Pada Senin (11/12), musikus dangdut Rhoma Irama melakukan jumpa pers di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat. Dalam jumpa pers tersebut, pria berjuluk Raja Dangdut itu mengungkapkan keinginannya agar musik dangdut tercatat sebagai warisan budaya tak benda The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Menurut Rhoma, dangdut adalah musik yang sangat diminati. Maka, sepantasnya dijadikan warisan budaya tak benda Indonesia yang diusulkan ke UNESCO. Usulan ke UNESCO itu sepenuhnya sudah siap, hanya tinggal menunggu persetujuan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Hari itu, Rhoma juga mengumumkan perubahan nama Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia (PAMMI) menjadi Persatuan Artis Musik Dangdut Indonesia (PAMDI), dalam musyawarah nasional luar biasa. Perubahan nama organisasi yang dipimpin Rhoma itu atas saran dari Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, terkait diusulkannya dangdut sebagai warisan budaya tak benda Indonesia ke UNESCO.
Peneliti musik dangdut Michael Haryo Bagus Raditya menyambut baik diusulkannya dangdut masuk warisan budaya tak benda UNESCO.
“Karena dengan mengajukan dangdut, tentu dapat mengejawantahkan jika kebudayaan bukan hanya produk yang adiluhung dan berasal dari kerajaan saja,” kata Michael kepada Alinea.id, Sabtu (16/12).
“Tapi juga produk populer dan hidup bersama rakyat kita hingga hari ini.”
Pengajuan tersebut, ujar Michael, bermakna lebih dalam terkait mempertanyakan ulang apa itu budaya dan apa yang bisa kita sebut dengan budaya. Pengajuan ke UNESCO, sebut Michael, tentu tak serta merta dangdut menjadi dikenal dunia.
“Itu pikiran yang sangat naif,” ujar pendiri Dangdut Studies Center itu.
Namun, mendapatkan status warisan budaya tak benda dari UNESCO justru berguna untuk menguatkan status musik tersebut pada kekayaan kebudayaan Indonesia.
“Ini soal rekognisi (pengakuan),” kata penulis buku Dangdutan: Kumpulan Tulisan Dangdut dan Praktiknya di Masyarakat itu.
Michael menerangkan, rencana pengajuan dangdut ke UNESCO tersebut sudah disiapkan sejak 2021. Rencana pengajuan itu melibatkan banyak pihak, terutama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang menginisiasi dan mendorong ide tersebut. Organisasi PAMDI, kata Michael, punya peran besar sebagai mitra terkait.
“Jadi, rencana ini bukan rencana tunggal yang diajukan Rhoma Irama, melainkan bersama,” ujar Michael.
“Tim dari kementerian dan PAMDI juga sudah menyiapkan naskah terkait yang membuktikan bagaimana perjalanan dangdut dalam semesta Indonesia. Persoalannya, pihak pengaju yang harus saling berkoordinasi.”
Sebelumnya, pada 28 Agustus 2023 di Hotel Millenium, Jakarta Pusat dilakukan sidang penetapan dangdut sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud Ristek. Penetapan itu dilakukan setelah melalui evaluasi dan penyempurnaan berkas dari permohonan yang diajukan DPP PAMMI (sekarang PAMDI) lewat Dinas Kebudayaan DKI Jakarta yang didukung Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB).
Penetapan dangdut menjadi warisan budaya tak benda nasional juga merupakan salah satu syarat untuk melanjutkan pengajuan ke UNESCO. Tahun 2012, dangdut pernah didaftarkan untuk menjadi warisan budaya tak benda nasional oleh PAMMI, tetapi proses itu terhenti karena belum memenuhi salah satu syarat, yakni usia budaya minimal 50 tahun.
Ketika itu, dilansir dari Antara, Menteri Koordinator Rakyat Agung Laksono menyetujui usulan dangdut didaftarkan untuk mendapat pengakuan UNNESO. Para insan musik dangdut, lalu disarankan segera melakukan konsultasi dengan Kemendikbud, Kementerian Kepemudaan, dan Kementerian Kesejahteraan Rakyat.
Dikutip dari Antara, pada Minggu (26/11), Pemkot Jakarta Pusat lewat Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga menggelar acara “Dangdut Goes to Unesco” di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. DKI Jakarta sendiri sudah mendapat sertifikat warisan budaya tak benda dari Kemendikbud Ristek yang menyatakan dangdut berasal dari Jakarta.
“Konsep pengajuan yang telah disiapkan juga sudah rigid setahu saya,” tutur Michael.
“Rhoma Irama menjadi sosok di dalam sejarah dangdut yang justru akan menguraikan perjalanan dangdut.”
Menurut situs web UNESCO, warisan budaya tak benda mencakup tradisi atau ekspresi hidup yang diwarisi dari nenek moyang kita, seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial, ritual, acara perayaan, pengetahuan, dan keterampilan menghasilkan produk tradisional, dan praktik mengenai alam.
Bagi Michael, Rhoma sudah mengalami bagaimana musik dangdut berkembang dari generasi ke generasi. Dangdut diminati, populer, dan menjadi bagian generasi dari masa ke masa.
“Dangdut juga diajukan (ke UNESCO) karena ia tak sekadar musik, melainkan ekspresi, representasi, dan praktik yang terus berjalan lebih dari 50 tahun,” tutur Michael.
“Dangdut pun memberikan rasa identitas berkelanjutan pada masyarakatnya.”
Agar dapat diterima ke UNESCO, menurut Michael, koordinasi antarlembaga menjadi penting. Pekerjaan yang dilakukan pihak PAMDI dan Kemenparekraf sudah berjalan. Namun, diperlukan pula koordinasi dengan Kemendikbud Ristek.
“Dan hal itu akhirnya terjadi tahun ini,” kata Michael.