close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay
icon caption
Ilustrasi. Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 22 September 2021 14:47

Ini penjelasan pakar mengenai belum terkenalnya olahan kentang

Padahal kentang tidak hanya enak saat dimakan, tetapi juga kaya akan gizi yang baik untuk kesehatan.
swipe

Indonesia merupakan negara kaya akan keanekaragaman hayati, yang secara umum memiliki potensi ketahanan pangan optimal. Indonesia menjadi negara nomor tiga di Dunia, dengan potensi sumber daya pangan terbesar, terdapat lebih dari 77 jenis pangan sumber karbohidrat Indonesia salah satunya adalah kentang. 

Seperti yang kita ketahui, kentang tidak hanya enak saat dimakan, tetapi juga kaya akan gizi yang baik untuk kesehatan. Keragaman jenis kentang yang bermacam, serta lahan budi daya kentang yang sangat luas dan cocok, membuat Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi terutama dalam produksi dan pengolahan kentang, Baik dari segi pangan maupun Industri. Terlebih, kini banyak olahan dari kentang yang bisa dijadikan sebagai lahan bisnis. Seperti keripik kentang, donat kentang, bolu kentang, dan masih banyak lagi.

Sayangnya dalam proses ini, Indonesia masih belum optimal dan kerap kali terkendala. Dalam acara bincang yang diselenggarakan oleh Sinar Tani dan Badan Ketahanan Pangan, Guru Besar Universitas IPB & Ahli dan Pemulia kentang Suharsono  secara virtual, pada Rabu (22/9) memaparkan, beberapa kendala yang masih terjadi dalam proses kelola dan budi daya kentang antara lain:

1. Biaya produksi umbi yang mahal.
Hama dan penyakit serta bibit yang dipakai, kedua hal ini sangat berhubungan dan berpengaruh pada biaya produksi. Sulitnya mendapatkan bibit yang unggul membuat harga bibit tersebut menjadi mahal. 

2. Area pertanaman yang terbatas. 
Kendala ini terjadi karena kentang yang hanya bisa di tanam di dataran tinggi. Oleh karena itu, cukup sulit untuk mengembangkan kentang, jika bukan di dataran tinggi.

3.Infrastruktur relatif terbatas.
Infrastruktur yang dimaksudkan adalah dalam hal Irigasi dan transportasi. Letak area pertanaman yang berada di dataran tinggi membuat aksesnya menjadi relatif sulit.

4. Adanya impor. 
Impor masih menjadi permasalahan yang menjadi pertentangan, antara menjadi sebab dan akibat. Bibit lokal yang kurang bermutu, terpaksa membuat kita harus melakukan impor. Namun, hal ini juga berefek terhadap pengembangan bibit lokal. Bibit lokal menjadi tidak berkembang, karena sudah terbiasa dengan bibit impor.

5. Industri yang terbatas.
Hingga saat ini industri benih, industri pengolahan, dan jenis produksi olahan seperti keripik, masih sedikit. Meski sudah ada, namun untuk pengolahan jenis seperti french fries, dan lainnya masih perlu dikembangkan.

6. Pemahaman masyarakat dan juga para pelaku usaha/UMKM
Banyak dari masyarakat maupun pelaku usaha berbahan dasar kentang, masih belum bisa membedakan jenis kentang dan melakukan pengolahan yang baik. Kentang terbagi menjadi dua, yaitu kentang sayur, dan juga kentang industri. Akan tetapi pada penerapannya kerap kali kentang sayur yang biasa digunakan untuk sop, mashed potato, justru dijadikan sebagai olahan keripik. Tentunya hal ini juga, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas produk olahan kentang.

Oleh karena itu, dibutuhkan adanya strategi untuk mengembangkannya. “Yang pertama harus mengembangkan industri pengolahan atau pasar bagi konsumen. Karena tanpa itu petani akan enggan menanam. Selain itu, juga harus meningkatkan kapasitas produksi. Jenis pengolahannya juga harus ditingkatkan, konsumennya juga harus ditingkatkan,” uja Suharsono.

Pengolahan yang dimaksud adalah pengolahan kentang industri yang dapat dijadikan beragam jenis makanan, seperti french fries, mashed potato, hash brown, wedges, dan masih banyak lagi. Sebab, nyatanya pengolahan menu berbahan kentang tersebut masih belum banyak dilakukan di Indonesia.

Ia pun menambahkan perlu adanya peningkatan produksi umbi segar, dengan cara meningkatkan luas area lahan penanaman kentang, dengan infrastruktur yang baik pula. Dengan meningkatnya luas area, maka akan berpengaruh pula pada peningkatan produktivitas. Pengembangan industri dan juga perakitan varietas baru, yang disesuaikan dengan kebutuhan industri/konsumen juga akan membantu meningkatkan potensi kentang di Indonesia.

Tidak hanya itu, kendala yang sering ditemui adalah pemikiran masyarakat akan kentang. Pemikiran akan nasi sebagai satu-satunya sumber karbohidrat, menjadi salah satu tantangan pengembangan kentang yang tidak optimal.

“Tantangan untuk merubah mindset atau pola konsumsi masyarakat Indonesia yang masih menomorsatukan beras sebagai pangan pokok dalam kesehariannya kita geser ke karbohidrat lainnya sehingga kita tidak terus bergantung,” ujar Plt Kepala Badan Ketahanan Pangan Sarwo Edhy, secara virtual dalam kesempatan yang sama.

Sehingga perlu adanya sosialisasi dan inovasi baru, agar secara bersama, baik masyarakat, pemerintah, maupun petani dan industri kentang, dapat mengolah kentang secara baik dan bervariatif, serta tentunya disukai banyak orang. Sehingga, bisa merubah mindset atau pola konsumsi masyarakat Indonesia, yang masih menomorsatukan beras sebagai pangan pokok dalam kesehariannya.

Edhy pun berharap dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran seluruh masyarakat akan pentingnya konsumsi pangan lokal, khususnya dapat membuat kualitas konsumsi pangan dan mencapai kesehatan yang optimal.

img
Clarissa Ethania
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan