close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi film/Foto Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi film/Foto Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Riset
Rabu, 28 Agustus 2024 16:18

Genre film mengungkapkan emosi di otak kita

Hal itu ditemukan dalam riset para peneliti dari Martin Luther University Halle-Wittenberg (MLU), Jerman.
swipe

Film favorit kita, baik bergenre kriminal, aksi, komedi, atau dokumenter, ternyata mengungkapkan banyak hal tentang cara kerja otak. Hal ini merupakan temuan dari riset yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Behavioral Neuroscience (Juni, 2024), yang dikerjakan para peneliti dari Martin Luther University Halle-Wittenberg (MLU), Jerman. Para peneliti membandingkan data tentang preferensi film, dengan rekaman aktivitas otak 257 responden.

“Film sangat menarik karena tidak hanya menggambarkan setiap emosi manusia, tetapi juga membangkitkan emosi tersebut. Emosi negatif, seperti marah atau takut, memainkan peran utama dalam banyak film,” ujar seorang psikolog dari MLU yang juga salah seorang peneliti, Esther Zwiky, dikutip dari Technology Networks.

Para responden memberikan informasi tentang preferensi film mereka. Lalu, aktivitas otak responden dianalisis menggunakan functional magnetic resonance imaging (fMRI) atau pencitraan resonansi magnetik fungsional. Mereka lantas diperlihatkan wajah-wajah ketakutan atau marah, serta bentuk-bentuk geometris saat berbaring di mesin MRI.

“Dengan tes yang sudah mapan ini, kita dapat mengukur bagaimana otak memproses rangsangan emosional,” ujar Zwiky, dikutip dari Neuroscience News.

Ada dua area otak yang difokuskan para peneliti, yakni amigdala dan nukleus akumbens. Amigdala bertanggung jawab untuk memproses emosi penting. Zwiky menjelaskan, amigdala dapat memicu reaksi melawan atau lari sebagai respons terhadap ancaman.

Sementara saraf di nukleus akumbens dikenal sebagai pusat penghargaan di otak. “Kami menemukan, penggemar film laga menunjukkan reaksi terkuat di kedua area tersebut. Kami tidak menduga hal ini karena film laga biasanya memberikan banyak rangsangan. Jadi, akan lebih masuk akal jika pengegemar laga tidak mudah terstimulasi,” kata Zwiky.

Penggemar film laga, kata penelitian itu, sangat rentan terhadap rangsangan emosional dan menganggap rangsangan ini menarik. Para peneliti pun menemukan aktivitas otak serupa pada orang-orang yang menyukai film komedi.

Akan tetapi, gambaran yang berbeda muncul pada penggemar film kriminal, thriller, dan dokumenter. Para peneliti menemukan, kedua area otak bereaksi secara signifikan lebih sedikit terhadap rangsangan emosional.

Profil neurologis yang berbeda ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang bagaimana individu yang berbeda memproses dan mencari pengalaman emosional melalui media. “Tampaknya orang memilih genre film yang paling optimal merangsang otak mereka,” kata Zwiky dalam Science Blog.

Disebut Science Blog, memahami hubungan antara preferensi media dan fungsi otak dapat memiliki implikasi signifikan bagi berbagai bidang. Dalam psikologi dan ilmu saraf, hal ini dapat memberikan wawasan baru tentang perbedaan individu dalam pemrosesan emosi dan kerentanan terhadap jenis rangsangan tertentu.

Bagi industri hiburan, temuan ini dapat merevolusi cara konten dibuat dan dipasarkan. Jika preferensi film memang terkait dengan ciri neurologis, tulis Science Blog, produser dan layanan streaming bisa menggunakan informasi ini untuk menyesuaikan penawaran mereka dengan lebih baik kepada segmen audiens tertentu atau mengembangkan konten yang menargetkan respons emosional tertentu.

Namun, ada keterbatasan dalam penelitian ini. Penelitian berskala lebih besar diperlukan untuk mengonfirmasi temuan ini pada populasi yang beragam. Selain itu, penelitian ini berfokus pada respons otak langsung terhadap rangsangan emosional, tidak mengeksplorasi efek jangka panjang dari konsumsi media.

“Pertanyaan juga masih ada mengenai hubungan kausal antara aktivitas otak dan preferensi film,” tulis Science Blog.

“Apakah susunan neurologis kita membuat cenderung menyukai genre tertentu, atau apakah paparan berulang terhadap jenis konten tertentu membentuk respons otak kita dari waktu ke waktu?”

Penelitian sebelumnya yang dikerjakan peneliti asal Middle East Technical University, Turki, Mani Mehraei dalam the Asian Conference on Psychology & the Behavioral Sciences (2022) mencari pengaruh genre film terhadap suasana hati. Lalu, para peneliti Jerman juga pernah menerbitkan penelitian tentang stereotipe gender terhadap preferensi film dalam jurnal Frontiers in Psychology (2017).

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan