Mengulik sejarah dan musik psikedelik
Pendiri Apple Inc Steve Jobs pernah mengaku mengonsumsi narkotika jenis LSD (lysergyc acid diethylamide) ketika dia masih menjadi mahasiswa pada 1970-an. Pengakuannya itu diungkapkan Jobs kepada Walter Isaacson, penulis buku biografi Steve Jobs (2011).
“Mencoba LSD (lysergyc acid diethylamide) merupakan pengalaman yang berkesan. Salah satu hal penting yang terjadi dalam hidupku,” kata Jobs kepada Isaacson dalam Steve Jobs.
Selain Jobs, pendiri Microsoft Corporation Bill Gates juga mengaku pernah mengonsumsi LSD. Dia mengatakan hal itu dalam wawancaranya dengan majalah Playboy pada 1994. Namun, seperti yang dilansir dari laman Bussiness Insider edisi 15 Februari 2017, skrip wawancara dengan Gates tersebut telah ditarik Playboy.
LSD sendiri merupakan zat halusinogen yang populer di kalangan hippie dekade 1960-an hingga 1970-an. Dalam bukunya Sixties Rock: Garage, Psychedelic, and Other Satisfaction, Michael Hicks menyebut, LSD pertama kali ditemukan pada 1938 oleh Albert Hoffman. Obat ini awalnya dimanfaatkan untuk penelitian kesehatan mental. Penggunaannya untuk kepentingan kesehatan baru dimulai pada 1940-an.
Jesse Jarnow pernah menulis artikel berjudul “LSD now: How the psychedelic rennaisance changed acid” di Rolling Stone edisi Oktober 2016. Dia menulis, pada akhir 1950-an, LSD keluar dari laboratorium, terapis, dan militer ke kantung gerakan kebudayaan tandingan di Amerika Serikat.
Di Negeri Paman Sam sendiri, LSD merupakan barang ilegal dan jadi rebutan. Efek halusinasi saat memakai LSD melahirkan istilah psikedelik, yang pertama kali dicetuskan psikiater Humphry Osmond pada 1956.
Medio 1960-an, gaya hidup psikedelik berkembang di California, Amerika Serikat dan membentuk bagian dari kebudayaan pinggiran. Jesse Jarnow menulis, hal ini lantaran seorang ahli kimia otodidak Owsley Stanley, mulai memproduksi LSD dari jalur bawah tanah dalam jumlah masif.
Jarnow menyebut, dalam beberapa penelitian, LSD bisa menguntungkan sejumlah profesi, seperti musisi, ilmuwan, seniman, dan programer. LSD menjadi katalis yang kuat untuk mendorong kreativitas mereka.
Serupa Amerika Serikat, di Indonesia LSD juga barang ilegal. Badan Narkotika Nasional memasukkan LSD ke dalam narkotika golongan I nomor urut 36. Bila disalahgunakan, LSD bisa menimbulkan reaksi tegang, halusinasi, lemah kemampuan pengendalian diri, serta rasa khawatir yang berlebihan.
Merambah ke musik
Sejumlah musisi era 1960-an di luar negeri, banyak yang mengonsumsi LSD untuk menciptakan lagu dari pengalaman psikedelik mereka. Hick dalam Sixties Rock: Garage, Psychedelic, and Other Satisfaction menyebut, grup musik legendaris asal Inggris The Beatles pernah menciptakan lagu-lagu mereka dari pengalaman psikedelik.
The Beatles memasukkan elemen musik India dalam lagu mereka, “Norwegian Wood” (1965). Lagu ini berpengaruh pada pengembangan genre musik psikedelik di kemudian hari. Lagu mereka yang lain, “Lucy in the Sky with Diamonds” di album Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band (1967) juga merujuk pada pengalaman psikedelik.
Basis The Beatles Paul McCartney bahkan mengakui, dirinya mengonsumsi LSD untuk memacu inspirasinya dalam pengerjaan album tadi. Hick menyebutkan, pada 1967 psikedelik menjadi istilah yang terlalu sering digunakan.
“Setiap band rock menyebut diri mereka—atau membolehkan publik menyebut mereka—psikedelik, tak peduli bagaimana gaya bermain mereka atau apakah personel mereka menggunakan LSD,” tulis Hicks dalam Sixties Rock: Garage, Psychedelic, and Other Satisfaction.
Musik psikedelik, kata Hicks, adalah pengalaman mengonsumsi LSD, tanpa harus menggunakan obat-obatan. Menurut Hicks, untuk bisa memahami mengapa sebuah musik disebut psikedelik, kita harus mempertimbangkan tiga efek dasar LSD, yakni dechronicization, depersonalisasi, dan dinamisasi.
Dechronicization mengizinkan pengguna LSD untuk bergerak di luar persepsi waktu yang konvensional. Sementara efek depersonalisasi memungkinkan penggunanya untuk kehilangan jati diri dan mendapatkan “kesadaran yang tak dapat dibedakan.”
“Dinamisasi, seperti yang dituliskan Timothy Leary, membuat semuanya, mulai dari lantai hingga lampu tampak melentur, larut dalam struktur tarian yang bergerak,” tulis Hicks.
Akhir 1960-an, tren mengeksplorasi musik psikedelik perlahan meredup. Pembunuhan terhadap bintang film Sharon Tate oleh sekte pengikut Charles Manson menjadi salah satu penyebabnya.
Seperti ditulis Mark Bannerman dalam artikel “Charles Manson: How the notorious cult leader brought an abrupt end to the 60s” di situs ABC News Australia edisi 21 November 2017, Charles Manson menggunakan LSD hingga seks, untuk mencuci otak para hippie muda agar mau mengikuti perintahnya. Tindakan kriminal yang dilakukan Manson ini akhirnya membangkitkan kelompok anti-hippie dan meredupkan genre psikedelik.
Gelombang baru psikedelik
Musik psikedelik belakangan menemukan popularitasnya kembali. Grup musik psikedelik asal Connecticut, Amerika Serikat, MGMT, mulai menggebrak panggung Amerika sejak 2007. Album perdana mereka, Oracular Spectacular (2007) mendapatkan ulasan positif dari sejumlah media.
Situs musik New Musical Express (NME) mengganjar album tersebut sebagai album terbaik pada 2008. Selain NME, majalah Rolling Stone edisi 24 Desember 2009 juga menempatkan album Oracular Spectacular sebagai album terbaik urutan ke-18 pada 2000-an.
Selain MGMT di Amerika, di Australia muncul Tame Impala yang mengusung semangat rock psikedelik pada 2007. Sama seperti MGMT, musik rock psikedelik yang dibawakan Tame Impala juga mendapatkan berbagai ulasan positif dari sejumlah media.
Situs Rolling Stone edisi Mei 2015 dalam artikel “Tame Impala’s mind tricks: Kevin Parker on sense-altering ‘currents’”, menyebut Tame Impala sebagai “monster rock psikedelik.” Alasannya, album debut mereka, Innerspeaker (2010) disusul kemudian Lonerism (2012), menginspirasi kebangkitan rock psikedelik Australia.
Bagi pentolan Tame Impala, Kevin Parker, musik psikedelik adalah segalanya, yang bisa membuat orang-orang tak hanya berdiri diam di atas tanah.
“Apa yang aku sukai dari psikedelik bukanlah kata-katanya, melainkan apa yang psikedelik lakukan ke otakmu,” kata Parker.