Bukan hanya bakteri yang menjadi satu-satunya patogen yang bermutasi dan menjadi kekhawatiran situasi kesehatan global. Infeksi jamur yang beradaptasi di luar jangkauan pengobatan, menurut para peneliti juga dapat menyebabkan pandemi senyap yang perlu segera ditangani.
Hasil penelitian itu terbit di jurnal The Lancet (September, 2024). Menurut ahli biologi mulekuler dari University of Manchester, Norman van Rhijn, yang terlibat dalam penelitian itu, dikutip dari Science Alert, ancaman patogen jamur dan resistansi antijamur, meski merupakan masalah global yang berkembang, tetapi kerap diabaikan.
Tanpa perhatian dan tindakan segera, tulis Science Alert, beberapa infeksi jamur yang sangat berbahaya, yang sudah menginfeksi 6,5 juta orang per tahun dan merenggut 3,8 juta jiwa setiap tahun, bisa menjadi lebih berbahaya lagi.
“Fokus yang tidak proporsional pada bakteri mengkhawatirkan karena banyak masalah resistensi obat selama beberapa dekade terakhir adalah akibat dari penyakit jamur invasif, yang sebagian besar kurang dikenali masyarakat dan pemerintah,” tulis van Rhijn dan rekan-rekannya yang berasal dari berbagai lembaga di China, Belanda, Austria, Australia, Spanyol, Inggris, Brasil, Amerika Serikat, India, Turki, dan Uganda.
Pada Oktober 2022 lalu, World Health Organization (WHO) merilis daftar patogen jamur yang menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat dunia bertajuk Fungal Priority Pathogens List (FPPL). Hal ini merupakan upaya global pertama yang secara sistematis memprioritaskan patogen jamur.
Menurut WHO, patogen jamur merupakan ancaman utama bagi kesehatan masyarakat karena jumlahnya semakin banyak dan resistan terhadap pengobatan. Saat ini, hanya ada empat golongan obat antijamur yang tersedia. Sebagian besar patogen jamur tak punya diagnostik yang cepat dan sensitif.
Bentuk invasif dari infeksi jamur ini, tulis WHO, sering menyerang pasien yang sakit parah dan mereka yang memiliki kondisi terkait sistem kekebalan tubuh yang serius. Populasi yang paling berisiko terkena infeksi jamur invasif termasuk mereka yang menderita kanker, HIV/AIDS, transplantasi organ, penyakit pernapasan kronis, dan infeksi tuberkulosis.
“Bukti yang muncul menunjukkan insiden dan jangkauan geografis penyakit jamur meluas di seluruh dunia akibat pemanasan global, peningkatan perjalanan, dan perdagangan internasional,” tulis WHO.
“Selama pandemi Covid-19, insiden infeksi jamur invasif yang dilaporkan meningkat secara signifikan di antara pasien yang dirawat di rumah sakit.”
Laporan FPPL WHO sendiri menggarisbawahi strategi bagi para pembuat kebijakan, profesional kesehatan masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Tindakan utama yang direkomendasikan difokuskan pada memperkuat kapasitas laboratorium dan pengawasan; mempertahankan investasi dalam penelitian, pengembangan, dan inovasi; serta meningkatkan intervensi kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian.
Science Alert menyebut, patogen yang dianggap paling berbahaya bagi kesehatan manusia termasuk Aspergillus fumigatus, yang berasal dari jamur dan menginfeksi sistem pernapasan; Candida, yang dapat menyebabkan infeksi ragi; Nakaseomyces glabratus, yang bisa menginfeksi saluran urogenital atau aliran darah; serta Trichophyton indotineae, yang dapat menginfeksi kulit, rambut, dan kuku.
Dibandingkan bakteri atau virus, jamur merupakan organisme yang lebih rumit. Strukturnya paling mirip dengan hewan. Hal itu membuat para ilmuwan semakin sulit dan mahal untuk mengembangkan obat yang dapat membunuh sel jamur, tanpa merusak sel penting lainnya dalam tubuh.
Van Rhijn dan rekan-rekan pun prihatin dengan praktik pertanian yang berkontribusi terhadap masalah ini. Fungisida yang digunakan dalam pertanian, bisa menyebabkan resistensi silang pada jamur yang menyerang manusia.
Medscape menulis ada sekitar 150.000 spesies jamur yang telah dideskripsikan, tetapi jutaan spesies lainnya masih dalam pencarian. Jamur banyak ditemukan dalam bahan organik yang membusuk, tanah, atau kotoran hewan. Beberapa jamur berkembang di rumah sakit dan tumbuh dalam mikrobioma manusia. Hampir 300 spesies telah diklasifikasikan sebagai patogen pada manusia, meski jumlah tersebut bisa saja terus bertambah.
Kekhawatiran infeksi jamur mirip pandemi Covid-19, disebut ahli biologi, doktor ilmu biomedis, dan spesialis mikologi medis dari National Autonomous University of Mexico, Edith Sanchez Paredes kepada Medscape kemungkinan akan sulit terjadi.
“Karena cara penularan infeksi jamur tidak terjadi dari orang ke orang, dalam kebanyakan kasus,” ujar Paredes kepada Medscape.
Ahli mikologi medis di unit mikologi Rumah Sakit Penyakit Menular Francisco Javier Muniz di Buenos Aires, Argentina, Fernando Messina pun yakin, dalam jangka pendek pandemi yang disebabkan oleh jamur tidak mungkin terjadi. Namun, jika memang terjadi, ia percaya hal itu bakal membawa dampak pada sistem pelayanan keseahtan di wilayah yang infrastrukturnya belum siap.
“Secara umum, kita memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap situasi atau perubahan apa pun yang merugikan, meski jelas bahwa kita membutuhkan lebih banyak dokter, ahli biokimia, dan ahli mikrobiologi yang terlatih dalam mikologi,” ujar Messina kepada Medscape.