Kesenjangan digital di masyarakat dinilai menjadi salah satu tantangan beragama di era kekinian. Akibatnya, kerap beredar hoaks yang mengabaikan nilai-nilai agama dan suburnya fanatisme beragama.
Koordinator Nasional Arus Informasi Santri Nusantara, Anifatul Jannah, berpendapat, diperlukan kampanye gerakan nasional literasi digital guna mengikis kesenjangan itu. Apalagi, tingkat literasi digital di Indonesia masuk kategori sedang versi survei Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Katadata Insight Center pada 2021.
"Saat ini adalah era di mana orang hanya mempercayai apa yang ia ingin percaya (post-truth). Oleh karena itu, dibutuhkan dakwah yang ramah yang bisa menenangkan dan mendamaikan hati khalayak," ucapnya Anifatul dalam keterangannya, Senin (10/4).
Menurut Anifatul, ada beragam peran yang bisa dilakukan. Misalnya, memberikan informasi akurat via media sosial maupun aplikasi percakapan serta menghindari sikap intoleran dan radikalisme.
Program Manager Common Room Networks Foundation, Ressa Ria, menambahkan, ruang digital berperan penting sebagai media penyampaian pesan positif di masyarakat. Dengan memperbanyak konten positif, masyarakat bakal teredukasi lewat informasi yang benar dan terinspirasi untuk mengarahkan pada perbuatan-perbuatan baik.
"Konten negatif adalah konten yang diproduksi untuk tujuan tertentu yang membahayakan kehidupan masyarakat lantaran isinya bersifat hoaks, ujaran kebencian, dan ragam fakta yang dipalsukan," tuturnya.
Oleh karena itu, dirinya meminta masyarakat memikirkan kembali apakah ada manfaat dari konten yang akan diunggahnya dan dibagikan kepada orang lain. Kemudian, menimbang-nimbang apakah konten tersebut bisa memberikan inspirasi atau diperlukan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal JSMI Pusat, Eko Pamuji, menyampaikan, menjaga persatuan dan kesatuan di Indonesia bisa dilakukan dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Dicontohkannya dengan menghormati dan menghargai orang lain guna menjaga toleransi beragama serta mengutamakan kepentingan umum untuk mengindari perpecahan.
"Tantangan di era digital sekarang ini terbilang berat. Masalahnya, antara lain, mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya rasa sopan santun, dan hilangnya budaya asli Indonesia akibat serbuan budaya asing," katanya.