Anda tentu tahu, merokok merupakan aktivitas yang berbahaya. Banyak studi klinis juga membuktikan merokok merupakan penyebab utama kematian akibat penyakit kardiovaskular, serta meningkatkan angka kejadian penyakit jantung, koroner, dan lain-lain.
Setiap 31 Mei, diperingati sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini mengangkat tema tembakau, serta dampaknya terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) dengan slogan Tobacco Breaks Heart: Choose Health, Not Tobacco.
Sejalan dengan hal ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dan Yayasan Jantung Indonesia menggelar konferensi pers. Dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Jakarta Barat, Selasa (5/6) dijabarkan banyak sekali fakta tentang merokok.
Inilah fakta memprihatinkan tentang merokok di Indonesia dan penyakit yang menyertainya sebagai berikut:
Pertama, menurut data WHO pada 2015, lebih dari sepertiga anak laki-laki usia 13-15 tahun merokok. Lebih dari 3,9 juta anak (antara usia 10 dan 14 tahun) menjadi perokok setiap tahun.
Setidaknya 239.000 anak di bawah umur 10 tahun sudah mulai merokok. Artinya, lebih dari 40 juta anak di bawah lima tahun menjadi perokok pasif. Menurut WHO, risiko kanker paru-paru meningkat pada perokok pasif sekitar 20-30%, dan risiko penyakit jantung sekitar 25-35%.
Kedua, berdasarkan data BPJS Kesehatan negara mengelontorkan dana Rp 6,5 triliun periode Januari-September 2017 untuk membiayai tujuh juta kasus penyakit jantung di Indonesia. Jumlah kasus penyakit jantung pada 2017 bertambah dibandingkan tahun sebelumnya.
dr Ade Meidian Ambari SpJP FIHA dalam konferensi pers tersebut mengatakan bahwa, fakta tersebut menunjukkan penyakit jantung menempati peringkat tertinggi pembiayaan penyakit katastropik di Indonesia. Penyakit katastropik, yaitu penyakit yang berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat terjadi ancaman yang membahayakan jiwa.
Ada delapan penyakit yang termasuk penyakit katastropik dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Rinciannya adalah: jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalassemia, leukemia, dan hemofilia.
Ketiga, sebagian besar perokok (sekitar 70%) berasal dari keluarga miskin dan usia produktif. Laksmiati A Hanafiah, Ketua III Yayasan Jantung Indonesia dan Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau sangat menyayangkan hal tersebut. Seharusnya uang yang digunakan untuk membeli rokok bisa dialokasikan untuk membeli makanan dan minuman yang berguna untuk keluarga.
Keempat, faktanya perokok bukan hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga orang di sekelilingnya yang menjadi perokok pasif dan third-hand smoker, yaitu mereka yang bersentuhan dengan benda yang terpapar asap rokok. Lebih dari 40 juta anak di bawah lima tahun menjadi perokok pasif.
Menurut WHO, risiko kanker paru-paru meningkat pada perokok pasif antara 20-30%, dan risiko penyakit jantung sekitar 25-35%.
Kelima, asap rokok meningkatkan risiko sindrom kematian bayi mendadak (SIDS). Selain itu, bisa menyebabkan problem kesehatan serius pada anak-anak, termasuk serangan asma berkali-kali dan parah, infeksi pernapasan, dan infeksi telinga.