Riset yang dilakukan para peneliti dari Amerika Serikat, dipublkasikan Journal of Pediatric Psychology (April, 2024) menemukan, anak-anak usia sekolah yang kelebihan berat badan mengalami lebih banyak tekanan akibat ejekan atau bullying dari teman-temannya. Terutama dialami mereka yang punya status sosial rendah.
Status sosial di kalangan anak-anak sendiri mengacu pada tingkat penerimaan dan popularitas dalam kelompok teman sebaya. Status ini, sebut PsyPost, dipengaruhi keterampilan sosial, perilaku, ciri fisik.
Status sosial seorang anak secara signifikan berdampak pada harga diri dan hubungan dengan teman sebaya. Status sosial yang tinggi sering kali menghasilkan pengalaman positif dan dukungan sosial, sedangkan status sosial yang rendah dapat mengakibatkan pengucilan, intimidasi, dan masalah emosional.
Peserta penelitian diambil dari studi longitudinal yang dimulai pada 2015 oleh National Institute of Child Health and Human Development (NICHD). Melibatkan 115 anak-anak berusia 8 hingga 17 tahun dari wilayah Kota Washington DC, dengan data yang dihimpun setiap tahun selama enam tahun. Sebesar 28% dari jumlah peserta itu mengalami obesitas.
Anak-anak menyelesaikan penilaian berdasarkan status sosial dan sosioekonomi yang mereka rasakan, tekanan karena diolok-olok, dan makan tanpa rasa lapar. Para peneliti mengumpulkan data untuk menghitung indeks massa tubuh dan indeks massa lemak.
Penelitian menunjukkan, anak-anak bertubuh langsing sering kali menikmati status sosial yang lebih tinggi. Sebaliknya, kelebihan berat badan dapat berdampak negatif terhadap status sosial anak. Anak dengan status sosial rendah lebih rentan diejek teman sebaya. Saat ejekan ditujukan pada kelebihan berat badan, anak-anak lebih cenderung menunjukkan perilaku makan yang tak teratur.
“Anak-anak yang lebih sering diejek cenderung memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi, yang menunjukkan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan tinggi badan mereka,” tulis PsyPost.
“Kaitan ini terutama terlihat pada anak-anak dengan status sosial rendah yang mengalami tekanan akibat diejek.”
Nyatanya, obesitas pada anak-anak terkait pula dengan status sosial ekonomi dan pendidikan orang tuanya yang rendah, serta tinggal di daerah perdesaan. Hal itu berdasarkan temuan riset the Finnish Institute for Health and Welfare (THL) tahun lalu.
Dilansir dari Yleisradio Oy, penelitian itu menemukan, angka obesitas sebesar 21% terjadi pada anak laki-laki berusia 7 hingga 12 tahun yang ibunya punya tingkat pendidikan rendah, sedangkan angka obesitas terjadi pada anak perempuan pada kategori usia yang sama sebesar 14%. Di antara anak laki-laki yang ibunya berpendidikan tinggi, angkanya 11%. Untuk anak perempuan, angkanya 6%.
Di keluarga berpenghasilan rendah, prevalensi obesitas di kalangan anak laki-laki usia sekolah dasar adalah 17% dan anak perempuan 11%. Sementara di antara anak laki-laki dari keluarga berpenghasilan tertinggi, angkanya 9% dan 5% untuk anak perempuan. Secara total, kumpulan data tersebut mencakup lebih dari 190.000 anak-anak berusia 2 hingga 17 tahun.