close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pekerja kasar. /Foto Unsplash/Guilherme Cunha
icon caption
Ilustrasi pekerja kasar. /Foto Unsplash/Guilherme Cunha
Sosial dan Gaya Hidup - Mental Health
Kamis, 26 September 2024 14:57

Kenapa kerja empat hari dalam sepekan justru menguntungkan?

Perusahaan-perusahaan di puluhan negara sudah memberlakukan sistem kerja empat hari dalam sepekan.
swipe

Tren bekerja selama empat hari dalam sepekan terus meluas. Agustus lalu, pemerintah Jepang menginisiasi kampanye untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Jepang memberikan waktu libur lebih banyak bagi para pekerjanya. Hingga kini, hanya baru 8% perusahaan di Jepang yang mengadopsi pola kerja semacam itu. 

Kementerian Tenaga Kerja Jepang menamai kampanye itu dengan sebutan 
"Hatarakikata Kaikaku". Lewat kampanye itu, para pekerja di Jepang diharapkan bisa punya beragam opsi jenis pekerjaan dan waktu kerja yang fleksibel bagi mereka. 

"Kami berharap menciptakan lingkaran pertumbuhan dan distribusi kerja yang positif dan memungkinkan setiap pekerja di Jepang punya gambaran masa depan yang lebih cerah," tulis Kementerian Tenaga Kerja Jepang di situs resmi mereka. 

Pola kerja baru itu diharapkan bakal jadi solusi untuk mengatasi tingginya angka kematian karena kelelahan dalam pekerja di Jepang atau karoshi. Pada 2022, Kementerian Kesehatan Jepang mencatat setidaknya ada 2,968 kasus kematian yang terkait karoshi. Angka itu naik dari 2021, yakni sebanyak 1,935 kasus. 

Pola kerja empat hari dalam sepekan juga sedang diuji coba pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) di Dubai. Namun, kebijakan itu baru diberlakukan untuk pegawai pemerintahan di 15 badan dan kementerian. Para pegawai diliburkan pada hari Jumat dan jam kerja mereka dikurangi menjadi hanya 7 jam per hari. 

Kebijakan itu diberlakukan menyusul suksesnya pola kerja empat hari dalam sepekan di Sharjah, kota dengan populasi penduduk terpadat ketiga di UEA. Sharjah sudah memangkas waktu kerja para pegawai di kota itu sejak 2022. 

Menurut survei Badan Statistik UEA, kebijakan tersebut berimbas positif di Sharjah. Sebanyak 90% pegawai melaporkan naiknya kepuasan bekerja dan 87% lainnya mengaku kesehatan mental mereka naik setelah hanya bekerja empat hari dalam sepekan. Sebanyak 86% responden mengaku produktivitas mereka meningkat. 

"Para pegawai melaporkan membaiknya rasio kerja dan kehidupan mereka, mengalami penurunan tingkat stres dan kelelahan yang pada akhirnya menguatkan kohesi keluarga dan komunitas," kata Richard Jackson, Chief Operating Officer (COO) di TASC Group, sebuah HRD yang beroperasi di Timur Tengah seperti dikutip dari The National. 

Tak hanya menguntungkan pekerja, kebijakan tersebut juga turut berkontribusi terhadap pemulihan kerusakan lingkungan dan kondisi sosial. Sejak pemangkasan waktu kerja itu diberlakukan, tingkat polusi dan frekuensi kecelakaan lalu lintas menurun di Kota Sharjah. 

Ngetren sejak pandemi Covid-19 merebak, puluhan negara di dunia sudah memberlakukan kebijakan serupa. Pemangkasan hari kerja terutama populer di negara-negara maju semisal Kanada, Spanyol, Jerman, Belanda, Inggris, Australia, dan Norwegia. 

Ilustrasi pekerja profesional. /Foto Unsplash

Bikin bahagia

CEO dari 4 Day Week Global, Dale Whelehan mengklaim perusahaan-perusahaan tak akan merugi jika memberlakukan pemangkasan hari kerja. Secara alamiah, para pekerja justru bakal meroket produktivitasnya jika diberikan waktu lebih banyak untuk beristirahat. 

"Ini memungkinkan mereka untuk menghadapi pekan yang baru dengan lebih antusias setelah pemulihan yang cukup. Itu salah satu cara melihat bagaimana Anda melihat produktivitas pekerja meningkat," kata Whelehan dalam sebuah wawancara khusus dengan Associated Press, belum lama ini. 

Di Amerika Serikat, India, dan sejumlah negara Eropa, baru sebagian kecil perusahaan yang berani memberlakukan kebijakan tersebut. Namun, tren pemangkasan hari kerja terlihat kian populer secara global.

Survei Gallup menemukan pemangkasan hari kerja sudah dirasakan 8% pegawai tetap di berbagai perusahaan seluruh dunia pada 2022. Angka itu naik dari 2020, yakni kisaran 5%. 

Mengutip beragam studi, Whelehan menyebut kebanyakan jam kerja bikin pegawai sakit-sakitan dan tak bahagia. Stres karena pekerjaan terbukti ada kaitannya dengan penyakit-penyakit berbahaya, semisal jantung, kanker, dan diabetes. 

Ia berpendapat kerja selama 40 jam atau lebih dalam sepekan tak lagi relevan. Budaya kerja semacam itu berkembang menjadi tradisi di perusahaan lantaran paradigma yang salah di masa lalu. Sebelum era industri, mayoritas pekerjaan membutuhkan kekuatan otot dan fisik. 

Di masa kini, kata Whelehan, mayoritas pekerjaan membutuhkan kerja otak. "Otak kita tidak bisa menahan beban jam kerja selama itu sebagaimana yang bisa dilakukan oleh otot-otot dalam tubuh kita. Jadi, pola kerja 40 jam sepekan itu sebenarnya sudah kuno," jelas Whelehan. 

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Juni lalu, akun Instagram Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengumumkan bakal mulai menguji coba penerapan sistem kerja empat hari dalam sepekan. Bedanya, pegawai BUMN hanya bisa mendapatkan tambahan hari libur jika jam kerjanya sudah mencapai 40 jam dalam sepekan.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menamai program itu dengan sebutan compress working schedule atau waktu kerja yang dipadatkan. 

"Bukan tiap hari Jumat libur ya. Kalau sudah bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu itu, kalian bisa register, dalam sebulan dua kali setiap Jumatnya bisa jadi alternatif untuk libur, tuh. Kita lakukan itu," kata Erick. 

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan