Jakarta Youth Choir: Banyak prestasi, minim perhatian
Pada 9 Maret 2019, kelompok paduan suara Jakarta Youth Choir menggelar konser bertajuk “Noi Siamo Amore” (Kami adalah Cinta) di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Konser ini digelar dalam dua babak penampilan, diselingi beberapa penyanyi tamu, seperti Barsena Bestandi, Olivia Pardede, Feby Debora, dan Oki Cahya Ramdhani. Babak pertama, para penonton dimanjakan lagu-lagu aransemen yang tenang, seperti “First Love”, “If”, “Sempurna”, “Untukku”, dan “Never Enough”.
Babak kedua pertunjukan, dinamika penyajian lagu semakin ekspresif dan atraktif. Untuk menikmati konser ini, penonton harus merogoh kocek Rp150.000 hingga Rp1 juta.
“Kami latihan dari jam 7 malam hingga jam 12 malam. Karena anggotanya kan dari mahasiswa dan pekerja, jadinya ngambil jam latihan sepulang aktivitas,” kata ketua panitia pertunjukan, Antonius Joseph, ditemui reporter Alinea.id di sela-sela acara, Sabtu (9/3).
Antonius mengatakan, konser malam itu sudah dipersiapkan sejak November 2018. Dalam konser malam itu, anggota Jakarta Youth Choir yang manggung berjumlah 71 orang, dipimpin choirmaster Septo Adi Kristanto Simanjuntak.
Prestasi kompetisi di luar negeri
Kelompok paduan suara ini terbentuk pada Juli 2015. Jakarta Youth Choir merupakan grup binaan Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov DKI Jakarta (Dispora DKI Jakarta).
Pelatih dan choirmaster Jakarta Youth Choir Septo Adi Kristanto Simanjuntak mengatakan, awalnya Jakarta Youth Choir terbentuk dari program Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta, yang mengadakan program pertukaran pemuda antarnegara (PPAN) pada 2015.
Lantas, para peserta diwajibkan menjalani pertunjukan langsung di kawasan kumuh Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Kemudian, mereka membuat sebuah kelompok paduan suara bersama anak-anak yang tinggal di kawasan itu untuk pentaskan di sana.
“Dari sana saya diskusi dengan Pak Limbong (Kepala Seksi Pemberdayaan Pemuda Dispora DKI Jakarta Ponirin Ariadi Limbong) kenapa tidak bikin juga kelompok paduan suara (profesional),” kata Septo di Teater Besar, TIM, Jakarta, Sabtu (9/3).
Beranjak dari sana, Septo yang juga merupakan alumnus program PPAN 2013 itu mengatakan rekrutmen. Akhirnya, Jakarta Youth Choir pun berhasil terbentuk.
Usai menjajal pentas di beberapa kota, mereka memberanikan diri mencoba ikut lomba paduan suara di luar negeri. Usaha ini tak sia-sia. Pada 2016, mereka berhasil meraih medali emas kategori folklore di kompetisi Lanna International Choir Competition 2016 di Thailand. Anggota Jakarta Youth Choir yang dibawa ke ajang ini sebanyak 32 orang.
“Waktu itu memang mau nembak kompetisi-kompetisi saja, karena kan saingannya (di Indonesia) banyak dan bagus-bagus, juga jadi kalau mau namanya dikenal harus ikut yang kompetisi,” tutur Septo.
Dari sana, Jakarta Youth Choir mulai dikenal. Jumlah anggotanya pun bertambah. Kini, anggota Jakarta Youth Choir sebanyak 132 orang, dengan anggota aktif sebanyak 70 hingga 80 orang.
Prestasi di luar negeri pun mereka menangkan. Pada International Choral Festival Orientale Concentus ke-11 di Singapura 2018, mereka meraih medali emas kelas II untuk kategori folksong dan mixed voices open, dan outstanding performance of a contemporary work.
Selain itu, beberapa anggotanya ikut menjadi perwakilan dalam ajang paduan suara di China.
Terbaru, Jakarta Youth Choir berhasil menyabet lima medali emas untuk lima kategori sekaligus dalam kompetisi International Festival Chorus Inside Advent ke-34 di Roma, Italia.
Mereka menyingkirkan peserta dari Kroasia, Romania, Prancis, Amerika Serikat, Ghana, Polandia, Rusia, dan Italia. Jakarta Youth Choir pun menjadi satu-satunya peserta sepanjang sejarah kompetisi yang bisa meraih nilai sempurna.
“Kami menang mungkin karena penampilan yang eksentrik, satu-satunya perwakilan dari Asia, dan sebagian besar penyanyi kami berjilbab. Padahal membawakan lagu sakral umat Katolik dan dinyanyikan di salah satu gereja tertua di Roma,” kata Septo.
Saat itu, mereka membawakan lagu “O'Nata Lux”, “Gloria Patri”, dan “Cantate Domino”.
Sebagai salah seorang penyanyi yang ikut ke Roma, Antonius Joseph merasa sangat bangga. Ia mengaku, tak pernah menyangka akan bisa berkunjung ke kota impiannya.
“Roma adalah impian saya sejak SMP dan enggak pernah kepikiran bakal ke sana dengan cara apa. Ternyata malah dengan kompetisi paduan suara dan menang pula,” tuturnya.
Antonius mengatakan, saat itu persiapan menuju kompetisi di Roma relatif singkat. Hanya dua bulan.
“Tapi kami yakin waktu itu bakal meraih juara, karena kami menampilkan sesuatu yang berbeda, dari kostum, koreografi, dan susunan pemain,” katanya.
Cari dana sendiri
Meski berada dalam naungan Dispora DKI Jakarta, tetapi Jakarta Youth Choir belum dapat dukungan penuh dari Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat. Menurut Septo, untuk ikut kompetisi di luar negeri, mereka harus mencari sponsor dan pendanaan secara mandiri.
Bahkan, untuk ikut kompetisi di Singapura, yang hendak dijadikan agenda rutin, Septo mengaku, harus mengeluarkan kocek pribadi.
“Dari dinas sih kami mendapatkan fasilitas tempat latihan gratis, tapi untuk ajang kompetisi biasanya kami masih mencari pendanaan sendiri,” ujar Septo.
Sementara itu, menurut Antonius Joseph, usaha mencari sponsor untuk mendanai kegiatan mereka, merupakan salah satu kendala beraktivitas. Menurutnya, untuk latihan dan menyewa kostum, mereka pun mengusahakan sendiri dengan cara patungan.
Untuk latihan sendiri dan penyewaan kostum, katanya, mereka biasanya mengusahakan sendiri dengan cara berpatungan.
“Kecuali yang kompetisi di Roma kemarin. Kalau itu kita mendapatkan bantuan dana dari Pemprov DKI Jakarta,” ucapnya.
Meski begitu, Jakarta Youth Choir tetap menjalani aktivitas dan berkarya. Septo mengatakan, satu-satunya yang mempertahankan Jakarta Youth Choir adalah rasa cinta satu sama lain anggotanya.
“Kalau bukan karena rasa cinta itu, mungkin enggak jalan lagi deh,” kata Septo.