close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay
icon caption
Ilustrasi. Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 19 Juli 2021 23:07

Korut peringatkan kaum mudanya tak gunakan bahasa gaul Korsel

Mereka yang ditemukan melanggar hukum dapat menghadapi hukuman penjara atau bahkan eksekusi.
swipe

Media pemerintah Korea Utara telah mendesak kaum mudanya, agar tidak menggunakan bahasa gaul dari Korea Selatan dan menyuruh mereka berbicara dalam bahasa standar Korea Utara.

Ada juga peringatan baru di surat kabar resmi Korea Utara agar tidak mengadopsi mode, gaya rambut, dan musik Korea Selatan.

Hal ini adalah bagian dari undang-undang baru yang berusaha untuk membasmi segala jenis pengaruh asing, dengan hukuman yang keras. Mereka yang ditemukan melanggar hukum dapat menghadapi hukuman penjara atau bahkan eksekusi.

Surat kabar Rodong Sinmun memperingatkan kaum milenial tentang bahaya mengikuti budaya pop Korea Selatan.

"Penetrasi ideologis dan budaya di bawah papan warna-warni borjuasi bahkan lebih berbahaya daripada musuh yang mengambil senjata," tulis artikel itu.

Hal ini menekankan bahwa bahasa Korea berdasarkan dialek Pyongyang lebih unggul, dan bahwa kaum muda harus menggunakannya dengan benar.

Korea Utara baru-baru ini berusaha menghilangkan bahasa gaul Korea Selatan, misalnya seorang wanita memanggil suaminya "oppa" yang berarti "kakak laki-laki" tetapi sering digunakan untuk menyebut pacar.

Pengaruh asing dipandang sebagai ancaman bagi rezim komunis Korea Utara, dan hal itu juga sebagai kecaman dari Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un. Dia baru-baru ini menyebut K-pop sebagai "kanker ganas" yang merusak kaum muda Korea Utara, menurut New York Times.

Siapapun yang tertangkap dengan sejumlah besar media dari Korea Selatan, Amerika Serikat atau Jepang sekarang akan menghadapi hukuman mati. Mereka yang tertangkap menontonnya menghadapi kamp penjara selama 15 tahun.

Namun terlepas dari risikonya, pengaruh asing terus meresap ke Korea Utara, dan jaringan penyelundupan yang sangat canggih untuk membawa media terlarang dilaporkan terus beroperasi.

Beberapa pembelot Korea Utara mengatakan bahwa menonton drama Korea Selatan berperan dalam keputusan mereka untuk melarikan diri.

Yang Moo-jin, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara, mengatakan kepada Korea Herald bahwa Kim, yang dididik di Swiss, sangat menyadari bahwa K-pop atau budaya Barat dapat dengan mudah meresap ke generasi muda dan memiliki dampak negatif. berdampak pada sistem sosialisnya.

"Dia tahu bahwa aspek budaya ini dapat membebani sistem. Jadi dengan menghapusnya, Kim mencoba mencegah masalah lebih lanjut di masa depan," tambahnya.

 

img
Eqqi Syahputra
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan