Mengapresiasi para perempuan penulis lagu
Tata panggung berbentuk oval, dengan layar putih dan pencahayaan yang fantastis, menyorot langsung para pemain orkestra di bawah komando komponis Erwin Gutawa, saat masuk ke ruang konser “Salute to 3 Female Songwiters” di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Tangerang Selatan, Sabtu (9/2). Di sisi lingkaran, menjadi panggung bagi para penyanyi yang akan tampil.
Konser itu dihelat sebagai bentuk apresiasi perempuan penulis lagu di Indonesia, yakni Dewiq (Cynthia Dewi Bayu Wardhani), Dewi Lestari, dan Melly Goeslaw. Mereka telah banyak melahirkan lagu yang hit, dan dinyanyikan sejumlah musisi tanah air.
Malam itu, kursi penuh. Sejumlah artis ternama terlihat hadir.
Konser 3 perempuan penulis lagu
Trio vokal Lib3ro membuka konser dengan sebuah lagu karya Dewiq, yakni “Bukan Cinta Biasa”. Diiringi orkestra ciamik Erwin Gutawa Orchestra, mereka sangat menghibur penonton.
Sorak-sorai penonton semakin menjadi-jadi, saat Sandy Sandoro muncul dengan lagu karya Dewiq lainnya, “Cinta di Ujung Jalan”. Usai dibuai dengan lagu dan instrumen musik yang lembut, Sandy menghentak panggung dengan meriah.
Konser itu dibagi menjadi tiga babak penampilan, dibuka dengan menampilkan lagu karya-karya Dewiq. Kedua, karya lagu milik Dewi Lestari alias Dee, yang juga seorang penulis fiksi, diapresiasi. Beberapa lagunya, seperti “Perahu Kertas”, “Malaikat juga Tahu”, dan “Firasat”, menjadi barisan lagu yang mampu membuat penonton ikut bernyanyi.
Selanjutnya, musik Erwin Gutawa Orchestra mengalun dengan full orkestra untuk lagu karya Melly Goeslaw, “Menghitung Hari”. Setelah itu, lagu-lagu milik Melly, seperti “Bunda”, “Ayat-ayat Cinta”, dan “Ada Apa dengan Cinta” dilantunkan.
Menariknya, semua lagu ciptaan tiga perempuan tadi disenandungkan para penyanyi pria, seperti Afgan, Armand Maulana, Harvey Malaiholo, Once, Rendy Pandugo, Sandhy Sandoro, Vidi Aldiano, Libe3ro, Tulus, dan penampilan tak terduga aktor Reza Rahardian.
Reza memberi warna tersendiri. Dia mendeklamasikan satu fragmen dari karya ketiga pencipta lagu perempuan ini, sembari menyanyikan beberapa lirik.
Di sela-sela pertunjukan para penyanyi, ditampilkan testimoni dari orang-orang yang menyanyikan lagu mereka dan proses kreatif dari masing-masing perempuan pencipta lagu tadi, berupa rekaman video.
Isinya, tentang bagaimana mereka mendapatkan inspirasi dalam penciptaan lagu dan bagaimana mereka menilai perjalanan kariernya dalam menciptakan lagu.
Dewiq misalnya, dalam video tersebut bercerita tentang bagaimana dia menangkap kesedihan dari curhatan yang dia dengar, untuk kemudian diubah menjadi lagu.
“Orang kalau sedih dia enggak sadar mengeluarkan istilah (yang inspiratif), misalnya ‘aku di ujung jalan’, dan aku menangkap itu dan kemudian menggubahnya menjadi lagu, aku jago menggali hal-hal begitu,” kata Dewiq, bercerita tentang bagaimana dia mencipta lagu “Cinta di Ujung Jalan”.
“Mereka adalah penulis lagu terbaik yang kita miliki, dan untuk itu konser Salute ini diapresiasikan bagi mereka,” kata Erwin Gutawa, seusai konser.
