Akademisi memandang ada tujuh jenis kejahatan digital yang paling populer sekarang ini. Ketujuh macamnya adalah phising (pengelabuan), carding (bertransaksi dengan kartu kredit milik orang lain), data forgery (pemalsuan data orang lain), terorisme siber, SIM swap (pengambilalihan nomor ponsel), skimming (kejahatan perbankan), dan ransomware (software jahat untuk mencuri data orang lain).
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Olivia Lewi Pramesti mengatakan, seseorang bisa terjebak kejahatan digital. Hal itu disebabkan penggunaan WiFi publik, tergiur dengan hadiah yang besar, sering berbelanja online, atau pelaku menggunakan teknik manipulasi psikologis.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar tak mudah membagikan informasi data pribadi ke orang lain, baik secara langsung maupun ke media sosial.
“Kuasai literasi digital agar tidak mudah menjadi korban kejahatan digital. Literasi ini terkait penggunaan teknologi, berpikir kritis terhadap segala informasi di ruang digital, dan social engagement. Literasi digital menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif dan bertanggung jawab,” kata Olivia dalam Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, dikutip, Kamis (17/11),
Ia juga menyarankan pengguna digital untuk jeli dalam persoalan jejak digital yang ditinggalkan selama beraktivitas di dunia maya. Jejak digital terbagi menjadi dua, yaitu jejak pasif dan jejak aktif.
Pasif berarti jejak yang ditinggalkan tidak disadari penggunanya, seperti alamat IP pengguna yang bisa memperkirakan lokasi. Sementara jejak aktif adalah data dan informasi yang dengan sengaja diunggah pengguna ke internet.
Dosen Program Studi KPI IAIN Kudus Primi Rohimi mengingatkan, pengguna ruang digital agar sadar dan mengetahui dengan siapa dirinya berinteraksi di ruang maya tersebut. Apabila identitasnya masih samar, perlu ditelusuri informasi tentang orang itu di media sosial atau dari jalur pertemanan.
Ia menyarankan agar pertemanan dilakukan hanya dengan orang yang menggunakan identitas asli.
“Perlu diingat agar menjaga privasi satu sama lain. Kemudian, jangan asal meng-klik tautan yang tak jelas asal-usulnya dan jangan pula mudah menyebarkan atau meneruskan tautan tersebut ke orang lain. Itu semua semata-mata demi keamanan,” katanya dalam kesempatan serupa.
Agar aman beraktivitas di ruang digital, Rendi Saeful memberikan sejumlah tips, seperti memastikan keamanan perangkat digital yang dipakai. Caranya adalah dengan membuat kata sandi yang kuat berupa kombinasi huruf dan angka. Lalu, jangan sembarangan mengunggah data pribadi ke media sosial dan tidak merespons panggilan atau percakapan dari seseorang yang tak dikenal.