Ide gila Harry Citradi bikin musik dari Google Translate
Harry Citradi bangun seperti biasa pada 11 September 2017. Saat itu pukul tujuh, dan dia masih merasakan kantuk setelah terlelap sekitar pukul tiga dini hari.
Dia memaksakan diri untuk beranjak dari tempat tidur. Bagaimanapun, ia harus bekerja. Meregangkan badan, lalu meraih handphone yang sengaja diletakkan tak jauh darinya. "Ada apa?" batinnya.
Hari itu, banyak sekali notifikasi masuk di handphone-nya. Di instagram, video yang diunggahnya di akun @harrycitradi, mendapat banyak sekali like. Dia kemudian meng-klik aplikasi Youtube dan menuju channel Youtube-nya, @heiakim Music.
Begitu banyak like, dan subscriber-nya pun meningkat. Juga ada banyak komentar masuk. Ia baca satu per satu.
"Haha, nice music! Keep it up!?"
"What Editing software??"
"AAAAAAAAAHHH this sounds too good! Make this a proper song plz!?"
"In Japan, they use Vocaloid to make music.
This guy here uses freakin' Google Translate.
10/10?"
Nyaris semuanya apresiasi. Harry merasakan kegembiraan luar biasa. Setelah tiga tahun terakhir cukup aktif mengunggah video musiknya di Youtube, baru kali ini ia mendapat begitu banyak komentar. Mayoritas memberi pujian.
Dengan perasaan gembira dan bertanya-tanya apa gerangan yang membuat video "Hotto Dogu" itu mendapat banyak perhatian, Harry membalas satu per satu komentar tersebut. Namun, like dan komentar yang diterimanya terus bertambah.
"9gag fam is here. We'll get you up, don't worry!?"
"9gag army is coming, yeah boii?"
"Oh, 9gag," gumam Harry.
Harry Citradi. (Benny Malik/Alinea).
9gag merujuk pada 9gag.com. Ia adalah sebuah situs berisi konten-konten komedi dalam berbagai media visual, gambar atau video. Rupa-rupanya, video musik Harry diposting di situs yang berbasis di Hongkong tersebut.
Adalah pemilik akun Awesome di 9gag.com yang mengunggah video musik Harry. Awesome menuliskan judul "HotDog Song" untuk video tersebut. Pada unggahan Awesome, video Harry mendapat 13.384 poin dengan 361 komentar.
Tak heran jumlah kunjungan ke channel Youtube-nya begitu jauh dari hari-hari sebelumnya. Harry pun sudah tak sanggup lagi menjawab satu per satu komentar yang masuk.
Akun Floofy Bear yang mengunjungi video "Hotto Dogu" milik Harry, mencatat subscriber @heiakim Music bertambah dari 6.000 ke 8.000, hanya dalam waktu 30 menit. Padahal sebelum itu, ia hanya mendapat sekitar 3.000 subscriber sejak empat tahun akun itu dibuat.
"Itu dua hari gua ga ngantor, man. Gua baca semua komen-nya. Seneng banget, gua," kata Harry saat berbincang dengan saya, Rabu (26/9) lalu.
Video "Hotto Dogu" sebenarnya merupakan sebuah video panduan membuat lagu, dengan menggunakan Google Translate sebagai vokalisnya. Dalam lagu itu, suara yang digunakan adalah suara untuk bahasa Jepang. Liriknya sederhana dan agak konyol. Karenanya ia kerap mengundang senyum, kalau tidak tertawa.
I like hot dog. Because it is not a dog. Do you like hot dog?
eat, eat, eat hot dog. Hot dog, burger, coca cola.
Dikurangi panduan pembuatan, durasi lagunya hanya sekitar satu menit saja. Namun, banyaknya komentar yang meminta versi lengkap lagu itu, membuat Harry mengunggah versi panjangnya yang berdurasi sekitar 4 menit.
Saat diakses pada Kamis (11/10) pukul 18.42 WIB, video tersebut telah dilihat 8.009.115 kali. Sementara versi pertama hanya 1.253.805. Saat ini, channel Youtube @heiakim Music diikuti oleh 785.515 subscriber.
Selain itu, kreatifitas Harry juga menarik perhatian media asing. Jaringan media milik pemerintah Rusia, Sputnik, merupakan salah satu media yang memberitakannya.
Berawal dari sebuah keisengan
Pemuda kelahiran Lampung yang kerap disapa Akim ini bercerita, lagu "Hotto Dogu" terinspirasi dari sebuah video di Youtube, yang menyebut, orang Jepang melafalkan hot dog dengan hotto dogu. Iseng, dia mencoba membuktikannya dengan memakai Google Translate. Ternyata benar.
Dia mengaku tak menyangka keisengannya tersebut disukai banyak orang. Apresiasi yang diterimanya, menjadi motivasi untuk membuat karya lain.
Akim membuat video "Look What Google Translate Made Me Do", sebuah musik yang dibuat dari lagu penulis lagu dan penyanyi berkebangsaan Amerika Serikat, Taylor Swift, berjudul "Look What You Made Me Do". Akim menggabungkan vokal Swift dengan suara dari Google Translate untuk kalimat what you made me do, yang dilafalkan versi bahasa Jepang.
Ia masih membuat sejumlah karya lain yang serupa. Nuansa musik yang mirip, lirik sederhana yang dibuat untuk mengundang tawa, vokal Google Translate, dan bahasa Jepang. Akim mengaku sengaja melakukannya. Menurutnya, ini dilakukan untuk mengikuti sukses "Hotto Dogu".
Ia kemudian bereksplorasi dengan menggunakan bahasa lain. Pada lagu "Chicken Nugget", ia menggunakan vokal dari Google Translate dengan pelafalan bahasa Thailand. Belakangan, ia banyak membuat lagu dengan bahasa Inggris. Para penggemarnya juga meminta dia menggunakan bahasa asal mereka, termasuk bahasa Indonesia.
Soal pemilihan bahasa, Akim mengatakan bahasa Jepang di Google Translate merupakan bahasa yang paling enak untuk dipadu dengan musik. Bahkan dulu, kata dia, logat bahasa Jepang di Google Translate sudah terdengar berirama.
"Bahasa Indonesia sebenernya gua pengin pake, bahasa-bahasa lain juga pengin gua pake. Tapi nanti, kayanya," kata dia.
Selain dari bahasa, eksplorasi lain yang dilakukan Akim adalah dari segi vokal. Tak menggunakan Google Translate, melainkan mengambil suara dari video lain, orang atau bahkan binatang.
Belakangan, ia juga berkolaborasi dengan musisi lain untuk mengisi vokal dalam musiknya, seperti pada "Donut" (feat. @viakavish) dan "Brain Freeze" (feat. Amree). Via Kavish dan Amree diajak Akim untuk berkolaborasi melalui media sosial.
Warna musiknya juga berubah. Ini terlihat dari beberapa karya dia yang dibuat lebih "serius", dengan lirik yang tidak konyol, atau hanya musik tanpa lirik. Bagi saya, musik Akim seperti keripik kentang. Tipis, renyah, dan bikin nagih.
Akim menyadari perubahan itu. Namun, ia tampaknya tak mau benar-benar meninggalkan apa yang telah membuatnya "besar" seperti sekarang. Atau mungkin belum.
Buah kerja keras
Sukses yang didapat Akim saat ini, tidak didapat secara instan. Ia memang telah menggeluti dunia musik sejak masih duduk di bangku sekolah menengah. Namun, apa yang ia geluti saat itu, berbeda dengan yang ia tekuni kini.
Seperti kebanyakan remaja pecinta musik, ia memiliki sebuah band. Death metal, post-hardcore, adalah genre-genre musik yang ia mainkan saat itu. Akim bermain gitar dalam bandnya.
Harry Citradi. (Benny Malik/Alinea)
Ketertarikannya pada musik EDM (Electronic Dance Music), membuat Akim belajar bagaimana menciptakan karyanya sendiri. Ia menabung untuk membeli launchpad, sebuah alat untuk menciptakan aransemen lagu yang terhubung dengan software DAW (Digital Audio Workstation). Ia pun mempelajari software Ableton untuk mulai mengaransemen musiknya.
"Semua belajar dari Youtube. Semua-muanya gue belajar dari Youtube," katanya.
Akim merelakan waktu istirahatnya untuk mempelajari itu semua. Sehari-hari saat itu, ia bekerja dari pukul 08.00 sampai pukul 16.00 di sebuah perusahaan konsultan pajak sebagai staf akuntan. Setelah itu hingga pukul 21.00, dia menjalani kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Kemudian dari pukul 24.00 hingga pukul 03.00 dini hari, dia gunakan untuk belajar menggubah lagu.
"Itu berjalan sampai lima tahun," katanya.
Setelah karya-karyanya saat ini mendapat tempat di hati para penggemar, Akim mengaku bingung bagaimana mempertahankannya. Dia kerap bimbang saat hendak mengunggah karya barunya di Youtube, karena dibayangi kekhawatiran para subscriber-nya tak suka dengan karyanya itu.
Untuk itu, sebelum mengunggah karya baru, Akim saat ini melakukan dua kali proses penyaringan. Satu kali dilakukan oleh dirinya sendiri, satu lagi oleh timnya.
"Gua takut orang-orang nggak suka. Soalnya tujuan pertama gua itu pengin bikin orang-orang seneng. Setelah orang-orang subscribe ke gua, tapi pas dia lihat video gua dia nggak seneng, gua kecewa sendiri sama diri gua sendiri," kata Akim menjelaskan.
Pernah begitu?
"Sering banget," ucapnya.
Saat ini, Akim berharap dapat menciptakan lagu yang lebih "serius". Ia ingin mendapat seorang vokalis dengan karakter suara yang sesuai dengan musik yang dibuatnya.
Saat ini, itu menjadi pekerjaan sulit. Akim masih cukup rajin mencari penyanyi di media sosial untuk kemudian dia ajak berkolaborasi membawakan lagu karyanya. Namun selain penolakan, ia juga kerap diabaikan oleh orang yang dikontaknya.
"Visi gua tuh pengen jadi produser, seperti Marshmello, Avici, kaya mereka-mereka gitu, dengan vokalis yang berbeda-beda," katanya.