Saat ini, kita sudah jarang sekali melihat kupu-kupu terbang di pekarangan rumah atau jalanan. Seolah-olah, mereka sudah menghilang. Hal itu pun ditemukan dalam penelitian, dengan fokus di Amerika Serikat.
Menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal Science (Maret, 2025) antara tahun 2000 dan 2020, jumlah kupu-kupu turun hingga 22% di antara 554 spesies yang dihitung. Para peneliti menghitung data kupu-kupu yang berasal dari lebih 76.000 survei di seluruh Amerika Serikat.
“Kehilangan 22% kupu-kupu di seluruh Amerika Serikat hanya dalam dua dekade sangat menyedihkan dan menunjukkan perlunya intervensi konservasi berskala luas,” kata salah seorang peneliti sekaligus profesor ekologi di Michigan State University, Elise Zipkin, dikutip dari situs Michigan State University.
Zipkin merupakan bagian dari kelompok ilmuwan yang bekerja di USGS Powell Center for Analysis and Synthesis yang mengumpulkan data kupu-kupu selama beberapa dekade dari 35 program pemantauan yang mencakup catatan lebih dari 12,6 juta kupu-kupu. Dengan menggunakan pendekatan integrasi data, tim tersebut meneliti bagaimana kelimpahan kupu-kupu berubah secara regional dan individual untuk 342 spesies.
Populasi kupu-kupu turun rata-rata 1,3% per tahun di seluruh Amerika Serikat, kecuali di Pacific Northwest. Namun, pengamatan lebih lanjut terhadap peningkatan 10% daam kelimpahan secara keseluruhan di Pacific Northwest selama periode penelitian 20 tahun sebagian besar disebabkan oleh kupu-kupu tortoiseshell California, yang sedang menikmati ledakan populasi yang diperkirakan tidak akan bertahan lama.
Penelitian baru ini menggunakan semua data pemantauan kupu-kupu regional yang tersedia di wilayah Amerika Serikat. Kemudian mengembangkan metode analisis yang secara tepat memperhitungkan variasi dalam protokol pengumpulan di seluruh program dan wilayah demi mendapat hasil yang sebanding untuk ratusan spesies.
Zipkin dan koleganya seorang profesor biologi integratif di Michigan State University Nick Haddad mengatakan, kupu-kupu lebih dari sekadar simbol kebebasan dan keindahan. Mereka memainkan peran penting dalam siklus nutrisi dan merupakan sumber makanan penting bagi organisme lain seperti burung. Kupu-kupu—dan lalat—bertanggung jawab atas produksi kapas senilai 120 juta dollar AS di Texas.
“Orang-orang bergantung pada tanaman, mikroba, dan hewan untuk mendapatkan udara yang kita hirup, air yang kita minum, dan makanan yang kita makan. Namun, kita kehilangan spesies pada tingkat yang menyamai peristiwa kepunahan massal di planet kita,” kata Zipkin.
Sedangkan menurut Haddad, insektisida memainkan peran dalam mengurangi kelimpahan dan keanekaragaman kupu-kupu. Banyaknya penggunaan insektisida, kata dia, kurang strategis dan mengakibatkan penggunaan yang berlebihan.
“Penggunaan insektisida secara profilaksis dan hampir menyeluruh dapat membahayakan kupu-kupu dan serangga bermanfaat lainnya,” ujar Haddad.
Selain kupu-kupu, Amerika Serikat juga mengalami penurunan populasi burung. Dikutip dari situs Cornell Chronicle, laporan US State of the Birds 2025—sebuah penilaian kesehatan populasi burung di Amerika Serikat yang diterbitkan para ilmuwan dari kelompok konservasi, termasuk Cornell Lab of Ornithology—menunjukkan, populasi burung di seluruh Amerika Serikat menurun.
Laporan itu dipresentasikan pada 13 Maret 2025 di Konferensi Satwa Liar dan Sumber Daya Alam Amerika Utara ke-90. Temuan utama dalam laporan tersebut, antara lain sekitar sepertiga burung Amerika (229 spesies) populasinya rendah, baik burung hutan timur maupun barat terus menurun secara keseluruhan, burung padang rumput dan burung tanah gersang di Amerika Serikat merupakan kelompok burung yang populasinya mengalami penurunan paling cepat (43% dan 41% sejak 1970), dan populasi unggas air telah menurun sebesar 20% sejak 2014.
Secara total, 42 spesies dikategorikan sebagai spesies titik balik siaga merah, yang berarti populasi mereka sangat rendah. Kategori ini termasuk ayam padang rumput besar, burung murai berparuh kuning, dan burung hitam tiga warna.
Lalu, sebanyak 37 spesies dikategorikan siaga oranye, yang menunjukkan populasi mereka menurun dalam jangka panjang, dan penurunannya semakin cepat. Burung-burung dalam kategori ini mencakup spesies yang tersebar luas, seperti burung walet cerobong, burung grosbeak malam, dan burung towhee timur.
“Penurunan cepat pada burung menandakan meningkatnya tekanan yang dialami satwa liar dan manusia di seluruh dunia karena hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan peristiwa cuaca ekstrem,” kata direktur senior Pusat Studi Populasi Burung di Cornell Lab of Ornithology, Amanda Rodewald, dikutip dari situs Cornell Chronicle.
“Ketika kita melihat penurunan seperti yang diuraikan dalam laporan, kita juga perlu mengingat, jika tidak sehat bagi burung, kondisi tersebut juga tidak akan sehat bagi kita.”