Gunung Papandayan yang molek, cocok bagi pendaki pemula
Mendaki gunung tengah menjadi tren di kalangan generasi milenial. Apalagi, warga kota besar seperti Jakarta dan Bandung yang sibuk dengan kuliah ataupun pekerjaan.
Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk vakansi alias traveling. Berpelesir menjadi rutinitas kaum milenial kota demi menjaga kualitas hidup.
Piknik memang asik. Tetapi, waktu dan duit juga menjadi kendala khusus bagi generasi milenial perkotaan. Memang, generasi milenial yang lahir pada 1980 hingga 2000, lebih suka menabung untuk pelesiran.
Salah satu vakansi yang tengah digandrungi generasi milenial adalah wisata alam. Mendaki gunung, menyelam di laut, hingga rafting di sungai-sungai, menjadi kegiatan alam yang kerap dipilih.
Jika memilih gunung sebagai pilihan berlibur, sejumlah lokasi dekat Ibu Kota dapat dikunjungi pada akhir pekan. Gunung Papandayan yang terletak di Garut, Jawa Barat, cukup untuk mengisi akhir pekan.
Persiapan
Sebelum mendaki gunung manapun, termasuk Papandayan, hendaknya mempersiapkan kondisi fisik, peralatan, hingga perbekalan. Jangan pernah menganggap remeh pendakian gunung meskipun ketinggiannya tidak mencapai 3.000 meter di atas permukaan laut (Mdpl).
Setidaknya sepekan sebelum mendaki gunung, sebaiknya berolah raga untuk mempersiapkan kondisi fisik. Olah raga yang dipilih bisa jalan kaki atau berlari sembari membawa beban di punggung.
Setelah kondisi fit, peralatan mendaki juga perlu disiapkan dengan matang sebagai bagian dari perencanaan. Sejumlah peralatan yang wajib disiapkan adalah tas ransel, sepatu khusus, kaus kaki, sarung tangan, penutup kepala, jaket, ponco, senter kepala, tenda, alas tidur, kantong tidur, obat-obatan darurat, air minum, bahan makanan, hingga kudapan.
Jika persiapan telah matang, maka selanjutnya tinggal berangkat. Transportasi yang bisa dipilih untuk menuju Gunung Papandayan bisa membawa mobil sendiri atau menaiki bus dari Jakarta.
Saran saya, waktu pemberangkatan bisa dilakukan pada Jumat malam menjelang akhir pekan. Bus ke Garut biasanya maksimal berangkat dari Jakarta pada pukul 22.00 WIB.
Bus antar kota-antar provinsi (AKAP) dari Jakarta tujuan Terminal Guntur, Garut, cukup banyak dan variatif. Ongkosnya berkisar Rp50.000 per orang sekali jalan.
Setelah tiba di Terminal Guntur sekitar pukul 04.00 WIB, sejumlah angkot sudah menunggu. Mereka bisa disewa dengan tarif Rp25.000 per orang hingga Cisurupan.
Nah, setelah sampai di Cisurupan, kendaraan yang bisa mengantar sampai Base Camp David adalah mobil bak terbuka. Tarifnya cukup murah, hanya Rp20.000 per orang.
Tiba di Camp David, yang merupakan tempat terakhir untuk parkir kendaraan, sekitar pukul 06.00 WIB. Di Camp David, kita bisa sarapan, hingga persiapan akhir menjelang pendakian.
Papandayan yang molek
Sebelum masuk Camp David, pengunjung akan dikenakan tarif Rp65.000 untuk wisatawan lokal dan Rp405.000 untuk wisatawan asing pada akhir pekan. Tarif itu sudah termasuk biaya berkemah bagi wisatawan.
Setelah mengisi data-data pribadi hingga kontak darurat, kemudian dilaporkan kepada petugas di pintu masuk Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Papandayan. Pendakian pun dimulai. Saran saya, pendakian dimulai pada pagi yang segar.
Pendakian Gunung Papandayan hingga area perkemahan di Pondok Saladah diperkirakan memakan waktu 2-3 jam. Tenang saja, sepanjang perjalanan masih ada warung-warung yang menjajakan makanan dan minuman sekaligus untuk tempat beristirahat.
Kontur rute pendakian berbatu, meski telah dibuat tangga-tangga khusus, tetap saja mendaki di Papandayan terasa melelahkan. Namun, lelah mendaki tak akan terasa karena sepanjang perjalanan akan menikmati keindahan kawah belerang yang masih aktif, pepohonan rindang, hingga udara segar yang menemani.
Sejumlah tempat yang wajib di kunjungi selama di Papandayan seperti Kawah Pengantin, Kawah Emas, Kawah Naglak, Hutan Mati, Pondok Salada, hingga Gober Hoet.
Catatan penting, lokasi yang dilarang untuk didatangi adalah Tegal Panjang dan Tegal Alun. Dua lokasi ini tidak boleh didatangi lantaran termasuk dalam Kawasan Cagar Alam.
Untuk tempat berkemah, bisa dilakukan di Gober Hoet atau Pondok Salada. Camping di Gober Hoet disarankan jika ingin menyaksikan matahari terbit.
Akan tetapi, sebagian besar pendaki akan memilih Pondok Salada sebagai lokasi mendirikan tenda. Di sini, terdapat lapangan berkemah, warung, toilet, air bersih, hingga penjaga hutan.
Aktivitas yang dapat dilakukan di Pondok Salada, yakni bermain-main di lapangan, menikmati keindahan bunga edelweiss. Jika malam hari, kita bisa bercengkrama di depan api unggun sembari memetik gitar, atau bisa menikmati keindahan bulan dan gemintang di langit.
Oh iya, jangan lupa, ketika pagi bisa menikmati betapa indahnya matahari terbit di ufuk timur. Kemudian, abadikan pesona Hutan Mati yang sangat molek.
Keindahan Hutan Mati memang sangat terkenal. Pohon-pohon mengering karena letusan Gunung Papandayan itu sangat kontras dengan tanah berwarna putih. Cocok lah jika ingin foto pre-wedding di sini.
Sebelum kembali ke Ibu Kota, saya sarankan untuk berendam di kolam pemandian air panas. Letaknya masih di Camp David kok. Bisa untuk membersihkan badan, sekaligus melemaskan otot-otot yang kaku.
Ingat, jangan ambil apapun selain gambar. Jangan membunuh apapun selain waktu, dan jangan tinggalkan apapun kecuali jejak. Salam lestari!