close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi dua orang berwajah mirip./Foto cottonbro studio/Pexels.com
icon caption
Ilustrasi dua orang berwajah mirip./Foto cottonbro studio/Pexels.com
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 12 Juli 2024 06:08

Kenapa ada orang berwajah mirip, meski tak berkerabat?

Ada mitos yang berkembang, setiap manusia di bumi setidaknya memiliki satu hingga tujuh kembaran tidak sedarah. Mungkinkah kita benar-benar memiliki kembaran di bumi yang dihuni nyaris delapan miliar orang?
swipe

Baru-baru ini, sebuah video singkat viral di media sosial menampilkan seorang tukang parkir dengan wajah yang sangat mirip penyanyi terkenal asal Amerika Serikat, Bruno Mars. Diketahui, tukang parkir itu tengah mengatur kendaraan di depan sebuah toko di daerah Tembau, Denpasar, Bali.

Tak jarang, dalam kehidupan sehari-hari, kita bertemu dengan seseorang yang mirip keluarga atau teman kita. Bahkan, barangkali kita pernah bertemu atau melihat seseorang yang wajahnya mirip dengan kita.

Ada mitos yang berkembang, setiap manusia di bumi setidaknya memiliki satu hingga tujuh kembaran tidak sedarah. Namun, mungkinkah kita benar-benar memiliki kembaran di bumi yang dihuni nyaris delapan miliar orang?

Istilah untuk menyebut “kembaran” tak sedarah ini dikenal dengan doppelgänger—bahasa Jerman. Disebut Deborah Wainwright di CBC, doppelgänger dipercaya sebagai pertanda kita berada di ambang stroke atau menderita penyakit mental yang parah. Saat ini, istilah itu merujuk pada seseorang yang sangat mirip dengan kita, tetapi tak punya hubungan keluarga.

“Ide tentang diri kedua seperti ini sebenarnya telah hadir dalam banyak cerita rakyat dan mitologi di seluruh dunia,” kata peneliti asal California State University, Adam Golub.

Penelitian yang dilakukan para periset Spanyol, terbit di jurnal Cell Reports (Agustus, 2022), menemukan bahwa orang-orang yang tidak berkerabat, tetapi sangat mirip, sebenarnya memiliki banyak gen dan ciri gaya hidup yang sama.

Untuk memahami genetik di antara orang-orang yang mirip, para peneliti bekerja sama dengan fotografer Kanada, François Brunelle. Sejak 1999, Brunelle berkeliling dunia untuk memotret orang-orang asing yang terlihat hampir identik satu sama lain. Para peneliti lantas meminta 32 pasang model Brunelle untuk menjawab pertanyaan tentang gaya hidup mereka dan mengirimkan sampel DNA.

Dengan memanfaatkan perangkat lunak pengenalan wajah, para peneliti menganalisis foto wajah “kembar” dan menghitung skor untuk mengukur kesamaan di antara wajah mereka. Lalu, mereka membandingkan skor tersebut dengan skor kembar identik. Mereka menemukan, perangkat lunak itu memberikan skor mirip dari pasangan doppelgänger.

Para peneliti lantas mempelajari DNA para peserta. Mereka menemukan, sembilan dari 16 pasangan yang tampak sangat mirip punya banyak variasi genetik umum, yang dikenal sebagai polimorfisme nukleotida tunggal.

Dalam hal gaya hidup, para peserta juga lebih cenderung punya kesamaan karakteristik dibandingkan non-doppelgänger, seperti berat badan, tinggi badan, riwayat merokok, dan tingkat pendidikan.

Meski begitu, para peserta memiliki mikrobioma—mikroba bermanfaat dan berbahaya yang hidup di dalam tubuh manusia—yang sangat berbeda. Mereka pun memiliki epigenom—variasi dalam sifat-sifat yang diekspresikan, yang dipengaruhi pengalaman—berbeda pula. Hal ini menunjukkan bahwa DNA, bukan faktor lingkungan dan pengalaman hidup bersama, yang terutama membuat kemiripan wajah.

Menurut asisten profesor neurobiologi dan perilaku di Cornell University, Michael Sheehan, sebenarnya kemungkinan terjadinya kemiripan antarorang tak berkerabat cukup besar, berkat terbatasnya jumlah gen yang memengaruhi fitur wajah.

“Ada begitu banyak keragaman genetik yang ada,” ujar Sheehan kepada Live Science.

Lalu, profesor molekuler dan genetik manusia di Baylor College of Medicine, Arthur Beaudet, kepada Live Science mengatakan, sejumlah besar gen yang berkontribusi pada struktur wajah, rambut, mata, dan warna kulit, sangat bervariasi.

Evolusi diduga mendukung tingkat kekhasan yang tinggi pada wajah manusia. Namun, menurut Sheehan, tetap saja wajah manusia berbeda-beda dalam dimensinya. “Wajah manusia lebih bervariasi dari yang kita perkirakan berdasarkan pada ciri khas bagian tubuh lainnya,” kata Sheehan.

Live Science menulis, anggota keluarga rata-rata terlihat jauh lebih mirip dibandingkan individu yang tak berkerabat. Hal itu membuktikan wajah manusia jelas dapat diwariskan.

“Oleh karena itu, masuk akal bahwa orang asing yang mirip satu sama lain, mungkin memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat—tetapi tidak mengetahuinya—dibandingkan orang yang sama sekali tidak mirip,” ujar Beaudet.

Selain itu, orang-orang dari etnis yang sama biasanya memiliki kesamaan gen yang lebih besar. Itulah sebabnya, misalnya, orang Asia Selatan biasanya memiliki rambut gelap dan kulit kecokelatan, sedangkan orang Skandinavia memiliki rambut pirang dan kulit terang.

Meskipun etnis adalah konsep yang rumit karena melibatkan aspek non-genetik, seperti budaya dan bahasa, secara logis akan memiliki peluang lebih besar melahirkan doppelganger. Kelompok etnis terbesar di dunia adalah Han dari China, sekitar 1,3 miliar orang dan Hindustan dari Asia Selatan, sebanyak 1,2 miliar orang.

“Jika Anda termasuk salah satu dari kelompok ini, secara teoretis Anda memiliki peluang lebih besar untuk bertemu dengan orang yang mirip,” tulis Live Science.

Meski demikian, gagasan tentang orang-orang yang memiliki gen, geografi, dan penampilan yang sama, menjadi kacau karena emigrasi global. Seiring berjalannya waktu, isolasi dari populasi manusia bersamaan dengan paparan terhadap lingkungan tertentu, menyebabkan munculnya mutasi genetik baru, mengakar, dan menjadi ciri etnis.

Saat ini, sebut Live Science, dengan kelompok manusia yang dahulu terisolasi menyatukan semua gen baru mereka, efek doppelgänger dapat meningkat. Populasi dunia pun telah melonjak, dari hanya satu miliar pada awal abad ke-20 menjadi nyaris delapan miliar saat ini. Banyaknya orang baru di sekitar, bahkan dengan garis keturunan yang kabur, dapat meningkatkan kemungkinan orang-orang punya kemiripan.

“Jika kita berada di sekitar cukup banyak orang, kita akan menemukan seseorang yang wajahnya tak terlalu berbeda,” kata Sheehan.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan