Situasi Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, sore itu tampak sangat ramai. Para pramuantar sibuk membantu penumpang kereta, membawakan tas, koper, dan kardus-kardus. Beberapa calon penumpang duduk-duduk di ruang tunggu keberangkatan. Hari raya Idulfitri masih kurang dari tiga pekan lagi. Namun, banyak yang sudah memilih pulang ke kampung halaman lebih awal.
Salah seorang penumpang kereta, Yoga Kurniawan, mengaku Jumat malam bakal bertolak ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah. Hampir dua tahun ia tak pulang ke Solo. Jauh-jauh hari, mahasiswa semester akhir di Universitas Pancasila itu sudah berburu tiket mudik dari aplikasi.
“Pulang sekarang karena (tiket) murah ya. Tadinya mau berangkat tanggal 8 April, tetapi sudah full booked,” ujar Yoga ditemui Alinea.id di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (22/3).
Yoga mendapatkan tiket kereta seharga Rp250.000. Semakin mendekati hari raya Idulfitri harga tiket melambung. Katanya, jika memesan tiket untuk tanggal 8 April, harganya bisa mencapai Rp450.000.
Lonjakan harga tiket kereta itu, menurut Yoga, memberatkan masyarakat. “Baru pergi. Belum pulangnya. Belum lagi kita harus stay di sana, pasti membutuhkan uang kan,” kata dia.
Pemudik lainnya yang memilih berangkat jauh sebelum hari raya adalah Siti. Ia hendak ke Surabaya, Jawa Timur. Sama seperti Yoga, Siti juga memilih mudik lebih awal lantaran harga tiket melonjak di dekat-dekat hari raya. Ia sempat membuka-buka beberapa aplikasi untuk memburu tiket.
“Bus (harga tiketnya) bisa nyentuh Rp780.000 dan hampir Rp2 juta untuk pesawat. Gila enggak?” ujar Siti, Jumat (22/3).
Pemudik lainnya, Naufal yang hendak ke Purwakarta, Jawa Barat dan Sarah yang mau berangkat ke Semarang, Jawa Tengah pun mengeluhkan harga tiket yang mahal jelang Lebaran. Maka, mereka memilih berangkat lebih awal.
“Tujuan kita sama, yaitu mencari tiket yang lebih priceless atau ramah kantong, serta masih tidak terlalu berbondong-bondong saat mudik,” tutur Sarah.
“Ya gimana, kami masyarakat yang istilahnya kerja pas-pasan. Kalau mengikuti mayoritas yang lain selama mudik Lebaran, ya habis uang kita,” kata Naufal, yang bekerja sebagai sopir pribadi di Jakarta.
Menurut Naufal, intinya mereka mencari alternatif memilih mudik terlebih dahulu agar hemat kantong dan menghindari lonjakan warga yang pulang kampung.
Menanggapi sulitnya pemudik mendapatkan tiket dengan harga terjangkau, pakar kebijakan pubik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah mengatakan, hal itu disebabkan harga tiket yang tak seragam. Penentuan harga tiket terkadang juga tak transparan.
“Sangat ditentukan oleh perusahaan dan agen-agen itu sendiri,” ujar Trubus, Jumat (22/3).
Bisa pula ada penyesuaian harga. “Yang jelas, seharusnya penentuan harga tiket dilakukan dengan transparan,” ucap Trubus.
Menurut Trubus, pemerintah seharusnya memberikan diskon atau tiket gratis bagi pemudik yang tidak mampu. Bagi pemudik yang kurang mampu, sebaiknya membawa syarat-syarat tertentu kepada pemangku kepentingan, yang membuktikan mereka pantas mendapatkan subsidi.
“Jadi, kalau misalkan di dalam kereta, mereka seharusnya diberikan gerbong khusus,” tutur Trubus.
Trubus mengatakan, dampak peningkatan harga tiket mudik adalah orang jadi malas bepergian atau memilih menggunakan kendaraan pribadi. Padahal, pemerintah kerap menggembar-gemborkan untuk menggunakan transportasi umum.
“Jadi, kita seharusnya memberikan edukasi ke masyarakat dan memberi kemudahan agar masyarakat menggunakan transportasi umum,” ujar dia.
Sementara itu, pengamat transportasi sekaligus Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, selama masih masuk kategori batas atas, tak masalah harga tiket mudik melonjak.
“Karena sudah ada ketetapan dari pemerintah,” kata Djoko, Jumat (22/3).
Demi mengatasi permasalahan pemudik yang tidak mampu membeli tiket transportasi dengan harga yang mahal, Djoko menerangkan solusinya adalah kebijakan mudik gratis khusus untuk kelompok masyarakat yang kurang mampu. Sayangnya, kata dia, mudik gratis dibuka tidak satu pintu, sehingga ada kecenderungan orang yang mendaftar lebih dari satu.
“Terkadang pada waktu pelaksanaan pemberangkatan (mudik) gratis juga ternyata banyak kursi yang kosong atau busnya tidak jadi berangkat karena tidak ada yang menggunakan tiket tersebut,” ujar dia.
“Masyarakat yang tidak menggunakan, tidak memberitahukan alasan tidak berangkat. Seharusnya tiket yang mereka peroleh dapat digunakan oleh orang lain.”
Masalahnya, untuk kasus masyarakat yang mendapatkan tiket mudik gratis, tetapi tak menggunakannya tak ada regulasi hukum yang memberikan sanksi. “Padahal sayang ada bus kosong seperti itu,” ucap dia.