Lima kostum unik berwarna ngejreng terpajang di dalam ruang pamer Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. Kostum tersebut merupakan “seragam” manggung personel God Bless hasil rancangan mereka sendiri.
Pada 1970-an, God Bless identik dengan penampilan kostum glam rock—rock glamor, yakni subgenre musik rock pasca-hippi asal Britania Raya pada awal 1970-an, dengan ciri khas penyanyi dan pemusiknya memakai pakaian, rias wajah, dan model rambut yang serba gemerlap, serta sepatu bot berhak tinggi.
Rancangan kostum itu pun punya kisah. Disebutkan, demi mendapatkan aksesoris untuk pelengkap kostum, seperti ikat pinggang, kalung, dan gelang, Achmad Albar dan kawan-kawan berburu ke Pasar Senen, Jakarta Pusat. Sementara untuk sepatu, mereka memesan langsung ke pembuatnya di kawasan Cibaduyut, Bandung.
Kostum unik tadi hanya satu dari sekian banyak “artefak” yang dipamerkan dalam “Pameran Retrospektif God Bless 50 Tahun” di Galeri Nasional Indonesia. Pameran yang diadakan Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya dari 17 Februari hingga 1 Maret 2024 itu mengawinkan karya visual dengan teknologi.
Mengunjungi pameran ini, kita seperti dibawa menelusuri jejak 10 dekade grup rock legendaris God Bless berkarya. Saat masuk ke ruang pameran, pengunjung diperkenalkan dengan silsilah bongkar-pasang personel God Bless.
God Bless pertama kali diproklamirkan pada 5 Mei 1973, ketika penampilan perdana mereka di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kala itu, personelnya terdiri dari Achmad Albar (vokal), Jockie Soerjoprajogo (keyboard), Fuad Hassan (drum), Donny Fattah (bass), dan Ludwig Lemans (gitar).
Silsilah itu menjabarkan anggota God Bless sejak 1973 hingga 2012. Kini God Bless diisi Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fattah, Abadi Soesman, dan Fajar Satritama. Sebuah proyektor ditembakkan ke kain putih, menampilkan perjalanan bermusik band itu.
Lantas, terdapat rangkaian kaset, vinyl, dan compact disc yang berisi lagu-lagu God Bless. Grup musik rock itu mengeluarkan album debut bertajuk God Bless (1976), namun lebih populer disebut album Huma di Atas Bukit. Sebenarnya, lagu itu berasal dari film Laila Majenun (1975), yang dibintangi Achmad Albar.
“Bagian (pameran) favorit aku yang kaset pita, soalnya bisa denger lagi kan lagu-lagu God Bless pakai headphone. Jadi, rasanya lebih interaktif aja,” ujar salah seorang pengunjung pameran, Nazwa Namayra kepada Alinea.id, Selasa (20/2).
Poster-poster besar berisi profil personel God Bless terpampang pula. Para pengunjung bisa mengenal perjalanan hidup masing-masing anggota God Bless. Bahkan bagi mereka yang di era kejayaan God Bless belum lahir.
Meja hitam “wall of fame” memajang aneka penghargaan yang pernah diterima God Bless selama bermusik. Salah satu penghargaan yang diterima grup musik tersebut adalah AMI Lifetime Achievement Award pada 2009.
Ada studio mini, yang memamerkan alat musik yang pernah dipakai God Bless untuk manggung. Terdapat pula peralatan rekaman jadul, yang dahulu dipakai memproduksi karya-karya God Bless.
“Yang keren itu bagian (pameran) alat perekam yang mereka gunakan buat proses perekaman. Kita juga jadi bisa tahu, kalau misalkan alat-alat yang digunakan buat produksi itu sebenarnya enggak mudah, enggak kayak zaman sekarang,” kata seorang pengunjung, Selly Fristi, Selasa (20/2).
Kostum-kostum yang pernah dipakai sembilan personel yang pernah terlibat dalam rekaman album God Bless pada periode 1975 hingga 2024 tergantung di sebuah ruangan khusus. Potongan-potongan berita dan foto dari koran berisi sejumlah kegiatan God Bless selama 10 dekade terpampang dalam lorong terakhir ruang pamer.
“Potongan-potongan kertas koran yang diurut dari kertas tua, sudah rapuh sampai kertas yang masih bagus, kesannya ngebuat kita jadi berasa banget, memang perjalanan God Bless sudah sejauh ini,” kata Selly Fristi.