Penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Jakarta tahap akhir resmi ditutup pada Selasa (2/7) siang. Namun, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menerima 25 pengaduan dari warga yang menagih janji Pemprov DKI Jakarta untuk menjamin akses bagi anak-anak penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP). Mereka pun dilaporkan gagal di berbagai jalur, seperti prestasi, zonasi, dan afirmasi.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji meyakini, di lapangan jumlah itu lebih banyak lagi. Sebab, ada ratusan ribu orang penerima KJP yang turut dalam PPDB. Baginya, kondisi ini adalah anomali dalam sistem PPDB. Hal ini terkait lemahnya perlindungan terhadap kelompok yang rentan putus sekolah, meski berbagai jalur sudah disediakan.
Menurutnya, salah satu langkah yang bisa dilakukan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) harus menghentikan sistem seleksi supaya tak ada lagi anak yang gagal dalam PPDB. Langkah ini, dianggap Ubaid, sejalan dengan penambahan daya tampung sekolah dengan melibatkan pihak swasta. Dengan demikian, daya tampung sekolah tidak kurang, jika sekolah negeri dan swasta semua dilibatkan dalam PPDB.
“Karena itu, PPDB itu tidak boleh lagi sekolah negeri minded, harus juga melibatkan sekolah swasta,” kata Ubaid kepada Alinea.id, Senin (1/7).
Ubaid menuturkan, calon siswa seharusnya sudah mendapatkan kepastian dari awal. Bukan malah masih pontang-panting di tahap akhir. Belum lagi masalah yang kerap muncul pada tahap akhir PPDB, seperti ada bangku yang kursi terisi.
Dia menduga, kursi “sisa” itu adalah modus kecurangan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Kursi-kursi itu, kata dia, sengaja disembunyikan dan diam-diam diperjualbelikan.
“Kekurangan bangku itu terjadi karena pemerintah daerah hanya ngurusi sekolah negeri saja,” ujar Ubaid.
“Padahal, tugas pemerintah adalah membiayai, memfasilitasi, dan memastikan semua anak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di semua jenis sekolah, mau sekolah negeri maupun swasta.”
Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Purwosusilo mengatakan, usulan penambahan sekolah swasta dalam PPDB daring sudah dilakukan sejak 2022. Programnya disebut sebagai PPDB Bersama.
Program tersebut, kata Purwosusilo, dikhususkan bagi siswa jalur afirmasi atau yang kurang mampu untuk jenjang SMP, SMA, dan SMK. Tahun ini, pihaknya melibatkan 406 sekolah swasta, dengan rincian 138 SMP, 121 SMA, dan 147 SMK. Sedangkan jumlahnya, diberikan untuk 1.731 siswa SMP, 2.671 siswa SMA, dan 4.024 siswa SMK.
“PPDB Bersama, anaknya sekolah di swasta, tapi dibiayai mulai masuk sampai lulus oleh Pemprov DKI (Jakarta),” kata Purwosusilo, Senin (1/7).
Selain itu, Purwosusilo menyampaikan, pihaknya juga menyaring setiap sekolah yang akan dilibatkan dalam sistem levelling. Ada pemberian nilai untuk melihat mutu dari setiap sekolah. Di samping tidak melibatkan sekolah yang mutunya rendah, Pemprov DKI Jakarta juga tidak melibatkan sekolah swasta yang termasuk kelas atas.
“Kita sesuaikan budget dengan anggaran, tujuannya supaya bisa meningkatkan daya tampung. Kalau negeri kan (jumlahnya) terbatas, makanya di swasta,” ucap Purwosusilo.
Purwosusilo pun menerangkan, semua ini berjalan sesuai dengan tujuan agar tak ada lagi warga yang bayar untuk mengenyam pendidikan. Bahkan, ada juga program Bantuan Pendidikan Masuk Sekolah (BPMS) sebagai bantuan sosial untuk membayar uang pangkal saat bersekolah di swasta.
“Kalau SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) dan kebutuhan peserta didik (diambil) dari KJP,” tutur Purwosusilo.