Tren menanam atau berkebun di tengah pandemi menjadi salah satu kegiatan produktif yang bisa dilakukan masyarakat desa ataupun urban. Dengan menanam sayur dan buah, setiap orang dapat menyediakan pangan masing-masing sesuai selera dan kebutuhan.
Pegiat urban Anis Hidayah mengatakan, menanam apa yang biasa dimakan, dengan sendirinya kebutuhan pangan secara perlahan akan terpenuhi.
“Meski tidak terpenuhi 100% setidaknya kita punya upaya untuk membangun ketahanan pangan di rumah kita masing-masing,” kata Anis dalam diskusi online, Selasa (23/6).
Anis bercerita, sudah memiliki tanaman sayuran dan buah yang dikelola bersama komunitasnya. Di lahan rumahnya, ia telah menanami tomat, cabai, pare, pepaya, nangka, srikaya, rambutan, dan lainnya. Baginya, sayuran dan buah-buahan lokal tersebut sudah relatif cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Anis bersama komunitas Rumah Organik Studio Alam Indah (ROSAI) kerap mengampanyekan pentingnya bertanam dari rumah melalui media sosial. Selain itu, ia bersama ROSAI juga membangun gerakan donasi benih bagi orang-orang yang tak memiliki akses untuk memeroleh benih tanaman. Kampanye itu mendapat timbal balik (feedback) positif dari banyak orang.
“Ternyata banyak yang terinspirasi untuk menanam karena saya selalu sampaikan bahwa setiap orang bisa menanam dan itu mudah sekali,” ungkap pendiri LSM Migrant Care itu.
Bertanam di tengah kota menjadi tantangan karena tanah dipenuhi bangunan yang padat. Namun, masyarakat urban dapat memanfaatkan tanah lain seperti sisa-sisa tanah galian. Tanah tersebut tentunya yang tidak mengandung pestisida kimiawi, karena akan membahayakan tanaman dan orang yang mengonsumsinya.
Selain itu, tanaman organik merupakan kesukaan hama. Tanaman organik seringkali diserang hewan hama seperti siput, tikus, keong yang memakan daun-daun tanaman.
Anis pun membagikan beberapa cara agar tanaman organik tak diserang hama, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati, cangkang telur, ataupun tanaman pendamping untuk mengalihkan perhatian si hama.
Pestisida nabati dapat dibuat secara mandiri seperti memakai rebusan dari bawang putih, cabai rawit, tembakau. Pestisida tersebut nantinya disemprot tanaman yang terkena hama.
“Kalau dari beberapa pengalaman ibu-ibu, rebusan cabai luar biasa untuk mengusir tikus, meski ada juga yang masih bandel,” jelasnya.
Anis menyebutkan bahwa ada hama lainnya yang kerap hinggap di balik daun-daun. Hama ini dapat diusir dengan menyiram tanaman yang semprotannya cepat atau kencang, sehingga dapat membasuh hama-hama yang menempel tersebut. Menurut Anis, tanaman yang paling sering terkena hama ini yaitu cabai, terong, dan tomat.
Selain pestisida nabati, bisa juga dengan menggunakan tanaman bunga yang warnanya mencolok. Warna mencolok itu dinilai agar bisa mengalihkan perhatian hama dan dapat membantu pembuahan pada bunga-bunga.
“Jadi secara alamiah, misalnya timun, itu enggak perlu dikawinkan karena sudah ada lebah yang datang,” katanya.
Pengusir hama lainnya, yaitu dengan cangkang telur bekas. “Cangkang telurnya enggak usah dibuang, tetapi dijemur 5-7 hari. Kemudian cangkang itu dihaluskan dan ditaburkan di pot. Itu bisa menghalau hama-hama yang selama ini muncul menjadi gak datang lagi,” tutur dia.
Bila tak menggunakan pestisida nabati, Anis menyarankan tanaman dapat disusun di rak agar tak mudah dijangkau siput, keong, atau tikus. Bisa juga dengan pot yang digantung.