Keranjingan menghirup aroma buku
Buku adalah jendela dunia. Begitu ungkapan klasik yang kerap kita dengar. Selain tema bahasannya, aroma yang menyeruak dari lembaran buku juga disukai sebagian orang, dan kerap bikin ketagihan. Orang yang menyukai menghirup aroma buku disebut book sniffer.
Pustakawan Aldo Zirsov akrab dengan segala jenis bacaan sejak kecil. Orang tuanya membelikan Aldo dan kakak-adiknya buku, koran, atau majalah yang sesuai dengan minat dan usia mereka. Demikian lah Aldo tumbuh besar dengan kegemaran membaca.
Buku lama dan baru memiliki aroma yang berbeda, namun dua-duanya khas. (Pixabay).
Aroma buku lama dan baru
Bukan sekadar gemar membaca, Aldo juga mengumpulkan seluruh buku yang dibelinya. Saking cintanya terhadap buku, hingga kini koleksinya sudah mencapai lebih dari 20.000 judul. Semuanya disimpan di perpustakaan pribadi miliknya di rumah, bilangan Tangerang Selatan.
Di perpustakaan ini, Aldo hanya menyimpan buku. Sebetulnya, Aldo juga pembaca buku digital. Namun, dia tetap menyukai buku cetak.
“Bagi sebagian orang, termasuk saya, memang lebih mantap saat kita membaca buku cetak. Saat membalik halaman demi halaman juga lebih terasa. Selain itu, buku lama dan baru punya aromanya tersendiri,” kata Aldo saat dihubungi Alinea.id, Kamis (13/9).
Aldo sendiri lebih menyukai aroma dari buku lawas. Hal ini pula yang mendorong dia ikut komunitas penggila buku, Ikatan Pemuda Pemudi Pemburu Buku Buluk.
“Biasanya, kita di lapak ketemu buku jadul, yang mungkin berdebu. Kemudian kita buka dengan tangan halaman per halaman. Wanginya spesifik. Sampai kadang membuat kita bersin. Itulah experience yang sangat menyenangkan,” kata Aldo.
Ia menuturkan, bagi orang-orang di komunitasnya, aroma buku yang "autentik" adalah saat buku itu baru ditemukan di lapak pedagang. Bila sudah berpindah tangan atau disimpan dengan perawatan tertentu, aroma buku itu sudah berubah lagi.
Jangan salah, buku baru juga mengeluarkan aroma "sedap" dan punya karakter tersendiri. Farida Susanty mengaku lebih senang menghirup aroma buku baru. Menurutnya, aroma buku yang baru dilepas dari sampulnya sangat menyenangkan.
“Suka sekali dengan harum buku. Enak, apalagi kalau ketiduran di sebelah buku fisik dan sebelum tidur mencium baunya,” katanya.
Sama seperti Aldo, Farida adalah pencinta buku fisik dan digital. Penulis novel asal Bandung ini selalu membawa buku fisik ke manapun dia pergi. Bagi dia, membaca, menghirup aroma, dan mengumpulkan buku favorit merupakan hal yang seru.
Dari mana aroma buku?
Pustakawan Ahli Muda Perpustakaan Nasional Indonesia Aris Riyadi mengatakan, buku baru dan buku lama memiliki aroma yang sangat berbeda. Hal ini disebabkan kandungan senyawa kimia yang berbeda, terkandung di dalamnya.
Menurut Aris, pada buku baru, proses pembuatan kertasnya biasanya memakai zat aditif. Salah satu yang paling sering dipakai, yakni volatiles organic compounds (VOCs).
Fungsi pemakaian zat aditif saat produksi pulp adalah memberi nilai tambah kertas. Misalnya, mengubah warna, memberi aroma tertentu, serta membuat kertas licin atau lebih fleksibel.
Pulp sendiri merupakan hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat melalui berbagai proses pembuatan. Pulp terdiri dari serat-serat sebagai bahan baku kertas. Proses pembuatan pulp, di antaranya dilakukan dengan proses mekanis, kimia, dan semikimia.
“Zat aditif yang ditambahkan itu bisa menjadi parfum yang memberikan wangi dengan mood tertentu. Maka, wangi itu yang akan direspons dengan indra manusia,” kata Aris saat dihubungi Alinea.id, Jumat (14/9).
Meski demikian, Aris mengatakan pemberian parfum ini perlu diperhitungkan kadarnya. Jangan sampai berlebihan, karena zat ini juga akan memberi pengaruh pada kualitas kertas.
Sementara, untuk buku tua, Aris mengatakan aroma yang tercium merupakan hasil gejala kimiawi dari unsur kertas itu sendiri. Menurutnya, kertas memiliki serat yang mengandung banyak rantai karbon. Seiring waktu, kertas terpapar elemen lain, seperti sinar matahari, udara, atau debu, sehingga salah satu molekul akan pecah dan mengeluarkan asam.
“Nah, asam itu bisa diketahui dengan dicium indra manusia. Selain diuji dengan pH meter, asam ini sudah bisa tercium bahkan dari jarak dekat, karena dia mengeluarkan bau,” kata dia.
Meski mengeluarkan bau yang khas, reaksi kiamiawi ini perlu diwaspadai. Buku tua yang bertumpuk dalam jumlah banyak, cukup membahayakan karena akan mencemari udara.
Oleh karena itu, perlu dilakukan perawatan dan diperhatikan tempat penyimpanannya. Di sisi lain, Aris mengatakan, aroma yang dihasilkan buku juga berbeda-beda. Tergantung dari bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kertasnya.
Kebanyakan, buku yang beredar saat ini menggunakan kertas yang diproduksi secara besar dari pabrikan di negara-negara Eropa.
Indonesia sendiri, kata Aris, memiliki bahan baku untuk menulis yang sangat baik, yakni daluang. Daluang berbahan kulit pohon kayu. Aris menyebutkan, kulit kayu ini bisa bertahan hingga 400 tahun.
“Koleksi manuskrip dari daluang ini tidak akan berubah bau, meski sudah disimpan ratusan tahun,” kata dia.
Jadi, apakah kamu termasuk pembaca yang gemar menghirup aroma lembaran buku?