Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS) menilai, keputusan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) yang menunda kenaikan tarif masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Padar hingga 1 Januari 2023, sangat tepat. Tetapi, PUKIS meminta kenaikan tarif tidak hanya ditunda, melainkan juga dievaluasi kembali nilai kenaikannya
“Kami mendukung penundaan kenaikan tarif sekaligus memberikan sejumlah catatan kritis bagi pemerintah pusat dan daerah”, ujar Direktur Eksekutif PUKIS M. M. Gibran Sesunan, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/8).
Sebagaimana diketahui, Pemprov NTT yang didukung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berencana menetapkan tarif baru di Taman Nasional Komodo, dari semula Rp75.000 bagi wisatawan nusantara (wisnus) dan Rp150.000 bagi wisatawan mancanegara (wisman) menjadi Rp3.750.000 per orang.
Pertama, PUKIS mengkritik minimnya pelibatan masyarakat dalam penyusunan kajian yang berujung pada keputusan kenaikan tarif di Taman Nasional Komodo. “Pemerintah mengatakan ada kajiannya. Sekarang publik bertanya, ada di mana kajian tersebut?” ujar Gibran.
Untuk itu, PUKIS mendesak pemerintah untuk segera membuka kajian tersebut sehingga masyarakat bisa lebih memahami latar belakang kebijakan serta alasan-alasan di baliknya secara lebih komprehensif.
Selain itu, pemerintah harus mengkaji dampak kenaikan tarif bagi masyarakat dan pelaku usaha pariwisata. Terlebih, sejak 2020, UNESCO telah mengingatkan pemerintah mengenai potensi terpengaruhnya mata pencaharian masyarakat lokal yang dapat memicu protes seiring dengan rencana reformasi pariwisata di Taman Nasional Komodo. Dengan kata lain, peringatan dari UNESCO ini telah diabaikan oleh pemerintah.
Kedua, PUKIS meminta kenaikan tarif tidak hanya ditunda, tetapi juga dievaluasi kembali nilai kenaikannya. Kenaikan tarif yang mencapai 25 kali lipat bagi wisman dan 50 kali lipat bagi wisnus ini berpotensi menimbulkan diskriminasi dan ekslusivisme pariwisata. Padahal, menurut BPS, rata-rata upah pekerja di Indonesia hanya sebesar Rp 2.892.537 per bulan.
“Jadi, pembangunan untuk siapa? Jangan sampai pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo justru meminggirkan masyarakat dan wisatawan lokal, padahal pembangunan infrastrukturnya banyak menggunakan uang rakyat (APBN)”, kata Gibran.
PUKIS mengingatkan, organisasi pariwisata dunia, UNWTO, menyatakan bahwa pariwisata yang berkelanjutan harus memberikan manfaat sosial-ekonomi yang adil kepada seluruh pemangku kepentingan, terutama masyarakat lokal.
Ketiga, PUKIS mempertanyakan alasan kelestarian ekosistem yang selalu digaungkan pemerintah. PUKIS membantah klaim ini karena Presiden Jokowi sendiri telah menargetkan jumlah kunjungan 1,5 juta orang per tahun di DPSP Labuan Bajo. Target ini lebih besar enam kali lipat dibandingkan jumlah kunjungan pada 2019 yang sebesar 256.000 orang berdasarkan data Kemenparekraf. Artinya, kebijakan ini justru dapat memperparah situasi lewah turis (overtourism) di Taman Nasional Komodo.
“Hal ini sangat kontradiktif dan kontraproduktif. Di satu sisi pemerintah ingin beralih dari pariwisata massal ke pariwisata yang berkualitas, namun di sisi lain justru menaikkan target kunjungan wisata secara besar-besaran”, pungkas Gibran.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan tiket masuk Taman Nasional Komodo sebesar Rp3.750.000 ditunda hingga 2023.
Dalam Weekly Press Briefing di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Senin (8/8), Menparekraf Sandiaga mengatakan penundaan kenaikan ini telah diumumkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Tarif baru Padar-Komodo ini ditunda hingga akhir 2022, jadi baru berlaku 1 Januari 2023," kata Menparekraf Sandiaga.
Sandiaga mengatakan, penundaan ini sesuai dengan aspirasi publik yang telah ditampung oleh pemerintah. "Sekarang saatnya kita melakukan diskursus publik agar upaya kita untuk kebangkitan (ekonomi) ini bisa kita laksanakan," katanya.
Saat ini pihaknya terus menampung masukan-masukan dari para pelaku wisata dan ekonomi kreatif di Labuan Bajo terkait kenaikan harga tiket ini. Menurutnya, diskusi ini memegang peranan penting sehingga ada solusi yang menguntungkan bagi berbagai pihak terkait.
"Kita juga ingin agar upaya konservasi dan upaya pemulihan ekonomi ini bisa dilakukan secara beriringan," katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf/Baparekraf, Vinsensius Jemadu, menambahkan saat ini situasi di Labuan Bajo sudah kondusif. Vinsensius mengatakan Kemenparekraf beserta pemerintah daerah setempat serta pihak-pihak terkait telah berdialog dengan para pelaku wisata di Labuan Bajo pada Kamis (4/8) dan Senin (8/8).
Dalam dialog itu, diperoleh sejumlah kesepakatan terkait penundaan kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo hingga 2023.
Selain itu juga harga tarif masuk Taman Nasional Komodo masih akan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, yaitu sekitar Rp150 ribu.
"Kemenparekraf dan stakeholder terkait juga akan menyusun mekanisme dan pengawasan pelaksanaan komunikasi publik sehingga meminimalisir miskomunikasi di media dan masyarakat," ujar Vinsensius.