Tinggalkan markas Avengers, masihkah Spider-Man digandrungi penonton?
Kabar terbaru dari film Spider-Man tentu akan membuat Anda terkejut. Sebagaimana dikutip dari laman BuzzFeed News, karakter superhero manusia laba-laba itu dikabarkan akan meninggalkan "markas” jagoan Avengers. Kondisi ini terjadi setelah manajemen Sony Pictures menolak permintaan Disney untuk menaikkan porsi keuntungan bisnisnya dari film Spider-Man berikutnya.
Selama ini, film Spider-Man meroket dan menarik antusiasme penonton yang begitu besar setelah Sony menggandeng Disney dan memasukkan Spider-Man sebagai salah satu karakter dalam Marvel Cinematic Universe (MCU). Dengan skema pembagian keuntungan antara Disney dan Sony Pictures sebesar 5% berbanding 95%, Disney mendapatkan 5% dari total pendapatan kotor Box Office. Misalnya, dalam film Spider-Man: Far From Home (2019) saja, pendapatan kotor Box Office film ini mencapai US$1 miliar, sehingga Disney memperoleh keuntungan sekitar US$50 juta.
Karena itulah, Disney mengajukan permintaan porsi profit lebih besar dengan perubahan perbandingan 50% berbanding 50%. Namun, ide itu tak disetujui Sony Pictures. Keduanya lantas memutuskan untuk berpisah.
Putusnya kerja sama itu membuat film-film Spider-Man selanjutnya tak akan ditukangi lagi oleh Kevin Feige, Presiden Marvel Studios. Adapun di sisi lain, penolakan Sony itu diduga lantaran kepercayaan diri mereka pada kepiawaian sutradara Jon Watts. Selain itu, produser Amy Pascal dan aktor Tom Holland sebagai tokoh utama semakin menguatkan keyakinan untuk dapat melanjutkan film-film berikutnya tanpa sokongan Disney.
Tak dimungkiri, penggemar Spider-Man kecewa dengan kabar tersebut. #SaveSpiderMan dan #SaveSpidey bahkan sempat nangkring di trending topic Twitter, Rabu (21/8).
Menurut pengamat film dan budaya populer Hikmat Darmawan, putusnya kerja sama Disney dengan Sony untuk film-film MCU sangat mengejutkan. Terlebih, sejak bergabung di bawah naungan MCU, karakter Spider-Man semakin berdaya kuat menyedot audiens yang lebih besar. Namun, kondisi terbaru seakan menunjukkan sikap Disney yang mengambil risiko besar dengan melepaskan Spider-Man dari MCU.
“Mereka (Disney) merisikokan Spider-Man. Disney memperlihatkan cengkeraman kekuasaannya yang hingga kini sudah memegang sekitar 50% lisensi film terkenal,” kata Hikmat kepada Alinea.id, Rabu (21/8).
Meskipun begitu, menurut Hikmat, karakter tunggal Spider-Man sudah sangat kuat di benak penonton semenjak kemunculan filmnya pertama kali. Namun, dia menduga jalan cerita film Spider-Man selanjutnya akan menjadi kering karena sudah lepas dari kesan kuat MCU.
“Penonton bisa jadi akan berkurang kepercayaannya kepada kelanjutan kualitas film Spider-Man. Itu dianggap tidak sebaik saat di bawah MCU,” ucapnya.
Penonton tak kurang antusias
Hikmat juga cukup menyayangkan terputusnya kerja sama Disney dan Sony terkait film Spider-Man. Dengan dasar persoalan pembagian keuntungan bisnis, penonton dapat menjadi pihak pasif yang terdampak dari urusan korporasi media hiburan. Dia juga meragukan kualitas film Spider-Man bila produksi sepenuhnya di tangan Sony Pictures.
“Sebagai penonton, kita hanya bisa menunggu saja,” ujarnya.
Lalu bagaimana kemungkinan masa depan film Spider-Man di bawah manajemen Sony Pictures?
Menurut penulis komik Muhammad Daniel Fahmi, Sony punya kapasitas tak kalah dibandingkan Disney untuk meneruskan sekuel Spider-Man. Sebab, Sony sudah jauh lebih dulu merilis konsep multi universe lewat Spider-Man Into the Spider-Verse sebelum film Spider-Man: Far From Home dirilis.
“Spider-Man Into Spider-Verse benar-benar bikin Sony percaya diri sama konten mereka sendiri. Wadah multi universe ini penting karena Sony bisa lebih mengembangkan Intelectual Product Spider-Man sendiri tanpa harus bergantung untuk turut membawa karakter superhero Marvel lainnya,” kata Daniel dalam pesan singkatnya, Rabu (21/8).
Gagalnya kesepakatan Disney dan Sony dengan rasio keuntungan bisnis baru itu, menurut Daniel, justru berdampak lebih berat bagi Disney. Dari aspek modal cerita, kesan dari karakter Spider-Man yang melekat sangat kuat dengan “geng Avengers” sudah tertancap di benak penonton.
“Apalagi Disney bakal kehilangan hak properti, nanti bakal kesulitan bikin merchandise,” ujarnya menambahkan.
Tak hanya dari penjualan karya film, Disney juga diuntungkan dari strategi pengembangan franchise yang selama ini dikelola di bawah Marvel Studios. Sementara itu, menurut Daniel, sejauh ini Sony Pictures tidak cukup sukses mengelola karakter dari film-film produksi mereka untuk dikembangkan jadi produk lain.
Bagi Wisnu Setyoko, penggemar film seri superhero Marvel Cinematic Studios, karakter Spider-Man masih bisa dikembangkan ke dalam film-film cerita baru walaupun tak lagi melibatkan Disney. Meski agak mengecewakan, Wisnu melihat potensi Sony yang menjanjikan.
“Saya lebih senang kalau Spider-Man di bawah kontrol total Sony. Mereka bisa eksplorasi lagi buat sekuelnya,” kata Wisnu.
Lain lagi dengan Dias Aditya yang ngefans berat dengan karakter Spider-Man. Kabar putusnya hubungan bisnis Disney dan Sony membuatnya kesal dan merasa seperti dipermainkan. Setelah Spider-Man masuk dalam MCU, dia sangat berharap karakter favoritnya itu dapat berhadapan dengan tokoh superhero lain. Tapi, kini dia malah jadi gigit jari.
“Merusak ekspektasi saja sih. Pas Disney sudah masuk dan kerja sama bareng Sony, saya berharap banyak kalau Spidey (Spider-Man) bisa bertemu karakter kayak Deadpool, dan lain-lain. Yah, tapi jadi kandas kalau Spider-Man balik lagi di bawah Sony,” kata Dias.