Jerat narkotika para pesohor dan kutukan ketenaran
Kepolisian kembali menangkap pesohor layar kaca karena diduga mengkonsumsi narkoba. Kali ini, giliran pesinetron Randa Septian yang digulung petugas. Aktor berusia 28 tahun itu diciduk di salah satu hotel di Jalan Raya Kuta, Badung, Bali sekitar pukul 20.00 WITA, Jumat (27/1) lalu.
"Dia (Randa) adalah artis nasional. Pemain sinetron di TV," kata Kanit l Satuan Resnarkoba Polresta Denpasar AKP Sutriono saat mengungkap penangkapan Randa di depan pewarta di Mapolresta Denpasar, Bali, Senin (31/1).
Dengan tambahan Randa, total sudah ada lima selebritas yang ditangkap polisi sepanjang Januari 2022. Sebelumnya, polisi menangkap komika Fico Fachriza, penyanyi sekaligus aktor Ardhito Pramono, pedangdut Velline Chu, dan pesinetron Naufal Samudra.
Sempat ditahan, Naufal kini dilepas polisi dengan status sebagai saksi. Petugas tidak menemukan barang bukti saat menggeledah kediaman pemeran Robby di sinetron Mermaid In Love itu. Polisi hanya punya bukti percakapan antara Naufal dan pengedar narkoba yang sebelumnya telah diciduk.
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa mengatakan penangkapan terhadap deretan artis itu dilakukan berbasis laporan masyarakat dan pengembangan kasus. Ia membantah kepolisian punya daftar artis yang jadi target operasi.
"Itu kan pengungkapan kasus-kasus. Pengembangan dari pelaku-pelaku kriminal narkoba, bukan di-TO (target operasi). Bukan. Kita enggak punya daftar list (artis yang terjerat narkoba). Itu bohong," kata Mukti.
Penangkapan "masif" terhadap selebritas yang diduga menyalahgunakan zat adiktif itu memang terkesan mengagetkan. Sejumlah warganet sempat mempersoalkan itu. Pasalnya, keempat artis itu ditangkap di berbagai lokasi di Jabodetabek hanya dalam sepekan.
Meski demikian, kasus artis terjerat narkotika tidak lagi aneh. Jika dibandingkan dengan figur publik lainnya semisal atlet dan politikus, selebritas--baik itu aktor, musikus, atau komedian--tergolong rutin ditangkap polisi karena mengonsumsi barang haram.
Pada 2021, misalnya, tercatat ada 13 selebritas yang ditangkap polisi karena terbukti mengonsumsi narkotika dan zat adiktif lainnya. Jika dirata-rata, dalam tiga tahun terakhir, kepolisian menangkap belasan
selebritas pecandu narkoba per tahun.
Selain pemain baru, pemain lama juga kerap kembali tertangkap. Pada 14 April 2020, misalnya, polisi menangkap aktor kawakan Tio Pakusadewo. Dari tangan Tio, ditemukan barang bukti satu bungkus ganja seberat 18 gram dan alat isap sabu.
Tiga tahun sebelumnya, Tio sudah pernah berurusan dengan polisi karena tersangkut kasus penyalahgunaan narkoba. Aktor film Cinta Dalam Sepotong Roti itu bahkan sempat mendekam di penjara selama sembilan bulan.
Membudaya
Sejak zaman baheula, selebritas memang terkesan akrab dengan narkoba. Tak hanya di level domestik, aktor dan musisi kelas dunia juga rutin diberitakan ditangkap polisi lantaran mengonsumsi atau menyimpan beragam jenis narkoba.
Dari kalangan musisi, ada nama Louis Armstrong, Marylin Monroe, John Lennon, Michael Jakson, dan Jimmy Hendrix. Adapun aktor Hollywood yang pernah berurusan dengan karena kasus narkotika semisal, Mischa Barton, Lindsay Lohan, Matthew McConaughey, dan Robert Downey Jr.
Ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang di kalangan selebritas itu terkadang mematikan. Pada Juli 2011, misalnya, penyanyi Amy Winehouse ditemukan meninggal di apartemennya di London, Inggris, karena overdosis dan keracunan alkohol. Sekira setahun berselang, penyanyi kondang Whitney Houston meninggal dengan cara serupa.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah New York Times yang terbit pada April 2021, aktor dan komedian Seth Rogen mengatakan problem kecanduan pada selebritas merupakan hal yang lazim di Hollywood. Ia sendiri mengaku selalu teler karena mengonsumsi ganja setiap hari.
"Ini hanya alat untuk membuat pengalaman kita terasa lebih nikmat dan sebagian orang membutuhkannya lebih dari yang lain. Buat saya, ini seperti sepatu. Buat kamu, mungkin kacamata. Tidak semua orang sama," kata Seth.
Kini berusia 38 tahun, Seth mengaku mengenal mariyuana dan minuman keras sejak remaja. Tak lagi jadi peminum berat, aktor film kontroversial The Interview itu mengaku tak mungkin bisa hidup tanpa mengonsumsi mariyuana.
"Ini seperti dibilang kamu tak boleh memakai baju lagi. Itu pastinya tak enak dan mengganjal. Bakalan sulit bagi saya untuk melakukan apa yang harus saya lakukan di dunia ini tanpa itu (mariyuana)," ujar Seth.
Selain mariyuana, kokain jadi salah satu zat adiktif paling populer di kalangan selebritas Hollywood. Selebritas yang terekam pernah buka-bukaan soal konsumsi kokain, semisal George Clooney, Lady Gaga, Elton John, David Bowie, Naomi Campbell dan Oprah Winfrey.
"Kokain membuat saya merasa tak terkalahkan, rasanya seperti saya bisa menaklukkan dunia. Saya merasa penuh percaya diri ketika menggunakannya. Semakin banyak pakai, semakin sering kita menginginkannya," kata supermodel Naomi Campbell dalam sebuah wawancara.
Kokain, kata Campbell, tergolong obat-obatan glamor di kalangan pesohor. Meski begitu, Campbell mengakui kokain berbahaya dan rasa yang dihadirkan kokain seringkali palsu. "Ketika kamu bangun keesokan harinya dan efeknya hilang, kamu merasa buruk. Itulah tanda kamu telah jadi seorang pecandu," kata dia.
Selain karena pilihan sendiri, konsumsi obat-obatan terlarang juga dibudayakan oleh studio-studio film di Hollywood. Dalam memoir yang diterbitkan pada 2013, aktris Debby Reynolds mengenang bagaimana studio film di Hollywood memaksa para aktor dan aktris bekerja di luar batas kewajaran.
Reynolds pernah mengalaminya saat sedang syuting film Singin' in The Rain pada awal 1950-an. Saat mengeluh kelelahan karena bekerja overtime, kepala studio MGM Arthur Freed meminta Reynolds untuk mengunjungi dokter pribadi Freed dan minta suntikan vitamin.
"Ini mungkin vitamin yang sama yang menghancurkan Judy Garland. Tetapi, dokter saya bersikeras saya beristirahat di rumah. Keputusan itu mungkin menyelamatkan saya dari ketergantungan terhadap stimulan," kata dia.
Seperti Rerynolds, Judy adalah salah satu aktris dan penyanyi "milik" MGM. Dikontrak sejak usia 13 tahun, Judy pernah membintangi The Wizard of Oz. Saat syuting film itu pada 1939, Judy diperkenalkan kepada 'pil energi' oleh ibunya.
"Mereka memberikan kami pil supaya kami bisa tetap bekerja meskipun sudah letih. Lalu mereka membawa kami ke rumah sakit studio dan memberikan pil tidur. Setelah empat jam, kami dibangunkan dan diberi pil lagi supaya bisa bekerja 72 jam tanpa henti," kata Judy.
Seiring waktu, MGM menggantikan peran sang ibu dengan mempreskipsikan pil diet dan vitamin bagi sang megabintang. "Sebagian besar waktu, ketika bekerja, kami seperti linglung. Tapi, itulah cara hidup bagi kami," kata Judy.
Pada 1950, MGM memutus kontrak dengan Judy. Usai tak lagi muncul di layar kaca, Judy lebih banyak menghabiskan waktu sebagai penyanyi. Pada 1969, Judy ditemukan meninggal karena overdosis obat-obatan terlarang.
Mitos kreativitas
Khusus di kalangan seniman, obat-obatan kerap diasosiasikan sebagai pemulus kreativitas. Banyak seniman besar yang mengklaim menggunakan zat adiktif demi memantik inspirasi untuk menghasilkan karya-karya besar. Namun, mitos itu tak pernah benar-benar bisa dibuktikan secara ilmiah.
Itu setidaknya disimpulkan Mark D. Griffiths, Fruzsina Iszáj, dan Zsolt Demetrovics dalam review bertajuk "Creativity and Psychoactive Substance Use: A Systematic Review" yang terbit di International Journal of Mental Health and Addiction pada 2017.
Dalam kajian tersebut, Griffiths dan koleganya menemukan setidaknya ada 19 riset yang meneliti hubungan antara penggunaan obat-obatan terlarang dan kreativitas seseorang. Mayoritas riset mengamini korelasi penggunaan obat-obatan dan kreativitas. Tetapi, korelasi itu tak bersifat kausalitas.
"Obat-obatan itu mungkin bertindak secara tidak langsung memperkuat pengalaman, sensitivitas dan menurunkan kesadaran sehingga memengaruhi proses kreatif. Ini bukan berarti sang seniman tidak jadi kreatif, tapi kualitas produk mereka berubah karena penggunaan obat-obatan itu," tulis Griffiths cs.
Dari rangkaian riset yang diteliti itu, Griffiths cs membuat dua kesimpulan generik. Pertama, penggunaan obat-obatan lebih lazim di kelompok orang-orang yang tingkat kreativitasnya tinggi. Kedua, asosiasi antara kreativitas dan obat-obatan kemungkinan terbangun karena "lazimnya" orang kreatif jadi pencandu.
"Pada saat bersamaan, sangat mungkin bahwa sama sekali tidak ada bukti yang menunjukkan kontribusi langsung dari penggunaan senyawa psychoactive untuk meningkatkan kreativitas para seniman," jelas Griffiths cs.
Dalam Being a Celebrity: A Phenomenology of Fame yang terbit di Journal of Phenomenological Psychology pada 2009, Donna Rockwell dan David C. Giles mengatakan budaya mengonsumsi obat-obatan terlarang hampir tak terpisahkan dari dunia selebritas.
Dalam risetnya, Rockwell dan Giles mewawancara 15 orang tenar dari berbagai industri di Amerika Serikat. Sebagian besar selebritas yang diwawancara mengaku menggunakan obat-obatan untuk sekadar gaya hidup atau sebagai pelarian dari stres dan depresi yang kerap melanda mereka.
Salah satu mantan aktor cilik yang ditemui Rockwell dan Giles bahkan menyebut obat-obatan sebagai kutukan ketenaran. "Saya sudah pernah mencandu segala jenis obat-obatan yang pernah dikenal manusia dan yang paling bikin ketagihan adalah ketenaran itu sendiri," kata dia.
Kepada Rockwell dan Giles, Sophia--nama samaran seorang mantan penyanyi RnB yang tenar di masa lalu--mengatakan konsumsi obat-obatan merupakan jalan bagi dia untuk beradaptasi di dunia selebritas. Sophia mengatakan hidup orang tenar tak pernah bisa stabil.
"Orang-orang tak menyadari bahwa ketenaran itu bukan sesuatu yang mudah dijalani. Sepanjang hidup, kamu akan tenar. Jika kamu melakukan kesalahan, nama kamu muncul di koran. Maksud saya, ada banyak orang-orang kejam di luar sana," kata dia.
Berbasis testimoni-testimoni itu, Rockwell dan Giles menyimpulkan ketenaran sebagai pisau bermata ganda bagi para selebritas. Meskipun membuat seseorang jadi tajir dan punya banyak privilege, termasuk di antaranya akses terhadap obat-obatan terlarang, ketenaran juga merampok privasi kaum selebritas. Efek terburuknya ialah depresi akut.
"Ini bisa bikin seseorang terisolasi, menyebabkan rasa ketidakpercayaan terhadap orang lain, melahirkan banyak godaan, serta bisa membuat karakter seseorang terpecah, antara selebritas dan individu privat. Meski begitu, bagi mereka, menjadi tenar tetap sepadan," kata Rockwell dan Giles.