Angelica Saraswati, 22 tahun, ingin seperti panutannya, Jerhemy Owen—kreator konten yang vokal memberikan edukasi tentang lingkungan dan energi terbarukan. Ia rajin mengedukasi lewat akun TikTok-nya @Bersamangie mengangkat isu soal sampah plastik.
“Saya lebih ngebahas soal, kayak apa yang bisa kita lakukan di sekitar kita gitu,” ujar Angie, sapaan akrabnya, kepada Alinea.id, Senin (25/3).
“Bagi saya, ya start from small things dulu sih. Mungkin ini cara saya, gimana lebih fokus kepada hal-hal yang bisa kita lakukan di sekitar kita, dengan reduce, reuse, dan recycle.”
Ia melihat, sampah plastik adalah masalah bersama. Menurutnya, sampah plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai. Dari sana, ia berinisiatif membuat konten edukasi mengenai cara untuk membantu mengurangi penggunaan plastik.
“Itu efektif menurut saya, bahkan pada akhirnya sampah itu bisa digunakan untuk hal lain atau (diubah menjadi) barang baru gitu,” ujar dia.
“Istilahnya kayak roda berputar, tapi tidak terputus sampai di TPA (tempat pembuangan akhir) doang.”
Sepengetahuan Angie, beberapa jenis sampah plastik bisa dijual di bank sampah atau pemulung. Namun, ia sendiri memilih cara lain untuk membuang sampah plastik.
Ia memanfaatkan ponselnya dan memilih aplikasi jasa penyetor sampah plastik. Nantinya, sampah plastik bakal dijemput pihak penyedia jasa untuk diangkut. Perusahaan yang bisa membantu orang menyetorkan sampah plastiknya, misalnya Rekosistem, Octopus, atau Duitin.
“Saya tahu mereka sudah pasti ngebuat bisnisnya sudah nyampe di ujung (hasilnya) gimana. Mereka tahu gitu apa yang mereka akan lakukan dengan sampah-sampah (plastik),” tutur Angie.
Penanganan sampah plastik menjadi problem pemerintah. Merujuk data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2023 dari 96 kabupaten/kota se-Indonesia terdapat 19.560.111,17 ton per tahun timbulan sampah. Sampah yang terkelola sebesar 65,93% setara 12.895.619,57 ton per tahun, sedangkan yang tak terkelola 34,07% atau 6.664.491,60 ton per tahun. Sementara menurut jenisnya, terbesar adalah sampah sisa makanan 41,4%, diikuti sampah plastik 18,6%.
Salah satu perusahaan yang memanfaatkan sampah plastik untuk didaur ulang adalah WeDoo, yang didirikan pada 2018 di Bali. WeeDoo menciptakan mesin khusus pencacah sampah, seperti kayu, kaca, dan plastik. Perusahaan ini bekerja sama dengan sekolah, hotel, hingga lembaga swadaya masyarakat untuk mengurangi sampah, dengan memanfaatkan mesin-mesin pengolahan. Mesin itu berkapasitas kira-kira 200-400 kilogram per jam.
“Jadi tujuannya adalah supaya klien kita bisa menciptakan ekonomi circular village di lingkungan mereka sendiri,” ujar pendiri WeDoo, Valerine Chandrakesuma saat dihubungi, Selasa (26/3).
Menurut Valerine, WeDoo fokus membuat pengadaan mesin-mesin daur ulang sampah di pulau-pulau kecil. Misalnya ke Raja Ampat, Papua. Katanya, mesin-mesin itu bisa dimanfaatkan mengubah sampah menjadi sesuatu yang berguna.
“Aku mau mencoba untuk waste management ini lebih melokal,” kata dia.
“Kita ini mau berusaha supaya pengolahan sampah bisa sedekat mungkin dengan orang yang menghasilkan sampah itu. Jadi, bisa ditangani di skala desa dan bisa dijadikan uang.”
Selain membuat mesin, WeDoo pun memulai mendaur ulang sampah plastik menjadi produk bernilai guna, seperti kursi, papan nama usaha, gitar, hingga gesper. “Banyak (kolaborasi) sama arsitek-arsitek yang mau pakai papan plastik untuk jadi panel-panel desain,” ujar Valerine.
“Kita bisa bikinin membuat macam produk, dari yang kecil sampai yang besar. Banyak banget sampah yang ada, yang perlu diolah.”