World Health Organization (WHO) memasukkan gaming disorder ke dalam international classification of diseases (ICD-11). Namun, hal itu hanya mengarah pada dampak psikologis dan perilaku dari bermain video gim secara berlebihan. Sementara risiko dampak fisik dari bermain gim secara berlebihan masih diabaikan.
Dalam riset yang diterbitkan Computers in Human Behavior (Februari, 2024), para peneliti asal Australia berusaha menemukan korelasi antara bermain video gim berlebihan dengan dampaknya terhadap masalah fisik seseorang.
“Kami memiliki ketertarikan terhadap bagaiaman kecanduan memengaruhi generasi muda, sehingga hal ini menarik minat kami dan kami mengembangkan penelitian ini,” ujar salah seorang peneliti, Daniel Stjepanovic, yang merupakan peneliti senior di National Center for Youth Substance Use and School of Psychology at the University of Queensland, seperti dikutip dari PsyPost.
Disebut PsyPost, riset ini merupakan bagian dari 2022 International Gaming Study, melibatkan 955 peserta dari empat negara, yakni Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Inggris. Pesertanya terdiri dari kelompok yang beragam dan campuran gender yang seimbang, dengan rentang usia 18-94 tahun, sehingga dapat memberikan himpunan data yang kaya untuk dianalisis.
Menurut Daily Mail, para peserta ditanyakan tentang seberapa sering bermain video gim, apakah punya rencana untuk menjadi gamer profesional, dan tingkat internet gaming disorder mereka. Tak lupa, mereka ditanyakan tentang masalah fisik apa pun yang diarasakan akibat bermain gim.
Para peneliti menggunakan internet gaming disorder test-10 (IGDT-10) untuk menilai potensi gangguan permainan gim di antara peserta.
Sebagian besar peserta, yakni 80% bermain gim setiap hari dan sebagian besar berpartisipasi dalam sesi lanjutan setiap minggu atau setiap hari. Sebesar 27,5% bermain gim selama tiga jam atau lebih per sesi setiap minggunya, sementara 16,2% melakukannya setiap hari.
Untuk sesi yang berlangsung enam jam atau lebih, 19,2% terlibat setiap minggu dan 9% setiap hari. Selain itu, 17,9% peserta diklasifikasikan menderita internet gaming disorder selama setahun terakhir dan 21,7% bercita-cita menjadi pemain gim profesional.
“Sebagian besar peserta melaporkan masalah fisik yang disebabkan langsung oleh kebiasaan bermain gim,” tulis PsyPost.
Kelelahan mata dilaporkan 46,1% peserta. Lalu, 45,4% peserta melaporkan nyeri tangan atau pergelangan tangan, serta nyeri punggung atau leher sebesar 52,1%. Tak ada perbedaan gender maupun usia dari dampak bermain gim terhadap fisik.
“Hubungan antara bermain dalam waktu lama dan masalah fisik atau rasa sakit terjadi pada orang yang lebih muda dan lebih tua, meskipun orang yang lebih tua menunjukkan risiko lebih tinggi terhadap nyeri tangan atau pergelangan tangan,” kata para peneliti dalam Computers in Human Behavior.
Para peneliti menemukan, individu yang bermain gim selama tiga jam atau lebih menunjukkan kecenderungan lebih tinggi terhadap masalah fisik.
“Kami terkejut melihat peningkatan risiko cedera hanya dalam tiga jam bermain terus-menerus,” kata Stjepanovic kepada PsyPost.
“Penelitian ini hanya berfokus pada orang-orang yang bermain gim secara rutin. Jadi, kami tidak tahu apakah temuan kami berlaku juga untuk banyak pemain ‘santai’. Kami juga tidak tahu bagaimana aktivitas lain, seperti bekerja di kantor di mana Anda menggunakan komputer dalam jangka waktu lama berdampak sama dengan korelasi bermain video gim dan masalah fisik.”
Stjepanovic, dikutip dari ABC mengatakan, gamer eSport memiliki tingkat lemak tubuh yang lebih tinggi dan penurunan kepadatan mineral tulang.
Stjepanovic menyarankan para gamer harus berusaha mempersingkat sesi permainan gim mereka untuk menghindari masalah fisik. “Kami tahu bahwa bermain video gim adalah bagian penting dalam kehidupan banyak orang. Ini memberikan banyak kegembiraan dan hiburan bagi banyak orang,” kata Stjepanovic.
“Namun pesan utama yang dapat diambil adalah akan baik bagi individu untuk mengatur berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk duduk.”
Di sisi lain, dilansir dari ABC, profesor dari University of Sunshine Coast, Michael Nagel mengatakan, masalah durasi menatap layar yang berlebihan tidak akan hilang dalam jangka pendek. Ia menambahkan, generasi muda semakin banyak menghabiskan waktu di depan layar, sehingga mengganggu periode kritis perkembangan emosionalnya.
Hal ini, kata dia, dapat menjelaskan mengapa pengguna internet sering kali menunjukkan empati yang rendah, pengambilan perspektif yang buruk, dan ketidakmampuan untuk menempatkan diri apda posisi orang lain.
“Kami berspekulasi apakah ini adalah salah satu alasan mengapa kita melihat polarisasi opini dalam konteks sosiokultural saat ini,” ujar dia.
“Jika Anda seorang baby boomer atau gen Y, Anda tumbuh di masa ketika tidak ada layar, dan sekarang otak Anda sudah matang sepenuhnya. Sekarang, kita memiliki generasi anak-anak yang tumbuh dengan perangkat ini.”