close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu. Foto Kemenkes
icon caption
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu. Foto Kemenkes
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 31 Januari 2023 12:19

Kemenkes ungkap prioritas penanganan 5 penyakit tropis di Indonesia

NTDs merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.
swipe

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewaspadai sejumlah penyakit tropis yang terabaikan atau Neglected Tropical Diseases (NTDs) di Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkes memprioritaskan penanganan terhadap lima penyakit NTDs.

"Ada sejumlah penyakit NTDs yang diprioritaskan, antara lain filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu dalam keterangan resmi, Selasa (31/1).

Disampaikan Maxi, NTDs merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit. Setidaknya terdapat 20 jenis penyakit yang termasuk daftar NTDs berdasarkan keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Penyakit filariasis atau dikenal dengan penyakit kaki gajah jadi salah satu perhatian. Penyakit ini ditularkan oleh larva yang ada di dalam nyamuk, dengan gejala awal berupa demam ringan.

Gejala awal ini dapat menyebabkan pasien tidak sadar, mengalami pembengkakan, kemudian kempes, lalu kembali membengkak, dan tidak bisa kempes lagi.

Berdasarkan data Kemenkes, sebanyak 9.906 kasus kronis filariasis tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Setidaknya, terdapat 236 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia yang merupakan daerah endemis filariasis.

"Dari target sebanyak 93, hanya 72 kabupaten/kota yang mencapai eliminasi pada 2021, dan baru ada 33 kabupaten/kota telah mendapatkan sertifikat eliminasi filariasis," ujar Maxi.

Kemudian untuk penyakit cacingan, Kemenkes mencatat terdapat 36,97 anak di Indonesia yang mendapatkan pemberian obat pencegahan masal (POPM) pada 2021. Maxi mengatakan, hasil survei evaluasi pascapemberian obat cacing pada 2017-2021 menunjukkan terdapat 66 kabupaten/kota memiliki prevalensi cacingan di bawah 5%.

"Sementara sebanyak 26 kabupaten/kota memiliki prevalensi cacingan di atas 10%," kata Maxi.

Berikutnya, yakni penyakit schistosomiasis atau demam keong. Penyakit ini merupakan penyakit endemik di 28 desa di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Terkait penanganan terhadap penyakit demam keong ini, Kemenkes menargetkan agar schistosomiasis dapat dieliminasi dari 28 desa tersebut pada 2024. Hal ini tertuang dalam Permenkes Nomor 19 Tahun 2018.

Berdasarkan peta jalan pemusnahan total atau eradikasi penyakit schistosomiasis 2019-2025, terdapat sejumlah upaya yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi WHO.

Upaya tersebut antara lain pengurangan tingkat kejadian infeksi pada manusia, pengurangan tingkat kejadian infeksi pada hewan, dan pengurangan jumlah keong yang terinfeksi. Ketiganya ditargetkan menjadi nol kasus.

"Sebagai penyakit zoonotik, program pencegahan dan pengendalian schistosomiasis merupakan program yang membutuhkan integrasi dari banyak pemangku kepentingan dalam menjalankan surveilans, pengobatan, pemberantasan keong positif, rekayasa lingkungan, penyediaan sistem sanitasi dan air bersih, serta manajemen penggembalaan ternak," papar Maxi.

Kemudian, ada penyakit kusta. Maxi menuturkan, Indonesia sejak 2022 dinyatakan telah mencapai status eliminasi kusta dengan angka prevalensi kusta tingkat nasional sebesar 0,9 per 10.000 penduduk.

Kusta merupakan penyakit kulit dan saraf yang disebabkan mycobacterium leprae, atau bakteri yang bersaudara dengan bakteri mycobacterium tuberculosis. 

"Penyakit ini menular tetapi memiliki daya tular yang rendah memerlukan waktu bulanan hingga tahunan. Yang terkena bisa mulai dari anak kecil sampai dewasa, bahkan bayi juga bisa tertular. Penyakit ini dapat diobati dan gratis di Puskesmas,"

Diungkapkan Maxi, kasus kusta selama 10 tahun terakhir relatif menurun baik pada angka prevalensi (Prevalensi Rate/PR) maupun angka penemuan kasus baru kusta (New Case Detection Rate/NCDR). 

"Angka prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 0,45 kasus per 10.000 penduduk, dan angka penemuan kasus baru sebesar 4,03 kasus per 100.000 penduduk," tutur dia.

Sementara itu, Kemenkes mencatat terdapat enam provinsi dan 101 kabupaten/kota di Indonesia belum mencapai eliminasi kusta pada 2021. Di samping itu, 26 provinsi masih memiliki angka cacat tingkat 2 diatas 1 per 1 juta penduduk.

"Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan kusta menargetkan untuk mencapai eliminasi kusta tingkat provinsi pada 2019 dan tingkat kabupaten/kota pada 2024," tutur Maxi.

Penyakit NTDs prioritas kelima adalah frambusia yang merupakan salah satu jenis infeksi kulit. Diungkapkan Maxi, jumlah kasus frambusia yang dilaporkan pada 2021 sebanyak 185 kasus.

Sebarannya yakni sebagian besar terdapat di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, total kabupaten/kota yang telah mengalami eradikasi kasus frambusia sebanyak 55 kabupaten/kota. 

"Berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/496/2017 terdapat 79 kabupaten/kota endemis frambusia. Kemenkes juga telah menetapkan bahwa target eradikasi tingkat kabupaten/kota dapat dicapai pada 2024," ujar Maxi.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan