close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kegiatan belajar-mengajar. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi kegiatan belajar-mengajar. /Foto Antara
Sosial dan Gaya Hidup - Pendidikan
Selasa, 11 Maret 2025 16:00

Menanti keseriusan sentralisasi tata kelola guru

Kemendikdasmen memberi tiga alternatif perubahan tata kelola guru dalam RUU Sisdiknas.
swipe

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memberi tiga alternatif perubahan tata kelola guru dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), mengingat RUU Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029.

Menurut Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latupulhayat dalam Rapat Dengan Pendapat Panja RUU tentang Sisdiknas, dikutip dari Antara, Rabu (5/3), alternatif pertama pengadaan rekrutmen dan penempatan guru aparatur sipil negara (ASN) dilakukan secara terpusat.

Alternatif kedua, pengelolaan guru seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sedangkan alternatif ketiga, perubahan pengelolaan guru dari segi pengadaan, mencakup perencanaan, distribusi, rekrutmen, dan penempatan guru ASN dilakukan secara terpusat.

Atip pun menekankan pentingnya pemisahan antara pengaturan sertifikasi dan penghasilan guru untuk peningkatan kesejahteraan guru.

Dia yakin, tiga alternatif tadi bisa menjadi solusi masalah tata kelola guru di Indonesia. Masalah pertama, guru pensiun setiap tahun rata-rata mencapai 60.000 orang, yang tidak diantisipasi dengan penggantian dalam jumlah setawa lewat pengangkatan guru baru.

Kedua, kebutuhan guru tak optimal dipenuhi dari rekrutmen guru ASN atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) karena pemerintah daerah belum maksimal dalam mengajukan formasi PPPK guru, serta pemerintah melakukan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil (PNS). Termasuk PNS guru.

Ketiga, selama ini kewenangan pengelolaan guru oleh pemerintah kabupaten/kota masih menjadi kendala yang bersifat struktural-politik.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengaku setuju dengan alternatif perubahan tata kelola guru yang diusulkan Kemendikdasmen. Dia menilai, pengelolaan yang terpusat bisa memperbaiki karut-marut tata kelola guru selama ini.

“Asalkan satu sistem dan satu status,” ujar Ubaid kepada Alinea.id, Senin (10/3).

“Saya tidak setuju status guru dibeda-bedakan, ada honorer, PPPK, ASN. Statusnya harus satu, semua hak dan kewajibannya sama. Begitu pula ada guru madrasah, guru sekolah, jangan ada lagi. Harus satu sistem.”

Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarih Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah mengatakan, wacana sentralisasi tata kelola guru di lingkungan Kemendikdasmen bukan hal baru. Namun, selama ini tidak ada niat politik serius dalam menata guru agar lebih sejahtera.

“Sebaiknya apa pun regulasinya, jika tidak ada komitmen akan mandul. Kekurangan, pemerataan, dan kualitas guru akan jadi problem menahun,” kata Jejen, Senin (10/3).

“Di samping masalah tata kelola, jangan lupa bahwa masalah paling utama adalah kesejahteraan guru.”

Jejen mencontohkan nasih guru honorer yang masih jauh dari sejahtera. “Undang-Undang Guru dan Dosen (UU Nomor 14 Tahun 2005) jelas menjamin kesejahteraan guru, namun faktanya jauh panggang dari api,” ujar Jejen.

“Pemerintah diskriminatif terhadap guru honorer dan guru swasta.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan