close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi. Pexels.com
icon caption
ilustrasi. Pexels.com
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 23 Agustus 2021 22:31

Memahami teknik marketing pameran seni rupa saat pandemi

Penyelenggara pameran harus menyiasati kondisi tersebut dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat.
swipe

Selama dua tahun pandemi Covid-19, ARTJOG tetap menyelenggarakan pameran dengan menerapkan kebiasaan baru saat pandemi Covid-19.

Direktur Utama ART JOG Heri Pemad mengatakan, pihaknya terus berpikir, bagaimana mengantisipasi penyebaran tanpa mengurangi kualitas dari pameran itu sendiri.

Heri juga berharap agar ARTJOG dapat memberikan inspirasi bagaimana menyelenggarakan pameran seni rupa dengan menerapkan kebiasaan baru, mengikuti protokol kesehatan demi mengantisipasi penyebaran Covid-19 melalui pameran.

“Dua tahun masa pandemi ini, kami (ARTJOG) memang belum berhenti dan memang diniatkan untuk menjadi pilot project kebiasaan baru,” katanya dalam siaran pers, Senin (23/8).

Oleh karena tidak semua karya seni rupa dapat dipamerkan secara daring, maka penyelenggara pameran harus menyiasati kondisi tersebut dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, misalnya batasan jumlah pengunjung.

Mengunjungi pameran saat pandemi, lanjut dia, artinya harus memikirkan bagaimana prokesnya, dan harus terbiasa untuk mengisi formulir pendaftaran terlebih dahulu, serta penyelenggara harus menyediakan katalog elektrik (e-catalog). Selain itu, juga harus menghindari karya-karya yang bersifat interaktif seperti harus dipegang, dirasakan, atau dihirup aromanya.

Sementara itu, dari prokesnya sendiri, ARTJOG memberlakukan pembatasan waktu. Lebih lanjut, Heri mengatakan, perlu pemasaran (marketing) yang sesuai dengan kondisi pandemi. Misalnya, mempublikasi karya-karya dengan cara digital, misalnya bagaimana kamera dapat mewakili mata pengunjung pameran dapat diatasi dengan virtual reality (VR) atau kamera 360.

Heri menjelaskan, teknik pemasaran yang utama adalah mengetahui pasarnya ada dimana dan seperti apa. Misalnya, Heri sebagai seniman yang melakukan pameran di dalam galeri selalu berusaha menjaga hubungan yang baik dengan kolektor yang pernah membeli karya seni rupanya.

“Oke misal kita punya database kolektor lama yang pernah beli itu kan kita harus hubungi terus dengan surelnya (e-mail) pemberitahuan kepada mereka. Kalau ada contact person-nya misalnya nomor teleponnya, ya kita say hello,” ungkap dia.

Langkah selalu menjaga hubungan baik dengan kolektor seni ini adalah agar minimal mereka selalu mendapatkan informasi tentang karya yang tengah dipamerkan dan jika sebagai seniman, mereka dapat mengetahui karya-karya terbaru kita.

“Walaupun ada kolektor yang pernah kecewa dengan kita, tetap jaga komunikasi baik karena itu aset yang pernah bagaimanapun mengapresiasi karya kita. Ketemu siapapun itu adalah peluang untuk mengapresiasi karya. Karena kita ada di profesi sebagai seorang seniman yang membutuhkan apresiator,” jelasnya.

Menurut Heri, data base kolektor adalah aset. Lebih daripada itu, bahkan orang-orang yang ditemuinya, dianggap peluang untuknya. 

“Pengantar kolektor ternyata juga dia bisa menjadi peran antaranya, dan itu sering terjadi. Banyak yang tak terduga,” pungkasnya.

img
Silvia Ng
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan