close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) Agus Harimurti Yudhoyono melepas keberangkatan transmigran di Gedung Gradhika Bakti Praja Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Kamis (5/12/2024)./Foto Kiki dan Ega/Instagram @agusyudhoyono
icon caption
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) Agus Harimurti Yudhoyono melepas keberangkatan transmigran di Gedung Gradhika Bakti Praja Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Kamis (5/12/2024)./Foto Kiki dan Ega/Instagram @agusyudhoyono
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 10 Desember 2024 06:20

Mencegah gagalnya program transmigrasi

Pemerintah memasukkan transmigrasi ke dalam program prioritas.
swipe

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) Agus Harimurti Yudhoyono melepas keberangkatan 16 keluarga terdiri dari 58 jiwa asal 16 kabupaten/kota Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bakti Praja Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Kamis (5/12) untuk transmigrasi ke beberapa daerah di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.

Menurut Agus, sesuai dengan harapan Presiden Prabowo Subianto, transmigrasi bakal menumbuhkan pusat pemerintahan dan perekonomian baru.

“Presiden berharap, pembangunan bisa tumbuh dari bawah, dari desa, dari lokasi yang belum terjamah,” ujar Agus, seperti dikutip dari Antara.

Selain 16 keluarga dari Jawa Tengah, kata Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, pemberangkatan transmigran pun dilakukan secara serentak di daerah Jawa Timur dan Yogyakarta. Dari Jawa Timur diberangkatkan 16 keluarga, yang terdiri dari 65 jiwa. Sedangkan dari Yogyakarta diberangkatkan 20 keluarga, yang terdiri dari 77 jiwa.

Sementara, dikutip dari Bisnis.com, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat akan mengalokasikan lahan seluas 564.000 hektare untuk program transmigrasi. Pemerintah memasukkan transmigrasi ke dalam program prioritas guna mendorong pertumbuhan ekonomi tembus 8%.

Sosiolog dari Universitas Trunojoyo Madura, Aminah Dewi Rahmawati mengakui, program transmigrasi sudah banyak menunjukan keberhasilan secara ekonomi di daerah tujuan, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Namun, yang perlu diwaspadai, potensi gejolak konflik dengan penduduk asli. Secara historis, kata dia, banyak daerah tujuan transmigrasi di masa lalu terjadi pecah konflik.

“Artinya, proses transmigrasi itu harus dijelaskan pada semua pihak menjadi bagian program pemerintah dalam pengentasan persoalan, tidak hanya bagi transmigran, tetapi juga bagi penduduk pendatang,” ujar Aminah kepada Alinea.id, Jumat (6/12). 

“Kemudian, secara ideologis, program ini keberhasilannya dari evaluasi itu ada kesungguhan, juga dari para transmigran untuk melakukan kerja keras terhadap program ini.”

Selain itu, Aminah berpendapat, para transmigran perlu dibekali pemahaman kerja yang serius di daerah tujuan. Lalu, dilarang keras menjual tanahnya. Maka dari itu, Aminah menekankan, saat verifikasi terhadap calon peserta, harus dipastikan berkomitmen untuk melaksanakan transmigrasi.

“Pembekalan ini tidak hanya terkait pembekalan secara teknis pada keterampilan kerja, tapi juga kesiapan psikologis dan mental ketika berada di daerah yang memang baru, dengan tantangan yang cukup berat,” tutur Aminah.

“Kemudian penduduk yang dipindahkan ini bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan masyarakat setempat, sehingga tidak muncul persoalan seperti kecemburuan sosial dan konflik dengan penduduk asli.”

Terpisah, peneliti dari Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andy Ahmad Zaelany menilai, untuk mencegah program ini gagal, pemerintah perlu merancang transmigrasi industri, yang menciptakan sentra pengolahan produk yang bisa menghidupkan ekonomi masyarakat sekitar dan tak cuma bertumpu pada lahan. Menurut Andy, semestinya sebelum mengirim transmigran, pemerintah sudah membentuk sentra-sentra industri.

“Semisal menghasilkan pacul, wajan, kompor, pengolahan makanan dari hasil tani, dan lain-lain,” ujar Andy, Jumat (6/12).

“Bisa juga menghasilkan ikan kaleng pada transmigrasi bahari yang dekat laut. Bisa bercocok tanam, hasil panennya diolah jadi makanan olahan untuk suvenir dan oleh-oleh.”

Di sisi lain, sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Handy Lubis menuturkan, ada dua aspek yang perlu diperhatikan agar program transmigrasi berjalan sukses. Pertama, aspek teknis yang berkaitan dengan kemampuan dalam pengolahan lahan hingga menjadi benar-benar produktif. Apalagi, lahan transmigrasi yang dijanjikan pemerintah, yakni dua hektare, sangat luas.

"Namun bisa tidak akan menghasilkan apa-apa, jika tidak diolah dan dimanfaatkan dengan benar,” kata Rissalwan, belum lama ini.

“Artinya pemerintah harus terus memberikan pendampingan teknis secara berkesinambungan.”

Kedua, aspek sosial-budaya dan friksi. Aspek sosial-budaya berkaitan dengan etos kerja transmigran dalam menggarap lahan yang diberikan agar produktif. Sebab, banyak kasus warga transmigran di masa lalu menjual tanah yang mereka terima, usai beberapa tahun.

“Friksi sosial juga perlu diperhatikan karena kecemburuan sosial mungkin saja terjadi dan mengarah pada konflik laten yang sewaktu-waktu dapat meledak,” ucap Rissalwan.

Selain itu, Rissalwan menilai, inovasi transmigrasi perlu dicoba. Misalnya membuat sentra-sentra ekonomi berbasis daerah transmigrasi.

“Sentra ekonomi berbasis daerah transmigrasi secara teoretis memang kemungkinan dapat mendorong keberhasilan para transmigran,” kata Rissalwan.

“Tapi memang harus diujicoba dulu untuk mengetahui faktor-faktor lain yang bisa memengaruhi.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan