close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Komponen capsaicin ini dalam berbagai penelitian menunjukkan dapat memberi efek antiinflamasi, antikanker. Alinea/Annisa R.
icon caption
Komponen capsaicin ini dalam berbagai penelitian menunjukkan dapat memberi efek antiinflamasi, antikanker. Alinea/Annisa R.
Sosial dan Gaya Hidup
Minggu, 08 Desember 2019 11:00

Capsaicin, biang rasa pedas dalam cabai yang baik untuk kesehatan

Komponen capsaicin ini dalam berbagai penelitian menunjukkan, capsaicin dapat memberi efek antiinflamasi dan antikanker.
swipe

Seperti halnya soto, sate, dan nasi goreng, sambal merupakan penanda sajian kuliner khas Indonesia. Stefu Santoso, seorang juru masak (chef) mengatakan, sambal sudah dikenal salah satu ciri masakan Indonesia dibandingkan negara-negara lain.

“Arti kata sambal itu sudah mewakili Indonesia, menjadi otentik dari masakan Indonesia di mata orang asing. Sama seperti soto dan sate,” kata Stefu saat dijumpai di salah satu restoran di kawasan sentra niaga Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (5/11).

Stefu yang menekuni profesi juru masak sejak 1998 ini, menjelaskan kalau sambal telah menjadi bagian sajian makanan khas Indonesia. Bahkan terasa spesial karena tak dijumpai dalam menu masakan negara Eropa atau Asia lainnya.

Belakangan, kata dia, Indonesia makin populer di dunia kuliner dengan jenis sambal matah yang bercitarasa pedas dan segar.

“Di Cina, Jepang, atau Korea tidak ada sambal. Mereka hanya kenal cabai, misalnya cabai togarashi di Jepang. Kecuali sebagian negara di Asia, seperti Malaysia yang serumpun dengan kita, mereka punya sambal,” ucapnya.

Menurut Stefu, kegemaran orang Indonesia dengan makanan pedas juga menjadi pengenal bagi masyarakat internasional. Dia menengarai, tanaman cabai  dapat tumbuh dengan mudah dan cepat di dataran tropis seperti Indonesia. Hal itu pun membuat harga jual cabai menjadi relatif murah. 

“Pada awalnya harga cabai itu murah dan tumbuh dengan cepat, maka orang Indonesia memanfaatkan cabai sebagai bahan olahan sambal,” katanya.

Bercermin pada kebiasaan penduduk di Pulau Jawa, sambal juga banyak dijadikan teman pendamping makan nasi dan gorengan. Menurut dia, perpaduan antara gorengan, sambal, dan nasi adalah sebuah paduan menua yang cukup baik dan lazim di masyarakat.

Lebih jauh, Stefu menilai sambal dapat dengan mudah dipadankan dengan menu makanan lain. Seperti yang berbahan daging, ikan, ayam, telur, dan ikan asin. 

Sambal juga terkesan merakyat karena klop melengkapi selera makan pada makanan apapun.

“Bahkan menu tahu goreng pun, banyak orang suka sekali memakannya dengan sambal. Di beberapa tempat pun orang juga ada yang merasa cukup makan nasi dengan sambal, dengan sedikit ikan teri,” tuturnya.
 

 

Seperti halnya soto, sate, dan nasi goreng, sambal merupakan penanda sajian kuliner khas Indonesia. Stefu Santoso, seorang juru masak (chef) mengatakan, sambal sudah dikenal salah satu ciri masakan Indonesia dibandingkan negara-negara lain.

“Arti kata sambal itu sudah mewakili Indonesia, menjadi otentik dari masakan Indonesia di mata orang asing. Sama seperti soto dan sate,” kata Stefu saat dijumpai di salah satu restoran di kawasan sentra niaga Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (5/11).

Stefu yang menekuni profesi juru masak sejak 1998 ini, menjelaskan kalau sambal telah menjadi bagian sajian makanan khas Indonesia. Bahkan terasa spesial karena tak dijumpai dalam menu masakan negara Eropa atau Asia lainnya.

Belakangan, kata dia, Indonesia makin populer di dunia kuliner dengan jenis sambal matah yang bercitarasa pedas dan segar.

“Di Cina, Jepang, atau Korea tidak ada sambal. Mereka hanya kenal cabai, misalnya cabai togarashi di Jepang. Kecuali sebagian negara di Asia, seperti Malaysia yang serumpun dengan kita, mereka punya sambal,” ucapnya.

Menurut Stefu, kegemaran orang Indonesia dengan makanan pedas juga menjadi pengenal bagi masyarakat internasional. Dia menengarai, tanaman cabai  dapat tumbuh dengan mudah dan cepat di dataran tropis seperti Indonesia. Hal itu pun membuat harga jual cabai menjadi relatif murah. 

“Pada awalnya harga cabai itu murah dan tumbuh dengan cepat, maka orang Indonesia memanfaatkan cabai sebagai bahan olahan sambal,” katanya.

Bercermin pada kebiasaan penduduk di Pulau Jawa, sambal juga banyak dijadikan teman pendamping makan nasi dan gorengan. Menurut dia, perpaduan antara gorengan, sambal, dan nasi adalah sebuah paduan menua yang cukup baik dan lazim di masyarakat.

Lebih jauh, Stefu menilai sambal dapat dengan mudah dipadankan dengan menu makanan lain. Seperti yang berbahan daging, ikan, ayam, telur, dan ikan asin. 

Sambal juga terkesan merakyat karena klop melengkapi selera makan pada makanan apapun.

“Bahkan menu tahu goreng pun, banyak orang suka sekali memakannya dengan sambal. Di beberapa tempat pun orang juga ada yang merasa cukup makan nasi dengan sambal, dengan sedikit ikan teri,” tuturnya.
 

 

Rasa nikmat yang meningkat saat menyantap sajian dengan tambahan menu sambal, dipengaruhi oleh senyawa bernama capsaicin dalam cabai.

Murdijati Gardjito menjelaskan, senyawa capsaicin terkandung di dalam cabai, terutama pada “urat” putih biji cabai.

Dalam bukunya yang berjudul Bumbu, Penyedap dan Penyerta Masakan Indonesia (2013), Murdjiati menguraikan, senyawa capsaicin bersifat stomakik, yaitu “dapat meningkatkan nafsu makan serta merangsang produksi hormon endorfin yang membangkitkan sensasi kenikmatan”.

Selain membangkitkan selera makan, sensasi pedas capsaicin bermanfaat untuk mengurangi rasa sakit. Murdijati menjelaskan, fungsi itu dijalankan melalui fungsi capsaicin dalam menghalangi aktivitas otak, saat merespons rasa sakit dari pusat sistem saraf.

Tak hanya itu, konsumsi sambal punya manfaat untuk melonggarkan penyumbatan pada tenggorokan dan hidung. Hal ini karena capsaicin di dalam cabai dapat mengencerkan lendir. Sehingga juga berperan untuk meredakan gejala sinusitis.

Senyawa capsaicin bersifat antikoagulan mampu menjaga darah tetap encer, juga mencegah pembentukan kerak lemak pada pembuluh darah. Karena itu, bagi sebagian orang yang gemar memakan sambal, hal ini sangat berperan untuk memperkecil risiko penyempitan pembuluh darah atau aterosklerosis. Plus, dapat mencegah potensi serangan stroke, jantung koroner, dan impotensi.

Senada dengan uraian itu, dokter ahli gizi dr. Jovita Amelia menegaskan kandungan capsaicin sebagai sumber atau biang rasa pedas. Adapun potensi capsaicin mengatasi penyakit jantung koroner didasari adanya kandungan efek farmakologi yang penting, yaitu efek sebagai fibrinolytic agent.

Senyawa capsaicin bersifat antikoagulan yang mampu menjaga darah tetap encer juga mencegah pembentukan kerak lemak pada pembuluh darah. Karena itu, bagi sebagian orang yang gemar memakan sambal, hal ini sangat berperan untuk memperkecil risiko penyempitan pembuluh darah atau aterosklerosis.Alinea/Annisa R.

“Komponen capsaicin ini dalam berbagai penelitian menunjukkan dapat memberi efek antiinflamasi, antikanker. Capsaicin ini juga sudah digunakan sebagai obat analgesik topikal,” kata Jovita, ditemui di Rumah Sakit Pelni, Slipi Petamburan, Jakarta Barat, Kamis lalu, (7/11).

Jovita menguraikan beberapa kandungan gizi lain dalam cabai, di antaranya ialah kalori, protein, karbohidrat, dan sejumlah vitamin. Dalam 100 gram cabai, kata Jovita, terkandung vitamin A, B6, dan C yang cukup besar. (Infografis Perbandingan Kandungan Gizi Beberapa Jenis Cabai)

“Vitamin C ini sebesar 144 mg, yang bagus untuk imunitas tubuh. Vitamin C juga membantu pertumbuhan, perkembangan jaringan, dan perbaikan sel-sel tubuh,” ucapnya.

Karena menjadi bahan utama membuat sambal, pengolahan cabai harus diperhatikan agar tidak merusak kandungan vitamin di dalamnya.

Jovita mengatakan, kandungan vitamin C dalam cabai mudah rusak bila terkena panas. Agar vitaminnya tidak hilang, menurutnya, cabai sebaiknya tidak perlu dipanaskan terlalu lama.

Proses pembuatan sambal dengan digoreng, disebutnya sudah mengurangi kandungan vitamin dalam cabai.

 

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan