I-pop jangan sekadar meniru K-pop
Fenomena Korean pop (K-pop) sudah mewabah ke seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia. Gejala K-pop menjalar seiring perkembangan internet.
Dosen Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Suray Agung Nugroho mengatakan, orang-orang Korea selalu merasa tak punya potensi apapun yang bisa mereka tonjolkan di dunia, sebelum K-pop sukses.
“Mereka selalu merasa rendah diri dibandingkan tetangga-tetangga mereka secara kebudayaan, seperti China dan Jepang. Jadi, ketika mereka menemukan K-pop itu adalah hal yang sangat mereka jaga,” katanya saat dihubungi, Rabu (13/3).
Keberhasilan K-pop di jagat musik dan kebudayaan dunia berkontribusi meningkatkan citra Korea dan membuat pengaruh positif pada perekonomian mereka. Agensi-agensi hiburan di Korea yang menaungi girl band dan boy band pun menjamur di Negeri Ginseng.
YG Entertainment, Starship Entertainment, Plan A Entertainment, dan Big Hit Entertainment merupakan agensi-agensi yang populer.
Suray melanjutkan, untuk menjaga citra artis mereka di hadapan fannya, setiap artis dipantau aktivitasnya, seperti kesehatan, perawatan kecantikan, dan tata cara berperilaku di hadapan fan. Bahkan, ada yang dilarang berpacaran.
“Karena kalau mereka diketahui tidak single lagi oleh fan, itu akan mengurangi popularitas yang dimiliki, karena fan tidak lagi merasa sebagai pemilik tunggal. Meski ada juga yang mendukung,” tuturnya.
Suray berpandangan K-pop ini sebuah industri yang unik. Menurutnya, ketika industri ini menyebar ke seluruh dunia, orang mengenal mereka dengan sebutan “K-pop”, dengan identitas Korea.
Menurutnya, hal ini berbeda dengan negara lain. Misalnya, penyanyi asal Amerika Serikat, seperti Ariana Grande dan Adele, orang lebih mengenal mereka sebagai identitas diri sendiri, bukan identitas Amerika.
Menciptakan I-pop
Fenomena K-pop pun menggejala di Indonesia. Bukan hanya banyaknya fan, sejumlah perusahaan ingin mengadaptasi K-pop ke dalam industri musik Indonesia.
Baru-baru ini, Transmedia menggandeng SM Entertainment untuk sebuah proyek yang dinamakan I-pop, akronim dari Pop Indonesia. Penyanyi Indonesia Rossa ditunjuk sebagai artis pertama di bawah naungan Transmedia dan SM Entertainment.
Rossa direncanakan berkolaborasi dengan personel Super Junior, Leeteuk.
Menurut pengamat musik Bens Leo, hal ini merupakan sebuah langkah bagus yang dilakukan institusi industri di Indonesia. Bens mengatakan, usai euforia adaptasi K-pop yang sempat muncul tujuh tahun lalu. Namun, redup karena kurang diterima publik.
“Ini mungkin momen di mana artis Indonesia dapat belajar dari artis-artis luar. Menyerap ilmunya dan belajar bagaimana mereka membangun industri musik,” katanya.
Sebelum wacana I-pop ini muncul, menurutnya, Indonesia hanya menjiplak kemasannya saja, tanpa belajar bagaimana mengelola dan mempromosikannya dengan baik. Bens berharap, kolaborasi semacam ini makin banyak.
“Saya juga pernah mengusulkan agar artis-artis yang manggung di Indonesia dapat didampingi oleh artis lokal untuk tampil, ini akan jadi momen untuk belajar,” tuturnya.
Bens melanjutkan, saat ini pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sudah mulai memfasilitasi perkembangan industri budaya Indonesia, baik itu musik, film, maupun kuliner. Menurut Bens, K-pop sangat didukung perkembangannya oleh pemerintah Korea.
“Nah, sekarang kita juga sudah mulai. Di samping Kementerian Pariwisata juga ada Bekraf. Tinggal bagaimana mengatur strateginya saja,” ujarnya.
Di sisi lain, Suray Agung Nugroho berpendapat, dengan jumlah suku dan budaya Indonesia yang kaya, seharusnya negara kita bisa membangun industri budayanya, setara dengan K-pop. Sebab, pilihannya menjadi beragam.
“Tinggal bagaimana kemasan dan cara mempromosikannya saja. Tarian Aceh di pembukaan Asian Games kemarin kan sempat mencuri perhatian, tapi sayang hanya sebulan itu saja,” tuturnya.
Suray pun mengingatkan, untuk bisa membangun I-pop, tak perlu meniru model girl band atau boy band K-pop, karena hal itu dapat dengan mudah ditebak sebagai gaya Korea.
“Tetap saja dengan gaya Indonesia. Biar punya identitas sendiri. Saya sering lihat I-pop reaction di Youtube dari orang luar, dan itu sambutan mereka bagus kok,” ucapnya.
Rasa tanggung jawab
Menanggapi kasus salah seorang personel K-pop Big Bang, Seungri, yang diduga terlibat penyediaan perempuan panggilan untuk layanan seks, Suray mengatakan, sebaiknya semua artis Korea lebih berhati-hati dalam bersikap. Ia menuturkan, mereka bukan hanya membawa nama band atau diri sendiri.
“Tapi juga nama Korea,” ujarnya.
Sebagai catatan, pada 10 Maret 2019, Seungri sudah ditetapkan sebagai tersangka, karena melanggar undang-undang antiprostitusi dan tindakan terkait lainnya. Rabu (13/3) agensi yang menaungi Big Bang, YG Entertainment meminta maaf kepada semua pihak, dan mengumumkan pemutusan kontrak kepada Seungri.
Sehari sebelumnya, pria yang bernama asli Lee Seung-hyun itupun sudah meminta maaf, dan menyatakan mengundurkan diri dari agensi tersebut.
Lebih lanjut, Suray mengatakan skandal yang menimpa Seungri akan sangat menjadi perhatian dari manajemen dan pelaku industri musik K-Pop. Menurutnya, pengunduran diri Seungri dari Big Bang, lantas diikuti pemutusan kontrak oleh agensi naungan boy band itu YG Entertainment, Rabu (13/3), tak ada hubungannya dengan budaya malu yang warga Korea miliki.
“Pengunduran diri ini lebih dilihat sebagai untuk menjaga nama baik manajemen saja dan untuk kepentingan industri,” kata Suray.
Lebih jauh, Suray mengungkapkan, budaya malu Korea berbeda dengan Jepang. Menurut dia, Jepang punya tradisi seppuku. Seppuku adalah bentuk ritual bunuh diri dengan cara merobek perut untuk memulihkan nama baik, setelah kegagalan saat melaksanakan tugas atau kesalahan kepentingan rakyat. Dahulu, ritual ini kerap dilakukan samurai.
Sementara itu, Bens Leo mengatakan, kasus pengunduran diri personel grup musik yang tersandung sebuah kasus juga banyak terjadi di dalam industri musik Indonesia.
“Misalnya Sammy Simorangkir dengan Kerispatih dan Ari Lasso dengan Dewa 19, mereka juga keluar atau dikeluarkan dari band karena tersandung kasus narkoba,” katanya.
Ia berpendapat, keputusan keluar merupakan rasa tanggung jawab personal kepada publik. Namun, menurut Bens, dalam banyak kasus para artis yang terlibat skandal ini pada akhirnya tetap dapat diterima oleh masyarakat dan band lamanya.
“Ari Lasso baru-baru ini membuat konser reuni bersama band Dewa dan Sammy juga pernah konser reuni dengan Kerispatih. Itu karena orang kangen dengan mereka, dan ingin melihat lagi,” tuturnya.