Mencegah kematian mendadak saat berolahraga
Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik, tiba-tiba ambruk di tengah lapangan Gelora Bahrain Kasuba, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Minggu (5/11). Kejadian itu berlangsung, saat laga persahabatan sepak bola bersama tim Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Halmahera Selatan dalam pembukaan Piala Bupati Cup. Ia sempat dibawa ke rumah sakit. Namun, nyawanya tak tertolong.
Kematian mendadak Usman mungkin hanya satu dari banyak kasus kematian serupa seseorang yang tengah berolahraga. Dari beberapa informasi, insiden seorang pemain sepak bola meninggal mendadak di tengah lapangan terjadi beberapa kali, meski amat jarang.
Pada April 2000, pemain Persebaya, Eri Irianto meninggal saat klubnya tengah bertanding melawan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora 10 November, Surabaya. Eri sempat bertabrakan dengan pemain PSIM asal Gabon, Samson Noujine Kinga. Ia lalu dilarikan ke rumah sakit, dan tak lama dinyatakan meninggal.
Pada Juni 2021, nyawa pemain Denmark Christian Eriksen beruntung masih bisa diselamatkan. Ia tiba-tiba kolaps kala membela Denmark melawan Finlandia di ajang Piala Euro 2020.
Bek tim nasional Kamerun, Marc-Vivian Foe, tentu juga salah satu yang paling diingat. Foe tiba-tiba pingsan ketika membela negaranya melawan Kolombia di semi final Piala Konfederasi 2003 di Prancis. Ia mengembuskan napas terakhir ketika dibawa ke pusat medis stadion.
Bagaimana mencegahnya?
Kematian para pemain sepak bola itu, termasuk Bupati Halmahera Selatan, disebabkan serangan jantung. Menurut Health Line, serangan jantung mendadak dapat terjadi pada atlet selama atau setelah pertandingan. Meski pun insiden semacam ini sangat jarang terjadi.
Health Line menyebut, pada 2018 kematian terkait dengan aktivitas olahraga sebagian besar disebabkan penyakit arteri koroner pada orang dewasa. Dan kardiomiopati atau aritmia pada remaja.
“Meskipun ada kondisi (serangan) jantung lain, seperti miokarditis yang juga dapat menyebabkan kematian mendadak, hal ini cenderung tak terjadi secara tiba-tiba,” tulis Health Line.
“Biasanya, seseorang dengan miokarditis akan mengalami gejala sakit dan tak mungkin berpartisipasi lagi dalam olahraga.”
Kematian akibat serangan jantung, walau sangat jarang terjadi, juga menghantui atlet usia muda. Health Line menulis, sebuah riset menunjukkan, kemungkinan terjadinya kematian akibat serangan jantung pada atlet sekolah menengah berkisar antara 1 dari 50.000 hingga 1 dari 80.000.
“Risiko ini cenderung lebih tinggi pada atlet pria,” tulis Health Line.
“Pada pemain yang berkompetisi di tingkat perguruan tinggi, risikonya diperkirakan sekitar 1 dari 13.426, dengan tingkat yang lebih tinggi pada pemain bola basket perguruan tinggi pria.”
Lalu, sebuah riset pada 2018 yang melibatkan atlet dengan rata-rata usia 16 tahun menemukan, angka kematian sekitar 6,8 per 100.000 orang per tahun. “Angka ini setara dengan 0,0068% atau kurang dari setengah persen dari populasi yang diteliti,” tulis Health Line.
Kepala kardiologi di Rumah Sakit Universitas Zurich di Swiss, Christian Schmied mengatakan kepada peneliti dan esais John Mac Ghlionn dalam TRT World, kasus serangan jantung pesepakbola di tengah lapangan di seluruh dunia bakal meningkat ketika semakin banyak orang melakukan olahraga pada tingkat yang lebih tinggi.
“Kami mengetahui lebih banyak tentang kematian akibat serangan jantung yang terjadi saat berolahraga dibandingkan dengan 10-12 tahun yang lalu, berdasarkan data dan pencatatan ilmiah,” kata Schmied kepada Ghlionn.
Maksud Schmied melakukan olahraga pada tingkat yang lebih tinggi adalah aktivitasnya melebihi batas. Menurut Health Line, olahraga yang intens dan lebih lama, bisa meningkatkan risiko serangan jantung.
“Atlet pada dasarnya mencoba untuk melampaui batas fisik mereka, menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih terampil dari waktu ke waktu,” tulis Health Line.
“Para peneliti menemukan bahwa risiko kematian seketika bagi penderita penyakit jantung tidak lagi signifikan bagi orang yang berolahraga lebih dari 2 jam per minggu. Adaptasi dari latihan itu sebenarnya membantu melindungi jantung.”
Schmied mengatakan, pada atlet muda, sebagian besar kematian disebabkan penyakit jantung keturunan. Misalnya, Foe yang meninggal karena kardiomiopati hepertrofik—kondisi keturunan yang diketahui meningkatkan risiko kematian mendadak selama latihan fisik.
“Stres, ketegangan, tekanan, dan persaingan meningkatkan risiko aritmia dan kematian jantung mendadak,” kata Schmied.
Apa tanda-tanda orang yang sedang berolahraga terkena risiko serangan jantung? “Sesak napas, keringat dingin, mual, pusing, detak jantung yang lebih tinggi, dan merasa mau pingsan adalah tanda-tanda lain yang dapat menunjukkan serangan jantung,” tulis Pathkind Labs, 13 Oktober 2023.
“Jika gejala ini muncul saat berolahraga, sangat penting untuk mendapatkan bantuan segera.”
Langkah-langkah pencegahan harus tetap dilakukan, walaupun prevalensi serangan jantung tergolong rendah. Menurut Health Line, kini protokol yang umum digunakan adalah pemeriksaan riwayat kesehatan dan fisik sebelum berolahraga. Namun, banyak lembaga di Eropa percaya, pemeriksaan elektrokardiogram sebaiknya dilakukan para atlet.
“Skrining elekrokardogram menunjukkan, sekitar 60% dari kondisi yang dapat menyebabkan kematian jantung mendadak dapat terdeteksi,” tulis Health Line.
Diperlukan pula fasilitas dan tim medis yang siap dalam keadaan darurat. Di samping itu, Pathkind Labs menulis, mempelajari teknik dasar pertolongan pertama, seperti resusitasi jantung paru-paru (cardiopulmonary resuscitation/CPR) dapat membantu menyelamatkan nyawa seseorang yang menderita penyakit jantung saat berolahraga.
Health Line mengingatkan, meski banyak atlet terlihat bugar dan bisa melakukan latihan fisik yang berat, bukan berarti mereka sehat. “Walaupun meningkatkan kebugaran baik untuk kesehatan, itu sendiri tidak menjaminnya,” tulis Health Line.
“Ada faktor-faktor lain yang juga penting, seperti asupan nutrisi yang seimbang, istirahat yang cukup, dan proses pemulihan yang tepat.”