Polusi udara menjadi salah satu penyumbang tingginya penyakit respirasi selain riwayat merokok, infeksi berulang, dan genetik. Kontribusi polusi udara bahkan mencapai 15-30%.
Faktor risiko polusi udara terhadap penyakit respirasi pun tergolong tinggi. penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) memiliki risiko 36,6%, pneumonia 32%, asma 27,95%, kanker paru 12,5%, dan tuberkulosis 12,2%.
Kelima penyakit itu, menurut Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, termasuk penyebab kematian tertinggi di dunia. PPOK memiliki jumlah 209 kejadian dengan 3,2 juta kematian, sedangkan pneumonia 6.300 kejadian dengan 2,6 juta kematian, kanker paru 29 kejadian dengan 1,8 juta kematian, tuberkulosis 109 kejadian dengan 1,2 juta kematian, dan asma 477 kejadian dengan 455.000 kematian.
Di Indonesia, 4 dari 10 penyakit dengan kasus terbanyak per 100.000 penduduk adalah penyakit pernapasan. Datanya, PPOK 145 kejadian dengan 78,3 ribu kematian, kanker paru 18 kejadian dengan 28,6 ribu kematian, pneumonia 5.900 kejadian dengan 52,5 ribu kematian, dan asma 504 kejadian dengan 27,6 ribu kematian.
"Polusi udara terbukti menimbulkan masalah respirasi dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus dilakukan semua pihak sehingga kasus respirasi dapat dikurangi," ucap Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto.
Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini pun mengajak pemerintah dan masyarakat memahami kualitas udara yang baik demi kesehatan paru.
Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengklaim pemerintah mendorong upaya promotif preventif untuk mencegah masyarakat mengalami dampak buruk polusi udara. Pelaksanaan program dengan menggandeng pihak-pihak terkait.
"Upaya-upaya dilakukan dengan melibatkan lintas sektor karena ini permasalahan lingkungan dan kita ada di dalamnya dan ini harus diatasi bersama-sama," katanya, melansir situs web Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Kita berharap anak-anak kita, generasi masa depan tetap dapat menghirup udara segar dan sehat serta anak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal," sambungnya.
Di sisi lain, tingginya kasus respirasi turut mengerek beban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam menanggung biaya pengobatan. Selama 2018-2022, anggaran yang ditanggung BPJS untuk penyakit respirasi terdiri dari pneumonia sebesar Rp8,7 triliun, tuberkulosis Rp5,2 triliun, PPOK Rp1,8 triliun, asma Rp1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar.