close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kerumunan di penyeberangan jalan./Foto B_Me/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi kerumunan di penyeberangan jalan./Foto B_Me/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 26 Maret 2025 06:39

Logika di balik cara orang berjalan di tengah kerumunan

Peneliti menggunakan pendekatan matematika dan simulasi.
swipe

Perhatikan aliran pejalan kaki saat kita melintasi sebuah pusat pertokoan yang ramai, jalur penyeberangan jalan, atau aula bandara. Apa yang terlihat? Orang-orang berjalan dalam jalur yang teratur, sebaris, menuju tujuan masing-masing? Atau itu hanya tumpukan jalur pribadi yang kacau, saat orang-orang saling menghindar dan meyeberang lewat kerumunan?

Dalam sebuah studi di Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) (Maret, 2025) bertajuk “Order-disorder transition in multidirectional crowds”, para peneliti dari Institut Teknologi Massachusetts, Akademi Pendidikan Jasmani di Katowice, dan Universitas Bath mempertimbangkan skenario umum di mana pejalan kaki menavigasi penyebarangan jalan yang sibuk.

Dikutip dari situs Massachusetts Institute of Technology (MIT) News, pada peneliti menganalisis skenario tersebut lewat analisa matematika dan simulasi, dengan mempertimbangkan banyak sudut yang mungkin diambil seseorang saat melintas dan manuver menghindar yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan sambil menghindari bertabrakan dengan pejalan kaki lain.

Para peneliti juga melakukan eksperimen kerumunan terkontrol dan mempelajari bagaimana partisipan sungguhan berjalan melalui kerumunan untuk mencapai lokasi tertentu. Melalui kerja matematika dan eksperimen mereka, para peneliti mengidentifikasi ukuran kunci yang menentukan apakah lalu lintas pejalan kaki teratur, sehingga jalur yang jelas terbentuk dalam aliran. Atau tidak teratur, di mana tidak ada jalur yang terlihat lewat kerumunan. Ukuran ini disebut “persebaran sudut,” yang menggambarkan jumlah orang yang berjalan ke arah yang berbeda.

MIT News menulis, jika sebuah kerumunan memiliki persebaran sudut yang relatif kecil, artinya sebagian besar pejalan kaki berjalan ke arah yang berlawanan dan bertemu lalu lintas yang datang dari arah depan, seperti di penyeberangan jalan.

Dalam kasus ini, lalu lintas yang lebih teratur seperti jalur, kemungkinan besar terbentuk. Akan tetapi, bila sebuah kerumunan punya persebaran sudut yang lebih besar, seperti di aula bandara, artinya ada lebih banyak arah yang bisa diambil pejalan kaki untuk melintas, dengan peluang lebih besar menciptakan kekacauan.

Para peneliti menghitung titik di mana kerumunan yang bergerak dapat beralih dari teratur menjadi tak teratur. Mereka menemukan, titik tersebut berada pada persebaran sudut sekitar 13 derajat. Artinya, jika rata-rata pejalan kaki menyimpang dari arah lurus lebih dari 13 derajat, ini dapat menyebabkan kerumunan berubah menjadi aliran yang tak teratur.

“Semua ini sangat masuk akal,” kata instruktur matematika terapan di Institut Teknologi Massachusetts sekaligus peneliti dalam studi ini, Karol A. Bacik.

“Pertanyaannya adalah apakah kita dapat menanganinya secara tepat dan matematis, serta di mana transisi itu terjadi. Sekarang kita memiliki cara untuk mengukur kapan harus mengharapkan jalur—aliran yang spontan, terorganisir, dan aman—versus aliran yang tidak teratur, kurang efisien, dan berpotensi lebih berbahaya.”

Dalam studi ini, tim peneliti berusaha mengidentifikasi transisi kunci pada aliran kerumunan, seperti kapan pejalan kaki beralih dari jalur yang teratur menjadi aliran yang kurang terorganisir dan berantakan?

Mereka pertama-tama mengeksplorasi pertanyaan tersebut secara matematis, dengan persamaan yang biasanya digunakan untuk menggambarkan aliran fluida, dalam hal gerakan rata-rata banyak molekul individu.

Bacik dan rekan-rekannya menggunakan persamaan aliran fluida dan menerapkannya pada skenario pejalan kaki yang melintas di penyeberangan jalan. Tim menyesuaikan parameter tertentu dalam persamaan tersebut, seperti lebar saluran fluida—dalam hal ini penyeberangan jalan—dan sudut di mana molekul—atau orang—melintas, bersama dengan berbagai arah yang bisa mereka ambil untuk menghindar atau bergerak mengelilingi satu sama lain untuk mengindari tabrakan.

Berdasarkan perhitungan ini, para peneliti menemukan, pejalan kaki di penyeberangan jalan lebih cenderung membentuk jalur jika mereka berjalan relatif lurus dari arah yang berlawanan. Keteraturan ini sebagian besar bertahan sampai orang mulai menyimpang pada sudut yang lebih ekstrem. Lalu, persamaan memprediksi, aliran pejalan kaki cenderung menjadi tidak teratur, dengan sedikit atau tanpa jalur yang terbentuk.

Untuk melihat apakah perhitungan tersebut terbukti dalam kenyataan, para peneliti melakukan eksperimen di sebuah pusat kebugaran. Mereka merekam pergerakan pejalan kaki menggunakan kamera di atas kepala. Setiap relawan mengenakan topi kertas yang menunjukkan kode batang unik yang dapat dilacak kamera.

Dalam eksperimen mereka, para peneliti menetapkan berbagai posisi awal dan akhir untuk relawan di sepanjang sisi berlawanan dari penyeberangan jalan simulasi, serta memberi mereka tugas untuk melintasi penyebarangan jalan ke lokasi target mereka tanpa bertabrakan dengan siapa pun.

Mereka mengulang eksperimen ini berkali-kali, setiap kali meminta relawan untuk mengambil posisi awal dan akhir yang berbeda. Akhirnya, para peneliti mampu mengumpulkan data visual dari berbagai aliran kerumunan, dengan pejalan kaki mengambil berbagai sudut lintasan.

Ketika mereka menganalisa data dan mencatat kapan jalur terbentuk secara spontan dan kapan tidak, para peneliti menemukan, persebaran sudut berperan penting. Eksperimen mereka mengonfirmasi, transisi dari aliran teratur ke tidak teratur terjadi di sekitar persebaran sudut 13 derajat seperti yang diprediksi secara teori.

Artinya, jika rata-rata seseorang menyimpang lebih dari 13 drajat dari arah lurus, aliran pejalan kaki dapat berubah menjadi tidak teratur, dengan sedikit pembentukan jalur. Lebih jauh lagi, mereka menemukan, semakin tidak teratur sebuah kerumunan, semakin tidak efisien pergerakannya.

“Kami bisa membayangkan, bagi siapa pun yang merancang ruang publik, jika mereka ingin memiliki aliran pejalan kaki yang aman dan efisien, penelitian kami dapat memberikan panduan yang lebih sederhana atau beberapa aturan praktis,” ujar Bacik.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan