close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pexels
icon caption
Ilustrasi. Pexels
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 19 Agustus 2021 07:23

Jadi penyakit mematikan bagi perempuan, mari kenali lebih dekat kanker payudara

Kanker payudara merupakan penyakit mematikan nomor satu bagi perempuan di Indonesia.
swipe

Berdasarkan statistik, fakta menunjukkan bahwa satu dari delapan wanita berisiko terdiagnosa kanker payudara. Kemudian, fakta lainnya menemukan bahwa kanker payudara merupakan penyakit mematikan nomor satu bagi perempuan di Indonesia, menggantikan kanker serviks yang sudah ditemukan vaksin sebagai langkah pencegahannya.

Bahkan, satu dari 80 juta pria memiliki risiko terkena kanker payudara. Sayangnya, sampai saat ini belum ditemukan penyebab timbulnya kanker payudara sehingga belum dapat mencegah penyakit mematikan ini dengan vaksinasi.

Meski belum dapat dicegah, salah satu organisasi kanker payudara, Lovepink, yang merupakan organisasi nirlaba yang memiliki visi untuk mengurangi angka pasien kanker payudara stadium lanjut, mengusahakan pemahaman masyarakat sedini mungkin tentang kanker payudara.

Penyintas kanker payudara dan anggota Survivor Lovepink Prana Dalwan menjelaskan, terdapat faktor-faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker payudara, di antaranya faktor yang dapat dikendalikan dan faktor tidak dapat dikendalikan.

Faktor yang dapat dikendalikan meliputi, paparan asap rokok dan alkohol, pola makan tidak sehat seperti makanan cepat saji, olahraga dan berat badan, pola hidup dan stres, serta polusi udara di perkotaan.

“Semua faktor ini bisa kita hindari, kita bisa mengelola stres, bisa menghindari polusi, bisa berolahraga lebih banyak,” katanya dalam telekonferensi (18/8).

Sementara itu, faktor yang tidak dapat dikendalikan berhubungan dengan peningkatan risiko timbulnya kanker payudara, beberapa di antaranya, jenis kelamin, riwayat penyakit kanker dari keluarga, usia (wanita dengan usia 40 tahun ke atas lebih tinggi risiko), menstruasi yang terlalu dini atau awal (sebelum 12 tahun), dan wanita yang menopause terlambat (lebih dari 50 tahun).

“Itu faktor-faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko terdiagnosa kanker payudara. Namun, pada kenyataannya, pasien-pasien yang datang ke rumah sakit, itu hanya 30% sampai 40% saja yang mempunyai latar belakang faktor risiko yang dibicarakan tadi. Sedangkan 60% sampai 70% tidak mempunyai latar belakang faktor seperti itu,” jelasnya.

Jadi, lanjutnya, kanker payudara yang tidak diketahui penyebabnya sampai saat ini sehingga belum ada vaksinnya dan dapat dialami oleh siapa saja baik wanita dan pria baik memiliki faktor latar belakang maupun tidak. Karenanya, penting untuk mengenali gejala-gejala kanker payudara agar dapat terdeteksi sedini mungkin.

Terdapat 12 tanda awal dan umum kanker payudara, di antaranya, payudara yang mengeras seperti batu, muncul payudara baru, payudara yang berubah bentuk menjadi cekung, perubahan warna kulit pada payudara (menjadi kemerahan atau lebam), terdapat cairan yang keluar dari puting apabila tidak sedang menyusui, puting payudara yang tertarik ke dalam.

Tanda selanjutnya, muncul benjolan pada payudara, muncul pembuluh darah (farises) pada payudara, perubahan tekstur kulit payudara yang mengerut seperti kulit jeruk, perubahan bentuk pada payudara, dan kulit kering atau mengelupas pada payudara.

Prana mengungkapkan, tanda-tanda ini tidak harus muncul secara bersamaan, bisa jadi yang muncul hanya satu atau dua saja. Ketika sudah muncul gejala, dirinya menyarankan untuk segera menemui dokter.

Pada kesempatan tersebut, Prana menjelaskan dua cara untuk mendeteksi kanker payudara secara dini pada diri masing-masing, yaitu SADARI (periksa payudara sendiri), dan SADANIS (periksa payudara secara klinis).

SADARI dapat dilakukan oleh wanita yang masih aktif mestruasi pada hari ke-7 sampai ke-10, terhitung dari mestruasi hari pertama, sedangkan bagi wanita yang telah menopause atau pria, dapat memilih satu tanggal spesial untuk memeriksa payudara setiap bulannya. Sementara itu, SADANIS dilakukan oleh tenaga medis yang merupakan pemeriksaan kanker melalui perabaan oleh dokter.

Prana menjelaskan, jika saat pemeriksaan awal ini ditemukan suatu hal yang mencurigakan, maka lanjutlah dengan pemeriksaan yang lebih mendalam atau screening dengan ultrasonografi (USG) atau mamografi.

“USG ini lebih tepat untuk para wanita dengan usia di bawah 40 tahun, yang kondisi payudaranya masih padat. Pemeriksaan berkala USG ini bisa dilakukan setiap dua tahun sekali. Dan untuk wanita yang sudah berusia 40 tahun ke atas, yang kondisi payudaranya sudah lebih longgar, disarakan untuk menjalankan pemeriksaan dengan mamografi,” pungkasnya.

img
Silvia Ng
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan