Terkadang, kita melihat seseorang, meski belum berusia lanjut, kesulitan menyebut nama temannya walau mengenal wajahnya. Ada pula seseorang yang lupa menyebut istilah tertentu atau nama sebuah benda.
Hal itu merupakan fenomena ujung lidah atau letologika. Verywell Mind menyebut, letologika adalah ketidakmampuan untuk mengingat kata tertentu sebagai respons terhadap tampilan visual, pendengaran, atau sentuhan.
Letologika, disebut Mental Floss, berasal dari dua istilah Yunani, yakni lethe yang berarti kelupaan dan logos, yang berarti kata. Referensi paling awal yang diketahui tentang letologika ada dalam edisi Dorland’s Illustrated Medical Dictionary tahun 1914, yang mendefinisikannya sebagai ketidakmampuan untuk mengingat kata yang tepat.
Lalu, muncul pula dalam penelitian psikolog Roger Brown dan David McNeill dari Harvard University yang terbit di Journal of Verbal Learning and Verbal Behvior (1966).
Verywell Mind menyebut, saat momen di ujung lidah terjadi, seseorang kemungkinan merasa informasi ada di luar jangkauannya. Orang itu mungkin mengetahui kata yang akan disebut, tetapi informasinya seakan terkunci sementara. Ketika orang lain memberikan informasi yang “hilang”, maka muncul rasa lega.
“Momen yang menyiksa ketika kita tahu persis apa yang ingin dikatakan, tetapi kita gagal menyebut kata atau frasa,” tulis New York Times.
IFL Science menulis, teori awal soal letologika dari tahun 1970-an dan 1980-an menyatakan, kemungkinan hal itu terjadi karena otak kita memilih kata yang salah, tetapi secara fonologi mirip. Namun, pada 1990-an, bukti terhadap teori ini memudar.
Beberapa orang kemudian beralih ke teori produksi ujaran. Setidaknya, ada satu hal yang disepakati para peneliti, yakni menggunakan bahasa adalah proses yang sangat rumit, dengan banyak kemungkinan bisa salah.
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan letologika, menurut Verywell Mind, antara lain kelelahan, seberapa baik informasi diterima, dan adanya memori yang mengganggu.
Mental Floss menjelaskan, letologika terjadi saat ada semacam hambatan dalam proses pengambilan kata di otak. Orang dewasa yang lebih tua mengalaminya lebih tinggi dibandingkan orang yang lebih muda. Meski demikian, tak bisa disimpulkan penurunan kognitif adalah penyebab letologika.
Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan, seseorang mungkin lebih sering mengalami kondisi ujung lidah dengan kata-kata yang sama berulang kali, jika orang lain—atau internet—selalu memberi tahu jawabannya. Sebaliknya, seseorang harus meminta orang lain untuk memberi beberapa huruf pertama atau petunjuk fonologi lainnya, sehingga bisa mengetahuinya sendiri.
“Sebenarnya mengucapkan kata tersebut, bahkan dengan petunjuk, dapat membantu menciptakan hubungan yang lebih kuat di otak seseorang daripada hanya mendengar atau melihatnya,” tulis Mental Floss.
Menurut profesor psikologi di University of Florida yang telah mempelajari fenomena ini selama 20 tahun, Lise Abrams, kita lebih cenderung mengabaikan kata-kata yang jarang digunakan. Akan tetapi, ada pula kategori kata yang lebih sering mengarah ke kondisi letologika. Nama diri adalah salah satu kategori tersebut.
Menggunakan kata atau nama tertentu lebih sering, kata Abrams, dapat membuat kita cenderung tidak bingung saat mencoba menyebutkan kata, nama, atau frasa tersebut.
“Salah satu alasannya mungkin karena nama diri merupakan tautan arbitrer ke orang yang diwakilinya, sehingga orang dengan nama yang sama tidak memiliki informasi semantik yang sama seperti kata benda umum,” ujar Abrams dalam New York Times.