Kuntilanak 2: Teror hantu perempuan yang minim jumpscare
Kuntilanak 2 sukses bersaing dengan empat film Indonesia yang ditayangkan serentak saat libur Lebaran, yakni Si Doel The Movie 2, Single 2, Hit n Run, dan Ghost Writer. Film horor besutan sutradara Rizal Mantovani ini, dalam waktu sembilan hari per Kamis (13/6), menjadi film paling laris ditonton, menembus angka lebih dari satu juta penonton.
Kuntilanak 2 merupakan sekuel Kuntilanak (2018). Kisahnya dibuka dengan adegan seorang paranormal yang membebaskan kuntilanak dari “sarangnya”, untuk mendapatkan ilmu hitam.
Lantas, melompat ke sebuah taman bermain, di mana Julia (Susan Sameh), Edwin (Maxime Bouttlier), Dinda (Sandrinna Skornicki), Panji (Adlu Fahrezy), Miko (Ali Fikry), Ambar (Ciara Nadine Brosnan), dan Kresna (Andryan Bima) sibuk bermain beberapa wahana.
Dinda, Panji, Miko, Kresna, dan Ambar merupakan lima anak yatim piatu yang dirawat Donna (Nena Rosier) di rumah panti asuhan Kasih Ibu. Donna sendiri merupakan ibu Julia, sedangkan Edwin adalah pacar Julia.
Adegan masuk ke petualangan menegangkan dimulai ketika suatu hari datang Karmila (Karina Suwandi) ke rumah asuh dan menemui Donna. Di situ, Karmila mengaku sebagai orang tua biologis Dinda, dan meminta Dinda kembali.
Di salah satu sudut rumah itu, Dinda nguping pembicaraan. Lantas, Karmila menyerahkan sebuah peta, yang merupakan petunjuk ke arah rumahnya.
Dinda percaya begitu saja cerita Karmila, dan membujuk Donna untuk diizinkan pergi ke rumah Karmila. Tanpa tedeng aling-aling, keempat anak-anak lainnya ikut Dina. Mereka pergi ditemani Julia dan Edwin.
Tak dinyana, rumah Karmila yang berbahan kayu ada di tengah hutan. Tentu saja, ini film horor. Maka, hutan itu digambarkan sebagai hutan yang angker, dengan penegasan dari tokoh Miko.
Sesampainya di depan rumah, Dinda yang dibalut rasa rindu mendalam, langsung mendekati Karmila dan memeluknya erat. Bagaikan seorang anak yang sudah lama tak pulang ke rumah.
Dinda, Julia, Edwin, Panji, Miko, Kresna, dan Ambar lalu menginap di rumah Karmila. Di rumah dan hutan petualangan menyeramkan terjadi. Karmila punya misi terselubung membawa Dinda. Di film ini dijelaskan mengenai masa lalu Dinda.
Ia merupakan keturunan klan Mangkujiwo, yang memuja kuntilanak. Orang tuanya (Teuku Rifnu Wikana dan Karina Suwandi) mengkhianati perjanjian klan Mangkujiwo, yang mengharuskan korban anak kepada kuntilanak. Ia disembunyikan orang tuanya, dan kuntilanak dikurung di sebuah ruangan di bawah tanah di rumah itu.
Dari beberapa kejanggalan yang ditemukan di rumah Karmila, akhirnya diketahui bahwa Karmila bukanlah ibu Dinda, tetapi kuntilanak yang menyerupai ibunya.
Unsur komedi dan budaya Jawa
Rizal Mantovani yang sukses menggarap trilogi Kuntilanak (2006, 2007, dan 2008) ingin menampilkan kesan berbeda dibandingkan film horor Indonesia kebanyakan. Film ini bukan remake trilogi Kuntilanak, tetapi masih dalam satu universe yang sama. Benang merahnya sama: klan Mangkujiwo.
Sejak Kuntilanak (2018), peran sentral anak-anak dipertahankan. Tujuannya, menghidupkan komedi di tengah ketegangan teror hantu. Kesuksesan film Kuntilanak yang tembus lebih dari satu juta penonton membuat MVP Pictures tak berpikir panjang lagi untuk segera merilis sekuelnya.
Unsur komedi di Kuntilanak 2 porsinya dikurangi sangat banyak. Celetukan-celetukan polos khas anak-anak jarang ditampilkan. Namun, penjelasan verbal dari beberapa tokoh di film ini seakan-akan membuat menonton menjadi agak terganggu. Misalnya, ketika Miko mengatakan mereka sedang berada di tengah hutan angker, di dalam mobil yang melaju ke rumah Karmila di tengah hutan.
Unsur budaya dan klenik Jawa. Yang paling membosankan adalah diputarnya lagu “Lingsir Wengi”.
Lagu ini selalu muncul di film-film kuntilanak buatan Rizal. Lantas, sukses tertancap di benak banyak orang sebagai lagu pengundang makhluk gaib. Padahal, lagu itu adalah lagu ciptaan Sunan Kalijaga, dipakai usai menunaikan salat malam sebagai tolak bala. Zaman dahulu, lagu ini pun dinyanyikan oleh ibu-ibu saat menidurkan anaknya.
Adegan wayang pun membuat citra budaya Jawa seakan menyeramkan. Kresna memainkan wayang, sebagai dalang. Lalu, tiba-tiba ada sosok menyeramkan muncul dengan kuku yang panjang di balik tirai.
Tak membunuh
Kuntilanak di film ini tampaknya tak ingin membunuh manusia. Ia hanya meneror dan membuat semua orang di dekatnya ketakutan setengah mati. Berbeda dengan sosok kuntilanak di film sebelumnya. Di dalam film itu, Anjas (Naufal Ho) tewas setelah diculik kuntilanak yang bersarang di sebuah cermin kuno. Jasadnya ditemukan di bawah pohon besar dan terkubur.
Di dalam Kuntilanak 2, saat kuntilanak menakut-nakuti Panji, Miko, Kresna, dan Ambar di ruang tamu, ia hanya melongokan wajah menyeramkannya ke kolong kursi, tempat anak-anak itu bersembunyi.
Layaknya badut, satu persatu “digoda”. Lalu, merangkak meninggalkan ruang tamu ke arah lorong. Hilang? Tidak, ia kembali muncul tiba-tiba jatuh dari langit-langit.
Tak ada alasan logis yang bisa menjelaskan apa yang menyebabkan sang kuntilanak merangkak meninggalkan mereka, lalu sekonyong-konyong jatuh dari langit-langit, alih-alih membuat jumpscare. Jatuhnya malah aneh.
Terkait jumpscare, yang erat dengan film horor, terbilang minim. Hantunya kerap terlihat, porsinya terlalu banyak diekspos. Dari awal kemunculan Karmila, penonton pasti juga sudah bisa menebak, ia bukan manusia. Gerak-gerik dan motifnya sangat terbaca.
Anak-anak ini lalu ditangkap satu persatu. Kemudian diikat akar-akar pohon besar tak jauh dari rumah Karmila. Tak ada yang dibunuh satu pun.
Peran Julia dan Edwin, yang notabene orang dewasa dalam lingkaran petualangan teror hantu, seolah hanya pelengkap. Mereka hanya terjebak dalam keputusan konyol anak-anak untuk mengantar ke rumah Karmila, perempuan misterius yang tak jelas dari mana asalnya.
Kata kunci mengalahkan kuntilanak ini: jantung dan pohon. Dua kali Dinda diperlihatkan bayangan jantung dan pohon di dalam mimpinya. Kuntilanak akhirnya kalah oleh Dinda yang menusuk jantung di sebuah pohon besar.
Ironisnya, jantung itu ditusuk menggunakan tusuk konde pemberian Karmila kepada Donna. Senjata makan tuan, barangkali begitu.
Mudah ditebak. Minim jumscare. Kuntilanaknya lagi-lagi kalah sama anak kecil.