close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kekerasan./Foto geralt/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi kekerasan./Foto geralt/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 07 Maret 2025 06:07

Kekerasan tinggalkan jejak dalam gen lintas generasi

Tak cuma menimbulkan trauma bagi individu yang mengalaminya, kekerasan pun terekam dalam tiga generasi.
swipe

Pada 1982, pemerintah Suriah mengepung Kota Hama. Serangan itu mengakibatkan kekerasan mengerikan dan kematian puluhan ribu orang, serta meninggalkan bekas trauma genetik yang dalam pada kehidupan para penyintas.

Puluhan tahun kemudian, saat negara itu dilanda perang saudara, memori pembantaian tersebut memicu perlawanan terhadap keluarga penguasa Assad. Di luar dampak politik dan sosialnya, kekerasan tersebut telah meninggalkan efek abadi di tempat yang tidak terduga, yakni DNA generasi mendatang.

Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports (Februari, 2025), para peneliti dari Universitas Florida, Universitas California, Universitas Yale, dan Universitas Hashemite menemukan, cucu-cucu perempuan yang hamil selama pengepungan Kota Hama menunjukkan tanda-tanda genetik dari peristiwa traumatis itu. Meski mereka sendiri tidak pernah mengalaminya.

Diwariskan melalui ibu mereka, jejak genetik ini memberi beberapa bukti pertama kalau trauma akibat kekerasan pada manusia dapat meninggalkan tanda-tanda biologis yang bertahan lintas generasi. Para peneliti menganalisis DNA yang dikumpulkan dari 48 keluarga Suriah dari tiga generasi.

Keluarga-keluarga ini termasuk nenek atau ibu yang saat hamil melarikan diri dari pengepungan dan pembantaian tahun 1982 di Hama atau juga pemberontakan bersenjata pada 2011.

Berkomunikasi secara erat dengan keluarga-keluarga ini, yang sekarang tinggal di Yordania, para peneliti berhasil mengumpulkan usapan pipi dari 131 orang, yang kemudian dianalisis untuk mengetahui adanya pergeseran tanda epigenetik. Epigenetik adalah proses bagaimana lingkungan dan perilaku memengaruhi ekspresi gen, tanpa mengubah urutan DNA.

Dengan menggunakan keluarga yang meninggalkan Suriah sebelum tahun 1980 sebagai kelompok kontrol, para peneliti menemukan modifikasi dalam 14 area genom yang terkait dengan kekerasan pada individu yang neneknya terlibat dalam serangan Kota Hama tahun 1982.

Delapan dari modifikasi ini berlanjut hingga ke cucu-cucunya, yang tidak mengalami kekerasan secara langsung. Hasilnya juga menunjukkan, indikasi percepatan penuaan epigenetik, yang berpotensi meningkatkan risiko penyakit terkait usia. Selain itu, 21 area genom lainnya menunjukkan tanda-tanda perubahan yang disebabkan langsung oleh kekerasan dalam perang saudara Suriah.

Dikutip dari Science Alert, perubahan yang diamati para peneliti konsisten pada korban kekerasan dan keturunan mereka, yang menunjukkan kalau stres konflik telah mengubah pesan kimia yang dikaitkan dengan gen-gen ini.

“Gagasan bahwa trauma dan kekerasan dapat berdampak pada generasi mendatang, seharusnya membantu orang menjadi lebih berempati, membantu para pembuat kebijakan untuk lebih memperhatikan masalah kekerasan,” kata profesor antropologi di Universitas Florida dan salah seorang peneliti, Connie Mulligan, dikutip dari Earth.

Menurut Mulligan, pekerjaan mereka relevan dengan berbagai bentuk kekerasan. Termasuk kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan kekerasan bersenjata.

Meski demikian, masih belum jepas apa arti perubahan epigenetik ini bagi kesehatan jangka panjang individu yang membawanya. Beberapa penelitian menunjukkan, modifikasi genetika akibat trauma mungkin terkait dengan kondisi kesehatan, seperti diabetes atau obesitas.

Walau dibutuhkan penelitian lebih lanjut, tetapi temuan ini bisa membantu ilmuwan memahami bagaimana trauma memengaruhi, tidak hanya individu, namun juga seluruh garis keturunan keluarga.

“Di tengah semua kekerasan ini, kita masih bisa merayakan ketangguhan mereka yang luar biasa. Mereka menjalani kehidupan yang memuaskan dan produktif, memiliki anak, dan meneruskan tradisi. Mereka telah bertahan,” kata Mulligan, dilansir dari Earth.

“Ketangguhan dan kegigihan itu mungkin merupakan sifat unik manusia.”

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan