Mencegah efek samping berisiko di obat-obatan warung
Unggahan foto kemasan salah satu produk obat sakit kepala yang biasa dijual di warung, dengan efek samping anemia aplastik viral di media sosial beberapa hari lalu. Anemia aplastik merupakan penyakit yang menyebabkan pelawak tunggal dan aktor Priya Prayogha Pratama alias Babe Cabita wafat pada 9 April lalu.
Dilansir dari situs web Mayo Clinic, anemia aplastik adalah kondisi yang terjadi ketika tubuh berhenti memproduksi sel darah baru. Kondisi ini membuat tubuh lelah dan lebih rentan terhadap infeksi serta penyaluran darah yang tak terkontrol. Tergolong penyakit langka, tetapi serius, anemia aplastik dapat berkembang pada usia berapa pun, secara tiba-tiba atau perlahan, dan memburuk seiring berjalannya waktu.
Namun, peneliti ilmiah dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rafika Zulfa mengatakan, belum ada penelitian yang menunjukkan penyebab anemia aplastik karena mengonsumsi obat-obatan warung. Akan tetapi, sesuai yang tertera dalam kolom efek samping kemasan obat, kemungkinan menyebabkan terjadinya penyakit itu memang ada.
"Tapi tergantung dari prevalensi post-market obatnya sendiri," ujar Rafika kepada Alinea.id, Rabu (17/4).
"Kalau prevalensinya sampai di atas 10% berarti itu memang cukup serius. Tapi kalau di bawah 10% berarti masih bisa dikategorikan aman untuk penggunaan dosis normal dan tidak untuk jangka panjang."
Apalagi, kata dia, banyak faktor terjadinya anemia aplastik, seperti genetik, imunitas, dan lain-lain. Perkara aman atau tidaknya, ia mengingatkan, obat mana pun harus dikonsumsi sesuai dengan indikasi dan tak dalam jangka panjang. Kecuali di bawah pengawasan dokter.
Untuk mencegah risiko anemia aplastik akibat obat warung, menurut Rafika, konsumen perlu kritis tak mengonsumsi obat warung sembarangan dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus.
Sementara itu, dosen senior kesehatan masyarakat di University of Derby, Inggris, Dono Widiatmoko mengatakan, dalam setiap obat pasti ada potensi memiliki efek samping. Hal itu tergantung dari aspek individu si pengguna, termasuk berat badan dan komorbit, juga dosis, frekuensi, dan waktu penggunaan obat tersebut. Selain itu, ada potensi efek interaksi obat dengan obat atau zat lain yang dikonsumsi secara bersamaan.
"Konsumsi obat-obatan tersebut harus dilakukan lewat cara yang sesuai dengan apa yang diizinkan oleh Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) selaku pihak yang berwenang dalam peredaran obat di Indonesia," ujar Dono, Selasa (16/4).
"Label yang tertera di setiap paket obat-obatan harus memuat seluruh informasi yang relevan dengan penggunaan obat tersebut agar aspek safety-nya tetap terjamin."
Dono mengatakan, semua jenis obat memiliki potensi efek samping. Maka, penggunaannya harus dilakukan dengan mematuhi aturan sesuai indikasi. "Jangan menggunakan obat melebihi dari dosis yang disarankan karena akan berpotensi negatif pada penggunanya," tutur Dono.
Ia melanjutkan, dalam memilih obat warung, selalu memastikan obat-obatan tersebut diproduksi oleh pabrik yang kompeten, ditandai dengan nomor registrasi Badan POM. Obat yang dapat dibeli secara langsung tanpa resep dokter, kata dia, memiliki logo bulat atau lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Selain itu, ada juga obat bebas terbatas. Namun ada peringatan terkait dengan takaran dan aturan khusus penggunaannya. "Obat jenis ini mempunyai logo bulat atau lingkaran biru bergaris tepi hitam," ucap dia.
Sedangkan Rafika bilang, di samping memerhatikan kategori obat dan tanda lingkaran, harus juga melihat label pada kemasannya. Sebab, di situ terdapat poin penting apakah sesuai dengan diagnosa dan keluhan konsumen atau tidak.
Lebih lanjut, Dono menambahkan, ada pula jenis produk fitofarmaka dengan logo kristal salju berwarna hijau dalam lingkaran kuning dan produk herbal berstandar dengan logo lingkaran kuning ditambah tiga bintang salju.
"Pastikan juga bahwa produk-produk yang dikonsumsi tersebut adalah produk asli, yang ditandai dengan packaging yang baik dan berkualitas, serta beberapa juga ditandai dengan stiker hologram penanda produk asli," ujar Dono.
"Pastikan bahwa obat-obatan tersebut masih dalam masa berlakunya (tidak kedaluwarsa)."
Dono menuturkan, setiap negara punya karakteristik masing-masing dalam hal sistem peredaran obat. Intinya, ujar Dono, pihak yang berwenang, yakni Badan POM masing-masing negara, memiliki kewajiban untuk memastikan semua jenis obat yang beredar di negara tersebut, disertai informasi yang kredibel dan akurat untuk menjaga aspek keamanan obat.
"Mereka juga berwenang untuk mengawasi dan menarik jenis obat yang tidak sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk peredarannya di negara tersebut," kata Dono.
Dono menyarankan edukasi kepada masyarakat agar terus menerus dilakukan, terutama penggunaan setiap jenis obat harus dilakukan secara rasional, sesuai indikasi dan takaran pemakaiannya.
Di sisi lain, Rafika mengakui, sejauh ini pemerintah dan Badan POM sudah melakukan upaya perlindungan yang cukup baik. Namun catatannya, lembaga tersebut perlu meningkatkan pengawasan yang lebih, terutama terhadap apotek, toko obat, atau warung yang menjual obat-obatan secara bebas.
"Pada intinya, semua obat itu 'racun'. Oleh sebab itu, mengonsumsi harus dalam batas wajar, sesuai dengan diagnosa," ujar Rafika.
"Apabila dirasa tidak ada perubahan, paling lambat tiga hari, maka wajib memeriksakan diri ke dokter."