Dalam konferensi pers setelah konser berlangsung, Arman Maulana, Vidi Aldiano, dan Rendy Pandugo pun mengapresiasi ketiga perempuan penulis lagu. Mereka mengaku langsung menerima tawaran Erwin Gutawa untuk mengapresiasi karya dari tiga perempuan ini, karena mengidolakan karya-karya yang telah diciptakannya.
Untuk konser ini sendiri, Erwin Gutawa memercayakan konsepnya kepada anaknya sendiri Gita Gutawa, yang kemudian berlaku sebagai produser dan konseptor.
Tata panggung berbentuk oval, dengan layar putih dan pencahayaan yang fantastis, menyorot langsung para pemain orkestra di bawah komando komponis Erwin Gutawa, saat masuk ke ruang konser “Salute to 3 Female Songwiters” di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Tangerang Selatan, Sabtu (9/2). Di sisi lingkaran, menjadi panggung bagi para penyanyi yang akan tampil.
Konser itu dihelat sebagai bentuk apresiasi perempuan penulis lagu di Indonesia, yakni Dewiq (Cynthia Dewi Bayu Wardhani), Dewi Lestari, dan Melly Goeslaw. Mereka telah banyak melahirkan lagu yang hit, dan dinyanyikan sejumlah musisi tanah air.
Malam itu, kursi penuh. Sejumlah artis ternama terlihat hadir.
Konser 3 perempuan penulis lagu
Trio vokal Lib3ro membuka konser dengan sebuah lagu karya Dewiq, yakni “Bukan Cinta Biasa”. Diiringi orkestra ciamik Erwin Gutawa Orchestra, mereka sangat menghibur penonton.
Sorak-sorai penonton semakin menjadi-jadi, saat Sandy Sandoro muncul dengan lagu karya Dewiq lainnya, “Cinta di Ujung Jalan”. Usai dibuai dengan lagu dan instrumen musik yang lembut, Sandy menghentak panggung dengan meriah.
Konser itu dibagi menjadi tiga babak penampilan, dibuka dengan menampilkan lagu karya-karya Dewiq. Kedua, karya lagu milik Dewi Lestari alias Dee, yang juga seorang penulis fiksi, diapresiasi. Beberapa lagunya, seperti “Perahu Kertas”, “Malaikat juga Tahu”, dan “Firasat”, menjadi barisan lagu yang mampu membuat penonton ikut bernyanyi.
Selanjutnya, musik Erwin Gutawa Orchestra mengalun dengan full orkestra untuk lagu karya Melly Goeslaw, “Menghitung Hari”. Setelah itu, lagu-lagu milik Melly, seperti “Bunda”, “Ayat-ayat Cinta”, dan “Ada Apa dengan Cinta” dilantunkan.
Menariknya, semua lagu ciptaan tiga perempuan tadi disenandungkan para penyanyi pria, seperti Afgan, Armand Maulana, Harvey Malaiholo, Once, Rendy Pandugo, Sandhy Sandoro, Vidi Aldiano, Libe3ro, Tulus, dan penampilan tak terduga aktor Reza Rahardian.
Reza memberi warna tersendiri. Dia mendeklamasikan satu fragmen dari karya ketiga pencipta lagu perempuan ini, sembari menyanyikan beberapa lirik.
Di sela-sela pertunjukan para penyanyi, ditampilkan testimoni dari orang-orang yang menyanyikan lagu mereka dan proses kreatif dari masing-masing perempuan pencipta lagu tadi, berupa rekaman video.
Isinya, tentang bagaimana mereka mendapatkan inspirasi dalam penciptaan lagu dan bagaimana mereka menilai perjalanan kariernya dalam menciptakan lagu.
Dewiq misalnya, dalam video tersebut bercerita tentang bagaimana dia menangkap kesedihan dari curhatan yang dia dengar, untuk kemudian diubah menjadi lagu.
“Orang kalau sedih dia enggak sadar mengeluarkan istilah (yang inspiratif), misalnya ‘aku di ujung jalan’, dan aku menangkap itu dan kemudian menggubahnya menjadi lagu, aku jago menggali hal-hal begitu,” kata Dewiq, bercerita tentang bagaimana dia mencipta lagu “Cinta di Ujung Jalan”.
“Mereka adalah penulis lagu terbaik yang kita miliki, dan untuk itu konser Salute ini diapresiasikan bagi mereka,” kata Erwin Gutawa, seusai konser.
Dalam konferensi pers setelah konser berlangsung, Arman Maulana, Vidi Aldiano, dan Rendy Pandugo pun mengapresiasi ketiga perempuan penulis lagu. Mereka mengaku langsung menerima tawaran Erwin Gutawa untuk mengapresiasi karya dari tiga perempuan ini, karena mengidolakan karya-karya yang telah diciptakannya.
Untuk konser ini sendiri, Erwin Gutawa memercayakan konsepnya kepada anaknya sendiri Gita Gutawa, yang kemudian berlaku sebagai produser dan konseptor.
Lain dulu, lain sekarang
Menanggapi konser tiga penulis lagu, penulis dan pengamat musik Idhar Resmadi sangat mengapresiasi. Dia mengatakan, konser tersebut merupakan apresiasi bagi para perempuan penulis lagu. Mereka, sebut Idhar, perlu diperkenalkan kepada generasi baru, agar karya-karyanya tersebar luas.
Sebetulnya, kata Idhar, dari dahulu perempuan penulis lagu sudah memberikan kontribusi penting bagi khazanah musik Indonesia.
“Yang paling dikenal tentu saja Titiek Puspa,” kata penulis Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya (2019) saat dihubungi, Senin (11/2).
Namun, dia menyayangkan, saat ini tak banyak perempuan penulis lagu yang menghasilkan karya juga untuk orang lain. Dia mengatakan, hal itu salah satunya dipengaruhi tren yang ada di Indonesia saat ini.
“Sekarang eranya penulis dan pencipta lagu. Artinya, penyanyi menciptakan lagunya sendiri untuk dia nyanyikan sendiri,” kata dia.
Idhar, yang juga berprofesi sebagai dosen di Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom Bandung ini mengatakan, saat ini eranya berbeda dengan dulu, ketika zaman Dewiq dan Melly Goeslaw aktif mencipta pada akhir 1990-an.
Bagi Idhar, dua nama itu punya ciri khas yang kuat. Selain berhasil sebagai seorang penyanyi, mereka juga mencipta lagu-lagu yang ikut melambungkan nama para penyanyinya.
Menurut Idhar, dahulu ada semacam pemisahan profesi antara penulis lagu dan penyanyi. Semua berjalan sendiri-sendiri. Ada penulis lagu, penyanyi, komposer, dan penyelaras musik.
“Saat ini semua penyanyi ingin terlibat langsung dengan proses karya mereka, bahkan ada penyanyi yang menulis lagu dan membuat instrumen musiknya sendiri,” kata Idhar.
Idhar menyebut nama-nama Isyana Sarasvati, Raisa Andriana, dan Andien sebagai penyanyi yang menggarap mandiri proses produksi karyanya.
Lebih lanjut, Idhar menuturkan, selepas eranya Melly, Dewiq, dan Dewi Lestari, sudah jarang perempuan penulis lagu.
“Penyebabnya, boleh jadi karena regenerasi yang lambat,” ujarnya.
Selain itu, Idhar menyebut nama Leilani Hermiasih, atau yang dikenal dengan nama panggung Frau, yang menurutnya perempuan pencipta lagu dan komponis muda Indonesia yang punya potensi kuat dalam menciptakan lagu.
“Tapi saya tidak tahu apakah Frau, Isyana, ataupun Raisa juga membuat lagu untuk dinyanyikan oleh orang lain,” katanya.
Idhar sekali lagi mengapresiasi Melly Goeslaw dan Titiek Puspa. “Karya-karya Titiek Puspa dan Melly Goeslaw banyak yang abadi,” kata Idhar.