close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi gempa bumi./Foto HtcHnm/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi gempa bumi./Foto HtcHnm/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 04 Januari 2024 18:52

Ketika Jepang membangun teknologi mitigasi gempa

Gempa yang terjadi pada awal tahun 2024 di Jepang, tak menyebabkan korban jiwa yang banyak. Padahal gempa itu bermagnitudo 7,6.
swipe

Jepang diguncang gempa besar, magnitudo 7,6 pada Senin (1/1) waktu setempat. Pusat gempa di dekat Noto, Prefektur Ishikawa, sekitar 300 kilometer dari Tokyo. Gempa itu sempat memicu peringatan tsunami. Di beberapa tempat, muncul gelombang setinggi satu meter.

Merujuk situs Earthquake List, tahun 2023 Jepang menempati urutan kelima negara dengan jumlah gempa bumi terbanyak, yakni 879 kejadian, di bawah Indonesia (2.205), Meksiko (1.833), Filipina (1.336), dan Chili (924). Jepang adalah negara paling rentan terhadap gempa bumi karena terletak di wilayah cincin api Pasifik.

Dilaporkan the Asahi Shimbun, hingga Kamis (4/1) ada 73 orang tewas di Jepang bagian barat dan 15 lainnya dinyatakan hilang. Rumah-rumah dan fasilitas publik memang ada yang rusak, tetapi dengan magnitudo 7,6 korban jiwa terbilang sedikit.

Sejarah mencatat, Jepang beberapa kali diguncang gempa besar. Misalnya, gempa Kanto pada 1923, yang menghancurkan Tokyo dah Yokohama. Gempa tersebut dikenang sebagai gempa paling dahsyat, yang menewaskan lebih dari 140.000 orang. Pada Maret 2011, Jepang pernah pula diguncang gempa besar magnitudo 9,0. Saat itu, gempa memicu tsunami besar, terutama di Prefektur Iwate, Miyagi, dan Fukushima. Setidaknya, 18.000-an orang tewas atau hilang.

“Gempa Tohoku 2011 mendorong banyak perusahaan untuk memperketat langkah-langkah penanggulangan gempa,” kata ahli manajemen risiko di Universitas Keio Tokyo, Atsuomi Obayashi kepada Nikkei Asia.

Salah satu teknologi mitigasi gempa yang dibangun Jepang adalah sistem peringatan. Dikutip dari the Mainichi, sistem peringatan sebelum guncangan kuat dari gempa diluncurkan pada 2007.

Japan Meteorological Agency (JMA) atau Badan Meteorologi Jepang lantas menggunakan sistem ini untuk mengeluarkan peringatan lewat televisi dan perangkat seluler kepada warga yang ada di daerah dengan kemungkinan akan terdaftar 4 atau lebih tinggi pada skala intensitas seismik maksimum (5-7 poin).

Jaringan pengamatan seismometer lalu disebar ke laut. Sistem ini bisa mendeteksi gempa tipe palung lebih awal daripada seismometer darat. JMA secara bertahap juga menggunakan teknologi dense ocean floor network system for earthquake and tsunami (DONET) dan S-net dalam sistem peringatan dini antara tahun 2015 dan 2020.

“Secara teoritis, S-net memungkinkan mengeluarkan peringatan dengan lebih cepat sekitar 30 detik dari sebelumnya, sedangkan DONET mempercepat proses tersebut sekitar 10 detik,” tulis the Mainichi.

Kemudian, pada 2016, JMA memperkenalkan metode iterative proportional fitting (IPF), yang memungkinkan beberapa titik data diproses secara bersamaan. Teknik ini memperbaiki ketidakakuratan ketika mengestimasi lokasi hiposenter dan magnitudo.

Tahun 2018, JMA pun memperkenalkan metode propagation of local undamped motion (PLUM), yang memungkinakan untuk memprediksi intensitas seismik dalam radius 30 kilometer dari setiap seismometer, berdasarkan rekamannya.

Di Kota Choshi, Prefektur Chiba, dilansir dari Prevention Web, dibangun menara evakuasi tsunami. Diterbitkan pula rencana dengan tujuan baru selama 10 tahun untuk mengurangi jumlah kematian akibat gempa besar di Palung Kuril sebesar 80%.

“Pentingnya komunikasi kunci untuk meminimalkan korban jiwa akibat tsunami adalah evakuasi ke tempat yang lebih tinggi segera setelah gempa bumi,” tulis Prevention Web.

“Ketika gempa bumi terjadi, pemerintah setempat sering menggunakan sistem radio pencegahan bencana untuk menyampaikan informasi evakuasi.”

Kota Sendai di Prefektur Miyagi adalah satu dari 108 area yang berisiko terdampak tsunami. Kota ini sudah berinvestasi dalam sistem pengumuman darurat menggunakan drone otomatis untuk memerintahkan orang mengungsi saat peringatan tsunami dikeluarkan. Pada Oktober 2022, sistem baru ini mulai beroperasi.

“Sistem inovatif ini direalisasikan melalui kemitraan antara pemerintah kota dan empat perusahaan: Nokia, Hitachi, Blue Innovation, dan Andex,” tulis Prevention Web.

Sistem drone memakai jaringan komunikasi nirkabel. Kamera inframerah yang terpasang di drone bisa mengambil gambar korban bencana dan objek lain, lalu mengirimkannya ke markas tanggap bencana kota. Hal ini memungkinkan untuk memantau kerusakan di daerah terpencil secara real-time.

Yang juga cukup penting, demi meminimalisir korban jiwa, Jepang membangun bangunan tahan gempa. Ikon gedung tahan gempa yang dibangun di Tokyo pada 2012 adalah Tokyo Sky Tree, setinggi 634 meter. Melansir Direct Industry, gedung tersebut merupakan salah satu bangunan paling tahan gempa di Tokyo.

“Selain pondasi yang sangat kuat dan pegas penahan gempa di dasarnya, desainnya menggunakan sistem kolom pusat yang unik, yang mengurangi getaran seismik sekitar 50%, serta dua sistem pegas pengurang massa yang dipasang di bagian atas,” tulis Direct Industry.

“Ketika terjadi gempa bumi, sistem ini bergerak tidak searah dengan struktur bangunan untuk menjaga pusat gravitasi segaris dengan dasar.”

Ada pula Toranomon Hills Mori Tower setinggi 247 meter di Roppongi, Tokyo. Bangunan 54 lantai ini, disebut Euronews, merupakan apartemen mewah, toko-toko, dan kantor beberapa merek terkenal, yang dibangun dengan sistem antigetaran seismik mutakhir untuk mengendalikan guncangan selama gempa.

“Gempa bumi membuat kami menyadari bahwa kami harus mengambil tindakan untuk membuat orang di dalam gedung merasa aman dan nyaman,” ujar kepala departemen rekayasa struktural perusahaan kontraktor Kajima, Haruhiko Kurino kepada Nikkei Asia.

Kajima adalah salah satu kontraktor terbesar di Jepang, yang banyak membangun gedung tahan gempa. Menurut Nikkei Asia, gedung pencakar langit cenderung bergoyang saat gempa bumi terjadi. Namun, memang dirancang seperti itu.

“Gedung pencakar langit modern dibangun fleksibel, menyerap energi seismik gempa bumi daripada menolaknya,” tulis Nikkei Asia.

Selain Kajiman, perusahaan kontraktor lainnya, yakni Shimizu, mengembangkan jenis langit-langit tahan gempa, setahun setelah gempa 2011. Lalu, Mori Building, salah satu pengembang komersial terbesar di Jepang, mengembangkan teknologi bangunan tahan gempa, sejak gempa Kobe tahun 1995. Pada 2003, kompleks perkantoran Roppongi Hills di Tokyo, yang menjadi landmark perusahaan Mori, dilengkapi pipa baja dan teknologi penyerap gerakan yang disebut peredam oli. Saat terjadi gempa 2011, gedung itu tak mengalami kerusakan berarti.

“Pekerjaan ini merupakan tanda Jepang, negara dengan seismik paling aktif di bumi, setiap gempa besar dan merusak memicu kemajuan dalam teknologi yang digunakan untuk menghadapinya—dan memberikan peluang bagi bisnis inovatif untuk menyebarkan pengetahuan di dalam dan luar negeri,” tulis Nikkei Asia.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan