close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengelola RPTRA Rustanti, Ahmad Sulaeman memeriksa bayam yang ditanam dengan sistem hidroponik di Rumah Susun Tanah Tinggi, Jakarta, Selasa (5/5/2020).Foto Antara/Dhemas Reviyanto/hp.
icon caption
Pengelola RPTRA Rustanti, Ahmad Sulaeman memeriksa bayam yang ditanam dengan sistem hidroponik di Rumah Susun Tanah Tinggi, Jakarta, Selasa (5/5/2020).Foto Antara/Dhemas Reviyanto/hp.
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 03 Juni 2020 19:24

Jaga ketahanan pangan selama pandemi dengan urban gardening

Urban gardening tak sekadar menghasilkan pangan sendiri, namun belajar menjaga lingkungan dan memulai sistem masyarakat yang memanusiakan.
swipe

Upaya pencegahan penyebaran Covid-19 telah mengubah rutinitas kita dengan membiasakan diri untuk tetap di rumah saja. Akibatnya tak sedikit usaha rumah makan atau restoran tutup, baik yang di gerai maupun mal. 

Selain itu, kebijakan pembatasan sosial juga membuat gerak para distributor dari petani ke pasar menjadi terbatas. Imbasnya, pangan yang dipanen petani selama pandemi pun tak tersalurkan. Tak hanya kalangan petani, masyarakat urban di perkotaan juga terkena imbasnya karena ketersediaan pangan menjadi terbatas.

Peneliti, musisi, dan pegiat urban gardening Rara Sekar, mengatakan, urban gardening menjadi alternatif selama di rumah saja. Menerapkan urban gardening dengan memanfaatkan lahan di rumah atau teknik penanaman yang vertikal, bisa menjadi alternatif untuk menghasilkan pangan secara mandiri.

Ia bercerita pengalamannya mengolah lahan depan rumahnya yang berukuran 4x4 meter menjadi kebun kecil.

"Kayak menjadi kebun kolektif. Siapa saja boleh menikmati, boleh makan. Kadang ada tetangga yang lewat dan suka tanya 'wah ini pohon kecipir, ya'," ujar Rara meniru pertanyaan tetangga rumahnya, saat menjadi salah satu pemantik dalam diskusi bertajuk "Zigzag: Bagaimana Berkontribusi Jaga Lingkungan Selama Masa Pandemi" yang diinisiasi oleh Yayasan Auriga Nusantara, KPK, Change.org, dan Tempo pada Rabu (3/6).

Bagi Rara Sekar berkebun bukanlah tujuan, melainkan medium untuk belajar.

"Berkebun adalah belajar cara menanam, membaca dan memahami relasi manusia dan alam, mengalami krisis, dan krisis lingkungan secara langsung," urainya. 

Ia berefleksi dari berkebun dan membagikannya kepada orang di sekitar, menjadi gerbang mewujudkan masyarakat yang punya ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya di saat krisis. Hal ini juga mewujudkan solidaritas dengan orang-orang sekeliling dan turut menumbuhkan kesadaran lingkungan.

Dalam ruang lingkup yang lebih besar, urban gardening secara mandiri dapat menjadi cara masyarakat melawan sistem ekonomi, sosial, dan budaya hari ini yang individualistis, eksploitatif, dan hanya berpihak pada segelintir orang yang diuntungkan dari akses kekuasaan yang sangat timpang.

"Hari gini yang mempunyai lahan hanya orang-orang yang punya privilese, punya uang, atau punya warisan tanah dari keluarga. Maka kita harus kreatif gimana supaya bisa tetap berkebun secara mandiri meski gak ada lahan, misalnya dengan teknik urban gardening dengan atau bahkan memanfaatkan lahan kosong pemerintah yang 'mati'," ucap Rara.

Untuk diketahui urban gardening merupakan konsep yang menjadikan lingkungan kembali alami, terutama di kawasan kota yang kondisinya sudah banyak diintervensi oleh bangunan industri, gedung-gedung pemerintahan, atau perumahan.

img
Firda Cynthia
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan