan baik,” kata Iman.
Terpisah, pengamat pendidikan Doni Koesoema Albertus pun sepakat dana BOS tak akan mencukupi untuk merealisasikan program makan siang gratis. Apalagi, kata dia, dana BOS itu tujuannya untuk keperluan sekolah, seperti membeli peralatan sekolah, memperbaiki gedung, atau menggaji guru honorer.
“Kalau dana BOS ini dialihkan untuk makan siang (gratis), nantinya operasional sekolah tidak bisa berjalan karena sekolah negeri itu kan, terutama SD dan SMP, pakai dana dari operasional pemerintah,” ujar Doni, Selasa (5/3).
“Apalagi kalau satu anak itu (anggaran untuk makan siang gratis) Rp15.000. Kalau satu bulan saja, sudah berapa juta untuk satu sekolah?”
Jikapun dana BOS benar-benar untuk merealisasikan program makan siang gratis, Doni menjelaskan, dampaknya kegiatan sekolah akan ada yang terganggu. “Bisa tidak ada proses pendidikan di situ karena dananya juga sudah habis,” ujar Doni.
Dampaknya, semisal sekolah tak bisa membayar listrik dan internet diputus. “Apalagi untuk sekolah swasta yang kecil, yang siswanya ada di bawah 60 anak, itu sudah pasti akan susah untuk berkegiatan karena dana BOS itu kan bantuan untuk penyelenggaraan pendidikan.”
Untuk mengatasi problem ini, Iman mengusulkan, program makan siang gratis dapat menjadi program kerja sama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan Kementerian Sosial (Kemensos), yang bentuknya berupa bantuan sosial yang bergizi.
Sementara itu, Doni mengatakan, jika pemerintah mau serius menjadikan kualitas pendidikan lebih baik, ada banyak jalan yang bisa diambil. Salah satunya, anggaran pendidikan ditata. Dananya kemudian dibagikan kepada daerah-daerah untuk membayar gaji guru, tunjangan guru, serta tunjangan sekolah.
“Nah, dana yang untuk kementerian dan lembaga bisa digunakan untuk program (makan siang gratis) ini. Misalkan, Kementerian Pertahanan itu berapa triliun, itu bisa diambil,” ujar Doni.
“Untuk kementerian yang tidak (ada hubungan) langsung ke pendidikan, ya.”
Solusi lainnya, jelas Doni, bisa mencari sumber pendanaan lainnya. “Atau mungkin, bisa tetap menjalankan makan siang gratis, tetapi dengan skala prioritas, seperti anak PAUD, TK, dan SD,” tutur dia.
“Karena kalau semua (tingkat pendidikan) mendapatkan program (makan siang gratis) ini, saya rasa dananya tidak akan cukup.”