Membungkam kebisingan notifikasi dengan fitur do not disturb
Eriyanto, 20 tahun, yang sehari-hari menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Bandung, Jawa Barat kerap menggunakan fitur “do not disturb” (DND) atau “jangan ganggu” di ponsel pintarnya. Dia mengatakan, fitur DND adalah “penyelamat” bagi mereka yang terdistraksi dengan notifikasi di ponsel.
“Apalagi aku sebagai mahasiswa yang juga aktif di media sosial, rasanya kalau enggak diatur, hidup tuh bisa penuh sama bunyi notifikasi terus-menerus,” kata Eriyanto kepada Alinea.id, Rabu (18/12).
Menurut dia, generasi Z seperti dirinya hidup di tengah dunia yang serba cepat dan ramai. Sedangkan notifikasi dari berbagai aplikasi, termasuk media sosial, membuat mereka mudah lelah secara mental.
“Jadinya, fitur do not disturb itu kayak perlindungan diri dari kebisingan digital,” ujar Eriyanto.
“Kita tuh ngerti banget kalau kesehatan mental penting. Salah satu cara buat ngejaga itu, ya dengan ngehindar sejenak dari gangguan-gangguan kecil kayak bunyi chat atau email yang terus muncul.”
Fleksibilitas membedakan antara mematikan notifikasi aplikasi dengan mengaktifkan DND, kata Eriyanto. Kalau DND, dia bisa memilih notifikasi mana saja yang tetap diizinkan masuk, seperti pesan WhatsApp dari keluarga atau grup kerja yang penting.
“Kalau notifikasi semuanya dimatiin, aku malah takut kelewat hal yang urgent. Jadi fitur DND tuh lebih personal dan bikin aku enggak perlu ngecek ponsel terus-terusan,” tutur Eriyanto.
Dia tak sepakat bila mengaktifkan DND di ponsel adalah bentuk antisosial. Menurutnya, fitur DND hanya untuk mengatur kehidupannya agar fokus pada aktivitasnya. Misalnya, Eriyanto mengaktifkan fitur itu saat dia sedang belajar atau istirahat. Setelah itu, dia bakal tetap membalas pesan atau menghubungi teman-temannya.
“Jadi, aku bisa lebih produktif,” tutur Eriyanto.
“Intinya, kita tetap harus tahu kapan waktunya buat fokus, kapan waktunya buat sosialisasi.”
Menurut Lifewire, fitur DND adalah mode pada ponsel pintar dan tablet yang bisa menonaktifkan sebagian besar—bila tidak mau semuanya—notifikasi yang masuk dari panggilan telepon, pesan teks, dan notifikasi aplikasi. Tindakan yang akan menghasilkan notifikasi tetap ada, tetapi notifikasi bakal dibungkam dan tak akan mengaktifkan tampilan perangkat.
Pada iOS—sistem operasi seluler yang dikembangkan Apple Inc, misalnya iPhone—fitur jangan ganggu bisa ditemukan di bagian fokus pusat kontrol atau menu pengaturan. Sedangkan pada perangkat Android, mode jangan ganggu biasanya ditemukan di bagian notifikasi atau di setelan.
Fitur DND sering kali dipakai generasi Z. Menurut psikoterapis Duygu Balan, dalam tulisannya di Psychology Today, banyak orang dewasa muda memilih mengaktifkan fitur jangan ganggu pada ponsel mereka sebagai cara untuk memblokir panggilan spam dan menghindari penipuan lewat telepon. Termasuk sebagai cara untuk mengurangi kecemasan.
Survei sebuah layanan telepon Inggris, Face for Business, pada 2019 menemukan, 70% milenial dan generasi Z mengalami kecemasan saat menjawab telepon. Sedangkan survel yang dilakukan kantor komunikasi Inggris, Ofcom, pada 2017 menemukan, hanya 15% dari anak muda berusia 16 hingga 24 tahun yang lebih suka panggilan telepon, dan 36% dari mereka lebih menyukai pesan instan. Bagi generasi Z, kata Balan, panggilan telepon dadakan dianggap sebagai gangguan.
Sementara itu, psikolog klinis Stefany Valentia mengatakan, fitur ini cukup baik. Sebab, bisa membantu dalam menetapkan batasan, terutama dalam konteks pekerjaan. Misalnya, dengan fitur ini, seseorang bisa menetapkan batasan kapan waktu untuk bekerja dan kapan waktu untuk beristirahat.
“Dampak positifnya, fitur ini dapat mendukung work life balance,” ujar Stefany, Rabu (18/12).
Di sisi lain, kata Stefany, ada pula dampak negatifnya, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya tidak bisa dibatasi oleh waktu. Misalnya, jika seseorang bekerja di bidang yang membutuhkan respons cepat dan fleksibilitas waktu. Penggunaan fitur ini secara saklek, misalnya tidak merespons pekerjaan di luar jam tertentu, menurut Stefany, justru bisa menjadi masalah.
“Jadi, penting untuk menyeimbangkan kedua sisi ini,” tutur dia.
Stefany mengaku, memang ada potensi menciptakan perilaku menghindar, terutama dalam hubungan sosial. Namun, menurutnya, tergantung lagi pada pola pikir orang yang menggunakannya.
“Jika fitur ini digunakan untuk menghindari tanggung jawab, seperti belum menyelesaikan pekerjaan dan malah menyalakan DND agar tidak dikejar-kejar, itu tentu bisa berdampak negatif,” kata Stefany.
Akan tetapi, jika fitur ini diterapkan dengan sehat, contohnya untuk memastikan waktu istirahat dan pekerjaan sudah selesai dengan baik, maka hasilnya justru positif. Hal yang sama berlaku dalam hubungan sosial. Dia mengingatkan, jangan sampai penggunaan fitur ini menjadi terlalu kaku, sehingga menghambat komunikasi dengan teman atau rekan kerja.
“Intinya, penggunaan fitur DND ini harus fleksibel dan seimbang,” ujar Stefany.
“Jangan sampai tanggung jawab terabaikan atau relasi sosial terganggu karena terlalu sering menggunakannya sebagai bentuk penghindaran.”