Jelajah racikan minuman herbal Nusantara dari wedang sampai sarabba
Apa yang lebih sempurna daripada perpaduan antara musim hujan dan kehangatan? Selain menggunakan baju hangat dan menikmati makanan berkuah, musim hujan yang sedang berlangsung identik dengan suasana hati melankolis dan santai sehingga enggan melakukan kegiatan sehari-hari.
Mulai dari mencuci dan menjemur pakaian, beranjak dari tempat tidur karena udara lebih dingin, bahkan menunda-nunda pekerjaan selagi work from home.
Di sisi lain, musim hujan juga dapat menimbulkan mati gaya ketika harus berada di rumah sepanjang waktu, bahkan harus waspada akan potensi banjir. Oleh karena itu, agar tetap produktif sekaligus menikmati musim hujan bersama keluarga, pasangan atau bahkan sendiri di rumah, mencoba meracik minuman herbal khas dari berbagai belahan Nusantara bisa menjadi pilihan menarik.
Bicara tentang minuman hangat, beberapa daerah di Indonesia memiliki cara tersendiri dalam meracik minuman yang dapat menghangatkan tubuh, terutama pada saat cuaca dingin selama musim hujan. Dengan memanfaatkan aneka rempah dan campuran bahan yang dapat memperkuat rasa, hasil racikan yang diperoleh dapat menciptakan rasa yang berbeda-beda serta memiliki banyak khasiat bagi tubuh, di antaranya memperlancar sirkulasi darah, meningkatkan fungsi jantung, dan menjaga daya tahan tubuh.
Yang tak kalah menarik, meski rata-rata memiliki citarasa manis sekaligus pedas, minuman herbal di setiap daerah justru memiliki sebutan dan cara pembuatan yang beragam, seperti bir pletok, bandrek, sekoteng, jamu, wedang, dan masih banyak lagi.
Di tanah Jawa, khususnya daerah Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur, minuman herbal hangat berbahan dasar jahe disebut sebagai wedang karena memiliki cita rasa pedas dan memberikan sensasi hangat saat diminum. Lebih dari sekadar rebusan air jahe, wedang juga dapat disajikan dengan racikan rempah yang berbeda-beda sehingga menciptakan citarasa tersendiri saat diseduh.
Wedang ronde di Solo, misalnya, banyak digemari karena memiliki perpaduan rasa manis yang kaya melalui sensasi kenyal dan gurih pada ronde isi kacang dan rebusan air jahe dengan campuran pandan, gula merah, serta serai. Selain dihiasi ronde atau bola-bola ketan rebus aneka warna, penyajian wedang ronde semakin meriah dengan kacang tanah sangrai, kolang-kaling, dan potongan roti. Karena pembuatannya membutuhkan banyak waktu untuk menguleni adonan ketan dan membuat isian kacang, wedang ronde cocok diseduh untuk menemani saat santai di akhir pekan.
Berbeda dari wedang ronde, wedang angsle umumnya ditemukan di Jawa Timur, dan hanya disajikan pada malam hari atau musim hujan. Racikan wedang angsle terdiri dari potongan roti, kacang sangrai, ketan hitam kukus, putu mayang dan kacang ijo yang disiram kuah berupa campuran air jahe, gula merah, pandan, serai dan santan kelapa. Walau racikannya sedikit mirip dengan wedang ronde, tekstur kuah pada wedang angsle sedikit lebih kental sehingga selain dapat menghangatkan tubuh, wedang angsle juga mengenyangkan dan mengembalikan energi untuk kembali beraktivitas, atau menjadi hidangan penutup di malam hari kalau tidak ingin makan besar. Bahan-bahan untuk membuat wedang angsle juga mudah ditemukan di pasar dan supermarket, dan cara meraciknya juga praktis sehingga tidak perlu pergi jauh-jauh ke Surabaya atau Malang demi mencicipi wedang angsle.
Lain di Jawa, lain pula sebutannya di pulau seberang. Di daerah Sulawesi Selatan, khususnya Makassar, minuman herbal yang menghangatkan tubuh disebut sebagai sarabba. Sarabba terbuat dari campuran jahe, kuning telur, santan, gula aren, dan merica bubuk sehingga ketika diseduh akan merasakan pedas dan manis, serta sensasi hangat di tubuh. Konon, secangkir sarabba yang kaya akan racikan rempah-rempah ini memiliki banyak khasiat bagi tubuh, di antaranya meningkatkan stamina, meredakan masuk angin, melegakan tenggorokan, bahkan mencegah flu.
Mengingat Makassar terletak di pesisir sehingga menimbulkan risiko terkena masuk angin, sarabba menjadi minuman pamungkas bagi masyarakat Makassar sejak lama untuk menjaga kesehatan sehingga mudah ditemukan di pinggir jalan.
Racikan sarabba memiliki keunikan tersendiri, dimana terdapat kuning telur mentah yang berkhasiat meningkatkan stamina sehingga teksturnya lebih kental. Supaya tidak tercium bau amis, ketika membuat sarabba kuning telur baru dimasukkan bersama merica ke dalam racikan setelah seluruh sari jahe keluar dan telah menyatu dengan santan dan gula aren, sehingga tertutup aroma jahe. Agar aroma rempah terasa pekat, selama pembuatan sarabba aduk perlahan selama 15-20 menit dengan api kecil sehingga seluruh bahan tercampur dengan baik.
Seiring waktu, racikan sarabba juga semakin bervariasi: bisa ditambah kuning telur, tanpa kuning telur, dan menambahkan susu agar lebih manis. Biasanya, sarabba dinikmati bersama pisang goreng, singkong goreng dan ubi goreng. Assi’pana[ Bahasa Bugis: Sangat enak]!
Apabila kurang puas membuat sarabba sendiri di rumah, PT Waskita Karya Realty (WSKR) menyajikan keramahtamahan khas Makassar melalui Teraskita Hotel Makassar yang berlokasi di pusat kota Daeng, Jl AP Pettarani No 88, Makassar.
“Dengan menghadirkan sarabba dalam menu spesial di Canting Restaurant sebagai gestur keramahtamahan dan perhatian kami, para tamu tidak hanya dapat menikmati suasana musim hujan di Makassar, tetapi juga merasakan khasiat dari minuman kesehatan yang selalu menjadi andalan masyarakat Makassar sejak lama.” pungkas Wirandoni Herlambang, Vice President Corporate Secretary Waskita Realty. dalam keterangan tertulisnya.